Langsung ke konten utama

KISAH AKHIR BULAN AGUSTUS 2021 DI ISSOUDUN-PERANCIS

 


Saya mengamini kata-kata indah dalam Bahasa Perancis ini:”Chaque rencontre veut dire quelque chose. » Artinya : Setiap pertemuan berarti sesuatu. Setiap orang (baru) yang Anda jumpai ada untuk hal tertentu. Tidak ada yang namanya kebetulan.  Lewat catatan kisah kecil ini saya mensharingkan pengalaman-pengalaman perjumpaan pada akhir bulan Agustus 2021.

Kisah perjumpaan akhir bulan Agustus 2021 berawal dari sebuah informasi di ruang makan komunitas MSC Issoudun. Pada jam makan malam tanggal 30 Agustus 2021, Pater Provincial MSC Perancis-Swiss, P. Daniel, MSC meminta agar semua anggota komunitas MSC Issoudun menjalankan test PCR secepatnya. Hal ini untuk mengetahui apakah kami terpapar Covid atau tidak. Maklum, salah satu angota komunitas, yakni Br. Simon dinyatakan terpapar Covid 19 setelah ditest di RS Issoudun.  Dia saat ini masih dirawat di RS Issoudun.

P. Daniel meminta dengan sangat agar kami bisa mengadakan test sepecepatnya. Oleh karena itu, sebelum tidur, pada malam itu saya berselancar di aplikasi “doctolib” untuk appointment test. Syukurlah saya mendapat jatah “pukul 11:25 esok hari untuk test. Oleh karena itu, pada tanggal 31 Agustus 2021, pukul 11h25 saya menjalankan test PCR Covid di sebuah laboratorium Issoudun.

Saya datang ke laboratorium itu kira-kira 8 menit sebelum penggambilan test. Saya yang sepanjang pagi “asyik” meng-edit video untuk ziarah virtual BHK, tersadar dengan adanya bunyi lonceng basilika Hati Kudus pada pukul 11h15. Bunyi lonceng itu menandakan bahwa dalam waktu 15 menit lagi akan ada misa di kapela BHK Issoudun. Ketika mendengar bunyi lonceng basilika, saya tidak bergegas ke kapela, tetapi bergegas ke arah laboratorium. Saya mengambil kunci mobil dan kartu asuransi Kesehatan (la carte vital) untuk di bawah ke laboratorium. Saya tiba persis pada jam “rendez-vous” di laboratorium. Syukurlah.

Di sana saya antri pada bagian mereka yang “janji” lewat aplikasi “doctolib”. Ehh ternyata di depan saya adalah seorang ibu yang adalah umat di Issoudun. Demikian pula tidak lama setelah saya datang, ada seorang ibu tua datang. Dia persis di belakang saya. Dia juga mengenal saya.  Jadilah kami bercerita sejenak. Mereka menanyakan kabar Br. Simon, dll.

Apakah anda juga hendak mengadakan test PCR?, tanyaku kepada oma di belakang saya. “Oh tidak. Saya hanya mau ambil hasil pemeriksaan Kesehatan,” katanya lagi. “Oh kalau begitu kamu ke sebelah sana. Bukan di sini” kataku kepadanya. Dia pun ke arah yang saya tunjukkan dan langsung mendapat hasil test kesehatannya setelah melaporkan namanya kepada petugas. Dia pun pamit untuk segera kembali ke rumahnya setelah mendapat hasil pemeriksaan kesehatannya.

Setelah oma itu pamit, saya masih sempat bercerita dengan ibu yang antri di depan saya. Dia adalah seorang ibu guru Bahasa Perancis yang sangat fasih Bahasa Inggris dan Spanyol. Dia ke laboratorium bukan untuk pemerikasaan kesehatannya, tetapi untuk mengantar seorang remaja putra asal Cheko yang sedang belajar Bahasa Perancis. Ibu guru itu menyerahkan kartu asuransi kesehatan miliknya untuk membantu remaja itu yang hendak mengadakan test PCR. Butuh waktu yang agak lama, karena remaja itu tidak memiliki kartu asuransi Perancis. Dengan demikian saya juga berdiri agak lama di belakang mereka. Ketika semua beres, remaja itu bisa mengadakan test PCR dengan lancar. Memang reputasi ibu itu memang dikenal sebagai seorang yang suka menolong orang-orang asing. Saya sering mendengar cerita-cerita dari para konfrater mengenai kebaikan ibu itu. Pesan St. Paulus ini memang sungguh “terinternalisasi” di dalam hidupnya. “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” Galatia 6:2

Ibu itu juga aktif dalam membina iman remaja-remaja di sekolah tempatnya mengajar. Dia mau terlibat dalam misi. “Ada orang-orang yang punya hati bagi misi gereja seperti ibu itu, menjadi hiburan bagi kita para misionaris di negara sekular,” demikian kata seorang konfrater ketika kami bercerita mengenai tantangan dan peluang misi di negara sekular.

Oh yah, setelah remaja itu, kini tibalah giliran saya untuk mendapatkan test PCR. Ketika keluar dari ruangan laboratorium itu, saya menjumpai P. Emerson, MSC yang sedang berdiskusi dengan seorang karyawan di biara MSC di tempat parkir. Mereka ternyata sudah lebih dahulu mengadakan test PCR hari itu. Kami tidak saling ketemu di bangunan laboratorium itu, karena pintu masuk dan keluar tidak sama. Tidak lama bercerita di tempat parkir, kami pulang dengan mobil masing-masing. Yah, kembali untuk segera makan siang di komunitas. Setelah makan siang, saya melanjutkan edit video.

Sore hari itu, pada pukul 15h00-16h30, saya mengikuti meeting zoom dengan para petinggi PBHK di Roma bersama dengan dua petinggi PBHK Perancis. Kami membahas mengenai rencana napak tilas di beberapa tempat bersejarah Sr. Maria-Loise Hartzer di Perancis.  Pertemuan zoom berjalan lancar. “Sampai jumpa tanggal 14 September 2021, dalam acara napak tilas. Kita akan napak tilas sepanjang 10 hari,” demikian kata Sr. Merle Salazar, FNDSC saat menutup rangkaian zoom meeting.

Setelah pertemuan virtual itu, saya melanjutkan edit video untuk e-pelerinage yang akan ditayangkan pada hari Sabtu, 4 September 2021. Saya memang focus edit video ini karena baru saja direkam pada hari kemarin. Video ini dimaksudkan untuk para peziarah di Perancis yang pada tahun ini tidak bisa mengadakan ziarah nasional di Issoudun karena pandemic yang masih mewabah saat ini.

Ketika hendak makan malam, saya membuka internet untuk mencari tahu hasil test Covid siang tadi. Syukurlah, hasilnya negative. Saya langsung mengirim berita itu kepada P. Gerard dan P. Daniel. Tidak lama berselang, saya juga mendapat kabar bahwa 4 anggota komunitas dinyatakan positif Covid. Pada jam makan malam, kami pun membicarakan hal-hal praktis sepanjang 10 hari ke depan.

Setelah makan malam saya pergi ke halaman tengah biara MSC Issoudun. Di sana saya berjumpa dengan sekelompok guru dan pelajar dari Salzbourg-Austria yang sedang napak tilas di Issoudun.  Mereka adalah pengajar dan para pelajar sekolah asrama “Internat des Privatgymnasiums der Herz-Jesu-Missionare(milik konggregasi MSC).

Lewat percapakan dengan kepala sekolah dan beberapa gurunya saya mendapat gambaran mengenai sekolah itu. Sekolah dengan konsep asrama itu didirikan oleh para MSC pada tahun 1888. Pada waktu itu disebut "Kleines Liebeswerk" untuk memungkinkan anak-anak sekolah dari daerah pedesaan untuk belajar dan sebagai bagian promosi panggilan. Banyak dari mereka kemudian menjadi MSC dan pergi dari Liefering-Salzburg ke misi Papua Nugini, Kongo, Cina dan Brasil.

Dapat dikatakan bahwa sekolah asrama itu adalah "jantung" dari persiapan untuk perguruan tinggi, di samping sekolah dan pusat asrama. Sementara proporsi siswa "internal" dalam jumlah siswa sangat tinggi sampai tahun 1960-an - hanya ada dua atau tiga siswa eksternal di setiap kelas pada saat itu - jumlah mereka secara alami menurun tajam dalam lima dekade terakhir. Namun, salah satu tujuan utama dari sekolah dan sekolah asrama itu tetap untuk memperkuat orang-orang muda dalam iman Kristen mereka dan membuat mereka peka terhadap masalah-masalah sosial di seluruh dunia.

Di sekolah asrama itu saat ini ada kamar untuk sekitar 40 siswa-siswi, dari sekolah mitra mereka di Kecskemét (Hongaria) dan dari sekolah tata bahasa di Budweis (Republik Ceko). “Kami ini yang datang saat ini ke Issoudun adalah juga kelompok internasional”, kata Kepala Sekolah kepadaku. Sambil menunjuk masing-masing pelajar umur remaja itu, dia mengatakan asal dari masing-masing mereka. Ada yang berasal dari Rusia, Spanyol, Colombia, Jerman, Cheko, dan juga Austria. “Hidup bersama - belajar dari satu sama lain” menjadi salah satu spirit sekolah itu katanya lagi. Dengan tinggal di asrama tentu remaja-remaja itu dapat "keluar" ke kota atau ke Europark terdekat. Tetapi (tambahan) pembelajaran juga penting di asrama melalui jam belajar, siswa yang lebih lemah didukung secara memadai. Tim pendidikan terdiri dari guru-guru dari sekolah menengah kami. Sekolah asrama kami terbuka untuk semua orang yang menempuh perjalanan jauh ke sekolah setiap hari - termasuk siswa dari sekolah lain di Salzburg - dan yang ingin mengalami komunitas yang lebih besar seusia mereka. Tentu saja, kita tidak dapat menggantikan keluarga di rumah, itulah sebabnya kontak dekat dengan orang tua penting bagi kita,” demikian yang menjadi keunggulan sekolah asrama milik MSC di Salzburg. Demikian kira-kira yang bisa saya tangkap dari perjumpaan kami.

Mereka makan malam di lorong biara MSC Issoudun. Sore sebelumnya mereka berdoa di kubur P. Jules Chevalier. Mereka menjalankan ibadah dan sharing KS. « Kami tadi berdoa di kubur P. Jules Chevalier dan kami bersharing KS, » demikian kata kepala Sekolah itu kepadaku.  MSC sungguh-sungguh ada di hati kami,” demikian kata kepala sekolah itu lagi. Dia tak lupa memperkenalkan guru-guru dan anak-anak sekolah itu.  Sambil menunjuk masing-masing guru, dia berkata: “Ini guru matematika, yang ini guru music, yang itu guru Bahasa latin dan Yunani, yang di sana itu guru olah raga.

Saya sempat mencicipi makan malam mereka, berupa roti, keju, dan daging yang sudah dikeringkan. Mereka mengatakan bahwa di Austria sungguh terkenal dengan bir. Saya menyebut nama salah satu bir yang pernah saya minum ketika berada di Innsbruck ketika mengunjungi P. Stenly dan P. Givan, yakni Augustiner Weissbier. Mereka tersenyum-senyum ketika mendengar nama bir itu.

Mereka juga sempat bertanya kepada saya mengenai jumlah anggota MSC di Indonesia. Tentu setelah mengetahui bahwa saya berasal dari Indonesia. Mereka terkagum-kagum ketika mendengar jumlah anggota yang banyak. Mereka juga ingin mengenal jumlah bruder. Saya mengatakan kepada mereka kira-kira 30 orang. Sisanya adalah para imam dan skolastik.

Cerita-cerita sepenjang kurang lebih satu jam ditutup dengan lagu-lagu yang mereka lantunkan di Lorong biara. Mereka bernyanyi dengan penuh semangat dan sukacita. Malam itu mereka tidur di Hotell Inn Issoudun. Maklum tidak ada lagi hotel di biara MSC Issoudun. Keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan ke Satre-Perancis. “Jangan lupa kalau ke Sarzburg kontak saya,” demikian kata kepala sekolah itu kepadaku. Dia juga mengenal dengan sangat baik P. Hertanto dan P. Stenly Pondaag, MSC yang pernah studi di Innsbruck-Austria.

Oh yah, setelah lama bercerita malam itu, mereka menanyakan tempat minum bir di kota Issoudun. Saya menjelaskan kepada mereka agar pergi ke pusat kota. Rupanya cerita mengenai Augustiner Weissbier  mendorong mereka untuk menikmati bir di kota Issoudun sebelum mereka kembali ke negara asal mereka pada keesokan harinya.

 “Sampai jumpa pada tahun-tahun mendantang,” demikian kata kepala Sekolah itu ketika menyampaikan salam perpisahan kepadaku. Nama kepala Sekolah itu adalah Mr. Peter Porenta. Dia memberikan nomor hp-nya pada akhir perjumpaan itu.  Terima kasih atas pengalaman perjumpaan yang singkat namun penuh makna dan penuh suka cita ini. Yah  Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” Filipi 4:4

“Soyez ouvert, une simple rencontre peut complètement bouleverser votre vie, cela se produit tous les jours ! « Hendaklah senantiasa terbuka, pertemuan sederhana benar-benar dapat mengubah hidup Anda, itu terjadi setiap hari!

YONGKI WAWO, MSC

ISSOUDUN, 31 AGUSTUS 2021



Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug