Langsung ke konten utama

KISAHKU AWAL BULAN NOVEMBER 2017


Bagi orang Perancis, perayaan semua orang kudus “la Toussaint” adalah moment yang sungguh-sungguh special. Hari itu digunakan sebaik-baik untuk berziarah ke makam-makam keluarga mereka. Hal ini dilakukan oleh siapa saja (baik orang katolik maupun atheis sekalipun). Dengan demikian di mata orang Perancis pada umumnya, hari raya semua orang kudus agaknya lebih condong pada perayaan “hari arwah” karena pada tanggal 1 november yang merupakan hari libur nasional dan dipakai sebaik-baiknya oleh orang perancis untuk kunjungan ke makam-makam. 


Hari itu, 1 november 2017 cuaca cerah sepanjang hari di kawasan yang sering disebut la champagne de Berrichonne”. Suasana kota Issoudun pada awal bulan November 2017 sungguh berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Biasanya setiap tahun, menjelang perayaan « la toussaint » kota Issoudun « disulap »  jadi semacam kawasan Ancol-Jakarta yang riuh ramai setiap sore sampai malam dengan berbagai wahana permainan anak-anak dan orang dewasa. Puncak keramaian pada tanggal 1 november, karena pada tanggal itu ada pasar murah. Para pedagang datang dari berbagai daerah. Itulah yang kerap disebut « la foire de la Toussaint. »


Bagi yang masih mempraktekan hidup beragama, saat itu dipakai untuk pergi ke gereja, ikut serta dalam perayaan ekaristi. Pada perayaan « la toussaint » saya mendapat kesempatan untuk pergi memimpin misa di St. Valentine, sekitar 20 km dari Issoudun. Saya ditemani oleh ibu Suzane. Maklum saya belum memiliki SIM Perancis. Oleh karena itu pada pagi hari, 09:00 bersama ibu Suzane, kami pergi ke desa itu karena perayaan ekaristi berlangsung pada pukul 09:30. Tepat pukul 09:30, perayaan ekaristi dimulai dan ada sekitar 40-an umat yang hadir. Lumayan. Hadir juga dalam perayaan ekaristi pemimpin pemerintah desa setempat. Dia menjelaskan kepada saya mengenai perawatan gereja. Gereja di desa itu  selalu tampak tertata rapih karena dia membayar pekerja untuk selalu memperhatikan kebersihan gereja setiap hari. Di samping itu dia menyiapkan buku pengunjung. Di Perancis memang begitu. Urusan bangunan gereja bukan masalah umat. Bangunan gereja adalah urusan pemerintah. Kalau pejabat pemerintah desa atau kota setempat “mempratekan agamanya” maka bangunan gereja biasa lebih terawat. Maklum semua bangunan gereja yang dibangun sebelum tahun 1905 adalah milik pemerintah.  Ohh yahh...St. Valentine adalah sebuah desa touristik. Puncak keramaian dan banyaknya tourist di desa itu biasa pada bulan februari, terlebih pada perayaan HARI KASIH SAYANG, 14 februari. Para tourist dari ASIA (Korea, China, dan Jepang) juga sering mampir ke tempat itu.


Setelah misa, kami kembali ke Issoudun. Karena masih banyak waktu luang, kami sempat berkeliling mengitari kawasan di luar kota Issoudun untuk sekedar menikmati keindahan alam dan hamparan pertanian yang super luas pada musim gugur. « Sekarang, kalau petani hanya memiliki 100 hektar area pertanian itu dikatakan adalah petani kelas bawah, » kata ibu Suzane kepadaku. Dia menambahkan « Dengan adanya kemajuan teknologi, 100 hektar hanya dikerjakan oleh satu orang. Dahulu, dikerjakan secara manual. Dengan demikian, ada kawasan di mana para petani gunakan untuk memelihara ternak seperti domba dan sapi. Dengan demikian pada masa lalu, ada banyak sekali domba dan sapi di kawasan yang luas ini.”Ohh…itulah sebabnya perusahan tas mahal “Louis Vuitton” yang diburu oleh ibu-ibu dan gadis-gadis itu ada di Issoudun. 


Pada sore hari, bersama komunitas MSC Issoudun, kami mengunjungi makam para konfrater MSC yang telah meninggal dunia di pekuburan umum kota Issoudun. Menarik sekali. Pekuburan kota memang ditata sangat rapi sehingga tidak sama sekali menimbulkan suasana “seram”. Banyak sekali pengunjung di pekuburan Issoudun sore itu. Di hampir semua kubur ada bunga-bunga yang dibawa oleh keluarga masing-masing. Untuk kubur para konfrater MSC, tampak nama-nama konfrater yang hidup pada masa pater pendiri. Misalnya dua putra Maria Louise Hartzer (pendiri suster PBHK bersama P. Jules Chevalier). Mereka adalah pastor-pastor MSC pada zaman pater pendiri. Mereka adalah Fernand Hartzer yang meninggal pada 1932, dan Leopold Hartzer yang meninggal pada tahun 1930. 


Pada tanggal 2 november 2017, saya berkesempatan untuk memimpin misa di komunitas suster PBHK Issoudun. Suster Germaine, superior komunitas meminta saya agar merayakan misa lebih awal, yakni pukul 10:00, sehinga ada kesemptan untuk membaca nama-nama suster yang meninggal pada tahun ini. Ada kira-kira 20-an suster yang meninggal pada tahun ini. Maklum harapan hidup yang panjang membuat mereka meninggal pada umur rata-rata 83 tahun. Semoga para konfreter MSC dan suster PBHK yang telah meninggal dunia beristirahat dalam damai di kerajaan Allah Bapa di surga. Amen


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug