Bersama Marie-France di Angers-Perancis |
Selama 5 bulan dua imam msc
India (Martin, Sebastian), dan saya tinggal di pastoran St. Joseph Angers untuk
belajar di UCO-Angers. Selamat tinggal di tempat itu, banyak kenanangan yang
terukir. Ada saat di mana kami bisa berkenalan dengan banyak umat Angers yang
ramah-ramah, sama seperti pastor parokinya, pastor Gilles Crand, pr. Kini kami
tidak lagi berada di Angers. Kami sudah tinggal di Issoudun untuk mulai tahap
baru kehidupan kami sebagai misionaris di tempat lahir tarekat MSC.
Hari-hari
ini kami mulai membiasakan diri dalam kegiatan pastoral dan pelayanan di
komunitas MSC Issoudun. Walau kami sudah berada di Issoudun namun ternyata
kenanganan « indahnya » kebersamaan bersama umat Angers memang
membekas dalam diri kami maupun dalam diri umat Angers. Maklum daerah
Angers-Perancis Barat merupakan daerah katolik kental. Saya sempat menulis
kesan-kesan ini dalam majalah Annales edisi maret 2017 dan juga memberi
kesaksian tentang gereja dan mentalitas orang Perancis di hadapan para
konfrater MSC peserta assemble provinciale Perancis-Swiss
pada bulan Februari lalu. Sampai saat ini umat Angers begitu aktif. Ada
berbagai gerakan, dll. Yah itu semacam « dorangan » bagi kami untuk
bermisi di Issoudun, bahwa walau negara Perancis begitu sekular, namun toh
masih ada orang yang terbuka hati kepada Yesus Kristus. Kata-kata Yohanes Paulus
II di awal pelayanannya sebagai Paus: “Jangan takut; buka dengan lebar
pintu-pintu bagi Kristus” cocok disematkan kepada umat yang begitu terbuka hati
kepada Kristus di tengah-tengah gempuran semangat individualisme,
intelektualisme, dan indifferentisme.
Kemarin, seorang umat Angers yang
bernama Marie-France berumur 80-an tahun menulis email kepada saya. Kebetulan
pada saat perpisahan bulan januari lalu dia meminta email saya. Ketika saya berada di Angers, dia banyak berkisah
mengenai kehidupan gereja di Perancis kepada saya. Dalam
pandangannya dia melihat bahwa:” saat ini
ketika orang Perancis pergi ke Gereja itu benar-benar sebuah keputusan iman
yang begitu kuat. Bukan ikut arus atau ukut ramai seperti pada masa lalu ».
Kira-kira begini isi emailnya : »Kemarin
saya pergi ke rumah Marie-Thérèse Labbė. Dia masih merasa terharu dengan
kunjunganmu pada waktu lalu. Sukacitanya masih membekas. Dia
memberi salam kepada anda. Sejak hari rabu abu saya bersatu dengan anda dalam
doa agar kita sama-sama menyambut paskah yang cerah. Anda ada di hati kami umat
Angers, yang mengharapkan agar anda bisa datang ke sini suatu waktu nanti.”
Lalu
Siapakah Marie-Thérèse Labbė
yang memberi salam kepada saya ? Sedikit
cerita mengenai Marie-Thérèse Labbė . Dia adalah seorang umat Angers
berumur 90 tahun tetapi masih begitu sehat dan memiliki iman yang mendalam. Dalam
usia tua dia begitu setia mendampingi suami yang sudah sakit-sakit. Suatu waktu dia mengundang Martin, Sebastian, dan saya
ke rumah mereka di Angers. Saya merasakan “suasana hangat” dalam keluarga itu. Dia bercerita panjang lebar mengenai iman,
harap, dan kasih. Bagi keluarga itu, Bunda Hati Kudus adalah bunda yang selalu
memperhatikan mereka. Ada banyak mujizat yang meraka alami. Mereka membaktikan
secara khusus devosi kepada Bunda Hati Kudus setiap hari sejak usia muda.
Setiap tahun mereka ikut serta dalam ziarah tahunan di Issoudun. Tahun lalu,
bulan September, mereka masih sempat ikut dalam ziarah tahunan di Issoudun.
Wahhh sudah tua tapi masih begitu semangat dalam hal iman. Anak-anak mereka juga
begitu semangat dalam kehidupan menggereja. Ada yang terlibat dalam koor, dll.
Ada seorang cucu mereka
yang lama belum memiliki pasangan, akhirnya bisa menikah dengan orang Spanyol
yang taat beragama juga. Cucunya itu ketika berlibur di Spanyol hanya
berpapasan di jalan dengan seorang cowok Spanyol. Ternyata cowok itu adalah
seorang katolik aktif. Wahhh….oma Marie-Thérèse LabbÄ— melihat itu semua sebagai jawaban doa-doa
bersama Bunda Hati Kudus kepada Yesus. Ada juga cerita-cerita lain yang
menunjukkan iman, harap, dan kasih dari keluarga itu.
TERIMA kasih atas kesaksian
iman anda semua umat Angers. Saat ini saya tinggal di mana gelar Bunda Hati
Kudus kepada Maria pertama kali diberikan oleh Jules Chevalier. Saya diajak
untuk terus mengobarkan semangat yang sama. Umat yang sudah tua saja rela
jauh-jauh datang ke Issoudun, saya yang tinggal di tempat “Bunda Hati Kudus”
harus memanfaatkan momen untuk semakin bersatu erat mesrah dalam pelukan sang
Bunda dalam hari-hari hidup sebagai seorang misionaris hati Putra-Nya. Amin
Komentar
Posting Komentar