Langsung ke konten utama

DOA DAN AFEKSI UMAT DI TANAH MISI



En ce jour d'entrée en carême, je te dis ma prière et toute notre affection cher fils. Notre maison est ta maison! Tu peux venir quand tu veux, tu le sais!
« Pada hari pertama dalam Prapaskah ini, saya panjatkan doa-doa saya dan kasih sayang kepada putra tersayang. Rumah kami adalah rumahmu juga! Engkau bisa datang kapan pun kau inginkan, kau tahu itu!




Itu adalah penggalan email singkat dari sebuah keluarga di Issoudun yang bernama « ROBIN-MICHEL » yang menganggap saya sebagai putra mereka. Setiap kali ketika bertemu dengan saya di Basilika Issoudun, ibu keluarga itu selalalu menyapaku dengan kata-kata : »mon fils »/ putraku. "Engkau bisa datang kapan pun kau inginkan, kau tahu itu!!" Kata-kata ini kalau untuk budaya Indonesia sangat biasa. Tapi kalau di Perancis, sungguh luar biasa. Mengapa? Di Perancis tidak ada yang namanya datang "sembarang" saja tanpa janji ke rumah orang. Semua serba "pasti" dan tidak ada yang "karena kebetulan lewat di depan rumah si A dan bisah singgah. Kalau mau singgah harus sudah ada janji jauh-jauh hari, karena masing-masing orang punya agenda dan kesibukan masing-masing. Kata-kata email dan sering kali ajakan langsung untuk datang kapan saja ke rumah Robin-Michel membuat saya ingat suasana di Indonesia yang lebih simple dan tidak formal. Yahh karena keluarag itu mengganggap saya sebagai bagian dari keluarga mereka "keluarga spiritual" Wah di negara sekular dengan semangat individualisme yang tinggi, tetap ada orang yang punya hati bagi orang lain. Saya melihat itu karena kualitas spiritual yang terjelma dalam praksis hidup mereka. 
Semangat doa keluarga itu patut diajungkan jempol. Mereka sungguh-sungguh memiliki iman yang mendalam. Bayangkan, di daerah gersang iman seperti Issoudun, tetap ada orang yang memiliki keputusan pribadi yang mendalam untuk bersatu erat mesrah dengan Yesus. Iman mereka bukan karena « ikut ramai ». Intimitas dengan Yesus sungguh terpancar dalam cara hidup mereka. Mereka boleh dibilang benar-benar « sakramen cinta Allah » di tengah semangat individualisme dan indifferentisme di negara sekular Perancis.
Ini semua bermula dari peran ibu keluarga (Robin). Dia yang berasal dari daerah Perancis utara bertemu dengan Michel yang berasal dari daerah Issoudun-Perancis tengah. Semangat katolik Robin akhirnya « tertular » kepada Michel. Michel sebelumnya bukan seorang katolik yang aktif. Namun dengan sabar Robin berdoa dan terus berdoa agar suaminya bertobat. Wah puji Tuhan, Michel akhirnya bertobat pada tahun 1994 lalu. Pertobatan itu diawali dengan ziarah ke Paray le Monial.
Semenjak pertobatan itulah, keluarga itu semakin menampakan « garam dan terang » bagi siapa saja. Yang pertama-tama bagi keluarga besar mereka. Anak-anak dan cucu-cucu begitu aktif dalam kehidupan gereja. Jarang sekali anak-anak di Perancis memiliki iman warisan dari keluarga. Keluarga-keluarga di Perancis menjunjung tinggi « kebebasan ». Sehingga tidak dengan otomatis kalau orang tua katolik dan anak-anaknya katolik. Hal ini juga mempengaruhi gaya pastoral di Perancis. Di sini tidak seperti di Indonesia yang menerapkan gaya pastoral « transmission. » Gaya pastoral yang diterapkan di sini adalah « propose la foi » atau menawarkan iman. Karena toh sekali lagi tergantung keputusan bebas serta kebebasan masing-masing orang. Syukurlah bahwa cara hidup Michel dan Robin berhasil memancarkan pengaruh yang luar biasa bagi anak-anak dan bahkan cucu-cucu. Michel dan Robin setia dalam misa harian karena usia pension. Sedangkan anak-anak dan cucu-cucu juga setia setiap hari Minggu datang ke Gereja (di basilica Issoudun atau di gereja paroki Issoudun). 

Pengaruh iman yang kuat dari keluarga Michel-Robin bahkan menginspirasi anak-anak muda yang sedang dalam proses “discernement vocationelle” atau keputusan panggilan dan meminta doa kepada keluarga ini. Tidak heran sejak saya berada di Issoudun sudah ada puluhan imam dari berbagai daerah di Perancis juga dari Asia dan Afrika datang berkunjung ke rumah keluarga itu yang sebelumnya meminta doa dari keluarga ini. Rumah yang diberi nama “Betania” ini dilengkapi dengan ruang tidur pastor yang hendak menginap, kapela kecil dilengkapi tabernakal atas izinan uskup agung Bourges pada suatu masa. Wahhh luar biasa….
Saya baru satu kali datang ke rumah itu dalam suatu jamuan makan siang akhir tahun lalu.  Saya sungguh merasa ada l’ambiance fraternelle atau suasana persaudaraan yang kental. Karena mereka memang benar-benar mau sehati dan sejiwa dengan para imam. Saat itu dia menyerahkan amplop untuk intensi misa bagi seorang imam Cameroun yang akan ditahbiskan menjadi uskup. Dia meminta saya mendoakan dalam suatu perayaan ekaristi. Yahh begitulah dalam usia pension, waktu yang ada mereka pakai sebaik mungkin untuk bersatu erat mesrah dengan Tuhan. Isi doa mereka bukan untuk kepentingan diri mereka sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Bahkan Michel yang sudah lama menderita sakit kanker setia berdoa bersama Robin. Semangat doa mereka tidak padam walau sakit yang dialami, justru itu terus membakar semangat iman yang semakin menyala-nyala. Semoga semangat doa dan afeksi keluarga ini menginspirasi keluarga-keluarga kita untuk secara tulus berdoa dan memberi “suka cita kepada siapa saja” apa pun keadaan kita. Sakit bukan jadi alasan untuk tidak berbagi kasih kepada orang lain.
        Issoudun-Perancis, 1 Maret 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug