MISI...yahhh Kita sudah sangat
akrab dengan kata ini. Sering kita mendengar cerita-cerita dari oma dan opa
kita mengenai misi gereja awal. Mereka menyebut nama-nama para missionaris Eropa
yang rela meninggalkan tanah air mereka untuk “misi” di belahan dunia lain. Daerah dan tempat tinggal para missionaris Eropa
sering disebut “tanah misi.” Sekali meninggalkan dermaga, mereka berlayar ke
tanah misi berbulan-bulan. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi di tanah
misi. Mereka tinggalkan tanah air mereka dan rela mati di tanah misi, karena
sering kali terjadi bahwa tanah misi masih begitu “buas”-baik dari segi geografis
maupun dari segi demografis (alam dan orang-orangnya). Yahh begitulah kira-kira reaksi spontan pertama ketika mendengar kata
“misi.”
Jules Chevalier pun ketika membalas
surat kardinal Simeoni untuk memulai misi pertama di Melanesia, memiliki reaksi
yang sama. Dia berpikir bahwa di « tanah misi » para konfraternya
akan mengalami rupa-rupa kesulitan, karena iklim tropis yang sangat berbeda
dengan iklim benua eropa dan menjumpai orang-orang dengan karakter keras. Namun demikian karena ada suatu keyakinan yang
kokoh, Jules Chevalier tidak gentar. Dalam bagian akhir surat kepada kardinal
Simeoni, bersama Bunda Maria dia berkata : »Aku ini Hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu. »
Dan bersama santo
Petrus dia menulis : »Atas
perintah-Mu akan kutebarkan jalaku.”
Apa yang menggerakan Pater Jules Chevalier sehingga dia tidak takut
mengutus para konfrater ke tempat misi yang sulit? Tentu semua berangkat dari
suatu keyakinan yang kokoh, JULES CHEVALIER, bahwa DEVOSI KEPADA Hati Kudus Yesus adalah obat penyembuh penyakit zaman. Bapa pendiri kita
melihat « misi » keluarga Chevalier tidak lain adalah menyebarkan
devosi Hati Kudus Yesus… “Berhadapan dengan bebagai penyakit zaman, Jules
Chevalier melihat adalah perlu sekali membawa orang ke dunia baru. "Dari
hati Kristus, Jules Chevalier melihat dunia baru muncul ..." Itulah
obat mujarab yang menurutnya mampu mengikis penyakit-penyakit zaman yang meninahbobohkan
manusia pada semangat cinta diri, indiferentisme, hedonisme, dan isme-isme lainnya.
Di atas semuanya adalah devosi Hati Kudus Yesus baginya adalah jawaban terhadap
penyakit zaman utama: rasionalisme dan
egoisme (dalam arti: Aku sendiri memutuskan apa yang baik dan apa yang
harus saya percayai dan lakukan). Alasan
dan kebebasan adalah dua entitas yang, dalam konteks ini, menjadi
kejahatan.
Tidak heran motto
keluarga Chevalier yang dipilih adalah :” Ametur
ubique terrarum Cor Jesu Sacratissimum"-May the Sacred Heart of Jesus be
everywhere loved!”
Perlu diingat
bahwa Devosi kepada Hati Kudus Yesus sudah populer di gereja Perancis (1873:
Sacred Heart Basilica, Montmartre). Tetapi Jules Chevalier memiliki refleksi yang “khas” sebagaimana ditulis
oleh P. Braun:
"Bagi Jules Chevalier, devosi kepada Hati Kudus
adalah inti kekristenan, pusat di mana semua menyatu, rangkuman dari segalanya,
ia meliputi segala sesuatu dan jawaban untuk segalanya."
Itu pertama
"penemuan pribadi yang, dari awal, menghubungkan ke misteri inkarnasi
misteri epiphany, manifestasi dari kasih Allah dalam Kristus Yesus, dengan hati
manusia, hatinya terbuka untuk semua."
Hati Kudus adalah
"seluruh pribadi Yesus" seperti Fr Chevalier tidak pernah lelah
mengatakan dan mengulangi. Dan Yesus
adalah kasih Allah yang menjelma, “inkarnasi" dalam kemanusiaan.
Bagaimana Jules
Chevalier sampai pada keyakinan di atas?
1.
Misi bermula dari pengalaman rohani yang mendalam
Tanpa pengalaman rohani yang mendalam tidak mungkin seseorang rela mengabdikan
diri untuk Tuhan dan sesama. Pengalaman rohani ibarat « api « yang
membakar dan memberi kekuatan. Jules Chevalier pun demikian. Sejak kecil sudah
ada bibit semangat membara untuk mengabdikan diri bagi Tuhan dan sesama. Kita tahu
bahwa selama masa kanak-kanak hingga masa remajanya Jules Chevalier masih mengalami
gejolak Revolusi Perancis (tahun 1789). Dia
lahir pada tahun 1824, hanya 35 tahun setelah semua peristiwa ini telah
dimulai. Di masa kecilnya, dia mengalami
segala konsekuensi itu.
Di Richelieu, tempatnya lahir, seluruh bangunan kastil diruntuhkan oleh
para revolusioner. Jules muda tahu betul betapa reruntuhan batu
kastil dijual kepada penawar tertinggi. Gereja...
kastil... di matanya, adalah contoh
miniatur dari masyarakat yang telah kehilangan identitas.
Seluruh negara,
seluruh sistem sosial telah runtuh.
Pencarian untuk kesetaraan telah dihasilkan keinginan untuk
menghilangkan segala bentuk privilege-pemuka-pemuka, yang kaya, para imam,
serta intelektual, para ulama dikejar,
ditangkap, dipenggal. Pada saat Jules
Chevalier lahir, kehebohan itu sudah meredah.
Tapi ibunya dibesarkan oleh seorang bibi yang telah dipenjarakan karena
Ia dituduh menyembunyikan imam. Kenangan
keluarga sering meninggalkan lebih dari tanda, terutama untuk anak-anak,
seperti Jules Chevalier.
Kita sudah bisa menebak apa yang akan menjadi reaksi Jules Chevalier
sepanjang hidupnya. Karena tidak ada
yang tampak tertentu, ia berbalik naluriah terhadap apa yang kekal dan
tertentu: Allah. Anak itu sangat saleh,
bangun awal untuk melayani misa, tidak segan menawarkan bantuan kepada imam
dengan apa pun. Ada di sini lebih
daripada hanya lewat sentimen seperti yang sering terjadi dengan
anak-anak. Jules mulai cukup mampu untuk
bekerja sebagai pembuat sepatu, menjual bunga kecil, namun memakan waktu. Pada masa itu, anak-anak bekerja 10 jam
sehari. Yang meninggalkannya sedikit
waktu luang. Dan jika ia harus bangun
awal untuk menghadiri Misa, ia tidak pernah punya waktu untuk bermain dengan
anak-anak sebaya. Semuanya itu ada harapan
bahwa satu hari nanti dia bisa masuk seminari. Tidak heran sementara
memperbaiki sepatu bahwa ia belajar bahasa Latin sebagai syarat untuk masuk
seminari.
Cita-citanya
terwujud. Dia bisa masuk seminari. Selama di seminari tinggi Bourges dia mengolah
hidup rohaninya sedemikian rupa dengan berbagai bimbingan rohani, bacaan
rohani, serta studi yang serius tentang pokok-pokok teologis. Dia akrab dengan devosi kepada
kepada Hati Kudus Yesus sejak kecil, tapi saat mempelajari Kristologi di
Seminari di Bourges, Prancis, ruang
lingkup, penting dan relevanya masuk ke dalam kalbunya. 'Doktrin ini langsung masuk ke dalam hati saya. Semakin jauh saya masuk
ke dalamnya, semakin banyak luapan hati baru yang saya alami di sana
'(Chevalier 1989: 13).
Bukan hanya itu, dia juga berusaha menulis ide-idenya tentang Hati Kudus
dan Bunda Hati Kudus, walau pun menurut Piperon, Jules Chevalier bukanlah
seorang yang pandai, tetapi seorang pekerja keras. Hal itu membawanya pada
cinta tak berkesudahan akan « devosi kepada Hati Kudus Yesus. » Bacaan rohani
yang paling diminatinya adalah adalah buku-buku mengenai Margareta Maria Alacoque
yang ditulis oleh uskup Languet. Dalam Persoanal Notes-nya, Jules Chevalier
menulis : »tulisan tersebut membangkitkan
dalam diriku hasrat untuk menjadi rasul devosi ini yang diberikan sendiri oleh
Tuhan kepada dunia, sebagai sarana untuk menguduskannya dan yang Ia inginkan
agar disebarkan di mana-mana. »[1]
2. Misi untuk mengantar semakin banyak orang untuk
bersatu-erat mesrah dengan Tuhan dan erat satu sama lain
DENNIS J. MURPHY MSC menulis “mission is not merely a matter of
spreading information; nor merely a matter of something we do for
others; it is something we are.”
Jelaslah bahwa yang dimaksudkan dengan penyebaran devosi Hati Kudus Yesus bukan
pertama-tama penyebaran bidang kultus dan doa-doa, melainkan “kesaksian hidup
atau gaya hidup kita sebagai putra-putri keluarga Chevalier.” Dengan kata lain
misi kita adalah memberikan kesaksian hidup dalam samudera iman, harapan dan
kasih yang kepada Yesus Kristus-baik secara pribadi maupun secara bersama-sama
dalam hidup komunitas. Kita memberikan kesaksian sebagai orang-orang yang mengalami
“pertobatan hati.” Dengan demikian kita tidak memberikan kesaksian lewat
kata-kata melainkan dari hati yang terpancar dalam cara hidup kita setiap hari.
3. Misi tanpa batas
Hidup dalam semangat “pertobatan
hati” yang mencerminkan iman yang kokoh akan Yesus
itu harus punya dampak atau efek di dalam masyarakat, lingkunganan, tempat
kerja, dan lain-lain di mana kita hidup. Itulah
yang dimaksudkan dengan misi “penyebaran devosi Hati Kudus Yesus» tanpa batas.
Implikasi untuk
Keluarga Chevalier :
Iman itu perlu dipupuk hari demi hari. Iman yang kokoh tidak sekali jadi. Para
kudus yang terkenal pun menyadari hal itu. Ada pengalaman “malam gelap” seakan-akan
tidak berdaya dalam menghadapi berabagai problem hidup setiap hari. Ada saat di
mana kita merasa begitu merasa dekat dengan Tuhan. Begitulah kenyataan yang
tidak boleh kita hindari. Semuanya lewat proses….yahh proses. Kita sebagai
« carang-carang » mendapat asupan hidup « rahmat » dari
pokok anggur sejati, Yesus Kristus. Agar semangat hidup iman kita semakin kokoh
kuat sedapat mungkin kita harus terus mendedikasikan waktu dan energi untuk
selalu meningkatkan intimitas dengan sang pokok anggur itu. Rahmat yang
mengalir itu mengubah hidup kita, dan dengan demikian kita juga « menjadi
alat di tangan-Nya untuk menggemakan bahwa Allah adalah Kasih »…Jadi, yang
kita sebarkan bukan informasi mengenai kumpulan doa-doa devosi, melainkan cara
hidup yang menunjukan intimitas cinta dan iman yang total kepada Yesus Kristus.
REFLEKSI:
REFLEKSI:
Iman, harapan, dan kasih merupakan kesatuan.
Pengharapan terungkap dalam
keutamaan kesabaran, yang walaupun tak berhasil tetap tekun dalam kebaikan dan
dalam keutamaan kerendahan hati.
Iman menunjukan kepada kita bahwa Allah adalah
Kasih sebagaimana telah Dia tunjukkan lewat penyerahan Putra-Nya.
Allah
mengubah ketidaksabaran dan keraguan kita dalam pengharapan bahwa bahwa dunia
ada di dalam tangan-Nya dan Dia menang dalam kemuliaan. Iman kepada Allah
menciptakan kasih.
Kasih adalah cahaya-pada akhirnya satu-satunya-yang setiap
kali menerangi dunia yang gelap dan memberi kepada kita keberanian untuk tetap
hidup dan bertindak. Kasih bisa kita laksanakan karena kita diciptakan seturut
citra Allah. Mewujudkan kasih dan dengan demikian memasukan cahaya Allah ke dalam dunia (DEUS CARITAS EST, 39)
Komentar
Posting Komentar