Langsung ke konten utama

DARI LUKA SAMPING KE HATI YESUS Jejak Para Bapa Gereja dalam Spiritualitas Hati Kudus

 

Tableau Sacre Coeur De Jesus | The Art Avenue 

1. Pendahuluan: Hati yang Tersembunyi dalam Sejarah

Ketika Pater Jules Chevalier menulis Le Sacré-Cœur de Jésus, ia tidak sekadar menyusun risalah devosi. Ia sedang menelusuri sebuah jejak panjang: dari Injil Yohanes, dari para Rasul, dari Bapa Gereja hingga ke zamannya sendiri — untuk menunjukkan bahwa devosi kepada Hati Yesus bukanlah penemuan baru, melainkan denyut batin Gereja sejak awal mula.

Dalam bagian “Les Pères de l’Église”, Chevalier mengajak kita menengok kembali sejarah yang hidup — sejarah yang berdenyut dalam darah para martir dan doa para kudus. Di sana, ia menemukan Hati Yesus: tersembunyi dalam simbol-simbol Kitab Suci, dirasakan dalam doa para Bapa Gereja, dan dihayati dalam kehidupan umat beriman yang sederhana.

Menurut Chevalier, para Rasul tidak langsung berbicara tentang Cœur de Jésus secara eksplisit. Mereka harus lebih dahulu mewartakan bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia. Tetapi meski Hati itu belum disebut, segala yang mereka tulis berdenyut dengan kasih-Nya. Maka, benih devosi kepada Hati Kudus telah ditanam di jantung Gereja sejak awal, dan akan tumbuh sepanjang sejarah hingga menjadi bunga rohani yang mekar di Issoudun.

 

2. Para Rasul dan Gereja Perdana: Hikmat yang Menyembunyikan Misteri

Chevalier membuka refleksinya dengan suatu pengamatan halus:

“La prudence seule leur imposait cette réserve…” — Kebijaksanaanlah yang membuat para Rasul menyembunyikan rahasia Hati Yesus.

Ia mengutip Injil Yohanes: “Ille vos docebit omnia… docebit vos omnem veritatem” (Yoh 14:26; 16:13) — Roh Kuduslah yang menuntun mereka kepada seluruh kebenaran. Para Rasul tahu, belum waktunya mengungkapkan seluruh kedalaman kasih Allah yang berpancar dari Hati Putra-Nya. Mereka meletakkan dasar: mewartakan bahwa “Allah adalah kasih” (1Yoh 4:8), dan bahwa kasih ini berpuncak di salib, di mana Hati Yesus menjadi altar kasih dan rahmat.

Chevalier menegaskan: bila para Rasul tidak menulis secara eksplisit tentang Hati Kudus, bukan berarti mereka tidak mengetahuinya. Justru karena mereka telah “diperkenalkan dalam ilmu Kitab Suci dan semua simbolnya” (initiiés à la science des saintes Écritures et à tous les symboles), mereka tahu bahwa banyak lambang dalam Alkitab menunjuk kepada Hati Kristus: batu karang yang mengeluarkan air, bait suci yang menjadi tempat kehadiran Allah, dan sumber air hidup yang mengalir kepada umat beriman.

Maka sejak awal, Hati Yesus adalah misteri yang diimani sebelum disebutkan.
Ia adalah api yang menyala di bawah abu, rahasia yang kelak dinyatakan dalam waktu yang tepat.

3. Benih Devosi dalam Gereja-Gereja Awal

a. Lyon: Darah para martir dan sumber air hidup

Chevalier menelusuri jejak pertama devosi ini di Gereja Lyon, didirikan oleh murid Santo Polikarpus, yang adalah murid Santo Yohanes Rasul. Dalam surat yang dikaitkan dengan Santo Ireneus, diceritakan tentang diakon Sanctus yang “fortifié par la source céleste de cette eau vive qui coule du Cœur du Christ” — dikuatkan oleh sumber surgawi air hidup yang mengalir dari Hati Kristus.

Bagi Chevalier, kesaksian ini luar biasa: di tengah darah dan penderitaan, para martir Lyon menemukan mata air kekuatan dari Hati Yesus yang tertusuk. Mereka minum dari “sumber air hidup” (Yoh 4:14), dan dengan itu menjadi saksi kasih hingga darah terakhir.

Tak heran, berabad-abad kemudian, para uskup Lyon menggemakan kembali warisan ini ketika mereka mempersembahkan provinsi mereka kepada Hati Kudus:

“Ardentissimo Cordi tuo nos universum clerum consecramus… ut Irènei et Polycarpi discipuli ex hoc fonte caritatem pastoralem hauriamus.”
(Kepada Hati-Mu yang bernyala kasih, kami mempersembahkan seluruh klerus, agar seperti murid-murid Ireneus dan Polikarpus, kami menimba kasih pastoral dari sumber itu.)

Di Lyon, Hati Yesus telah menjadi sumber kekuatan pastoral dan darah kesetiaan Gereja.

 

b. Autun: Inskripsi dari kubur kuno

Masih di tanah Galia, Chevalier mengingat penemuan tahun 1839 di Autun: sebuah inskripsi dari akhir abad ke-2 yang berbunyi,

“Le céleste ICTUS, Fils de Dieu, du fond de son Cœur sacré, a rendu des oracles…”
(Sang Ichtus surgawi, Putra Allah, dari kedalaman Hati-Nya yang kudus, telah berbicara dan mengambil kehidupan manusia di tengah dunia.)

P. Jules Chevalier menulis: 

“Gereja Lyon bukanlah satu-satunya yang, pada masa-masa awal itu, memberikan penghormatan kepada Hati Kudus Yesus.
Sebuah penemuan yang amat berharga bagi kita ditemukan pada tahun 1839 di pemakaman kuno kota Autun. Di sana terdapat prasasti terkenal yang berasal dari akhir abad ke-2, yang berbunyi demikian:

“Sang ICTUS surgawi — Putra Allah — dari kedalaman Hati-Nya yang kudus telah menyampaikan sabda ilahi dan mengambil di tengah manusia kehidupan yang fana.
Sahabat, segarkanlah jiwamu dalam air ilahi, di sumber tak berhingga dari kebijaksanaan yang melimpah harta. Ambillah santapan yang manis seperti madu dari Sang Penyelamat para kudus; ambillah, makanlah dan minumlah: ICTUS kini berada di tanganmu.” Kata “ICTUS” (atau IXTUS) berarti ikan, lambang rahasia bagi Kristus, “Poisson mystique” — Sang Ikan mistik, yang bagi umat perdana melambangkan Yesus Kristus, Putra Allah, Juruselamat (Iesous Christos Theou Uios Sōtēr).”

 

Bagi Chevalier, batu nisan kuno ini adalah bukti arkeologis cinta Hati Yesus di Gereja purba. “Ichtus” (ikan) adalah lambang Kristus, dan disebut bahwa Ia berbicara “du fond de son Cœur sacré”. Artinya, sabda dan kehidupan mengalir dari Hati Allah yang berbelas kasih.
Devosi kepada Hati Yesus bukanlah sekadar perasaan lembut, tetapi kesadaran akan sumber kebijaksanaan dan kehidupan yang mengalir dari dalam diri Kristus.

4. Afrika dan Aleksandria: Luka Samping sebagai Sumber Gereja

Chevalier kemudian mengajak kita ke Afrika Utara, tempat para Bapa Gereja besar menafsirkan luka samping Yesus sebagai asal mula Gereja dan sakramen.

  • Tertulianus melihat dalam tidur Adam lambang kematian Kristus: dari luka di sisi-Nya lahir Gereja, “veram matrem viventium” — ibu sejati dari semua yang hidup.
  • Santo Siprianus menambahkan: “Charte du pardon fut scellée du sceau de la plaie latérale” — Piagam pengampunan dimeteraikan dengan luka samping Kristus.
  • Santo Athanasius menyebut luka itu sebagai sumber penebusan dan penyucian: “Redemptio per sanguinem, emundatio per aquam.”

Bagi mereka, luka samping bukan sekadar tanda penderitaan, tetapi gerbang menuju misteri kasih ilahi. Dari situ mengalir air pembaptisan dan darah Ekaristi — dua sakramen yang melahirkan dan memelihara Gereja.

Chevalier menulis, “Ils la confondissent avec le Cœur de Jésus lui-même” — para Bapa Gereja ini menyatukan luka itu dengan Hati Yesus sendiri. Maka, dari luka terbuka itu, Gereja lahir; dari Hati yang tertusuk, dunia diselamatkan.

 

5. Dari Luka Menuju Hati: Perkembangan Simbol Kasih

Perlahan, dalam kesadaran iman Gereja, luka samping mulai dipahami bukan hanya sebagai pintu, melainkan sebagai jalan menuju Hati Kristus.

Santo Yohanes Krisostomus menulis dengan keindahan yang menggugah:

“Le soldat ouvrit le côté du Christ, et nous ouvrit l’entrée du Saint des saints.”
(Prajurit itu membuka sisi Kristus, dan membuka bagi kita jalan menuju Ruang Maha Kudus.)

Bagi Krisostomus, luka di sisi Kristus adalah pintu surga, dan di balik pintu itu terdapat “trésor incomparable” — harta tak ternilai, yaitu kasih Hati Yesus. Maka luka menjadi tanda kasih yang menampakkan jantung ilahi, tempat Gereja lahir, sakramen mengalir, dan jiwa beristirahat.

Chevalier menafsirkan ini sebagai transisi rohani: luka membawa kita ke Hati, dan Hati membawa kita ke Allah.

 

6. Hati Yesus dalam Refleksi Santo Agustinus

Dalam abad kelima, Santo Agustinus menjadi suara paling mendalam. Ia menulis:

“Longin m’a ouvert, par sa lance, le côté du Christ… J’y suis entré et j’y goûte un repos assuré.”
(Longinus telah membuka sisi Kristus dengan tombaknya. Aku masuk ke dalamnya dan menemukan di sana perhentian sejati.)

Bagi Agustinus, luka Kristus adalah pintu kasih, dan Hati-Nya adalah tempat istirahat bagi jiwa yang gelisah. Dari sana ia melihat “misericordia Dei” — rahmat yang meluap dari kedalaman hati Tuhan.

Dalam komentarnya atas Yohanes 19:34, Agustinus menegaskan: Injil tidak berkata bahwa tombak “melukai”, tetapi bahwa ia “membuka” (aperuit). Karena itu, dari sisi yang terbuka itu mengalir sakramen-sakramen Gereja — “unde sacramenta Ecclesiae manaverunt.”
Luka yang terbuka adalah “ostium vitae” — pintu kehidupan, di mana umat beriman masuk dan menemukan kehidupan sejati.

Chevalier melihat dalam teks ini puncak patristik devosi Hati Kudus: Gereja, sakramen, rahmat, dan kasih — semuanya berpangkal pada Hati Kristus yang terbuka di salib.

 

7. Dari Para Bapa ke Chevalier: Hati Sebagai Sumber Gereja

Melalui seluruh jejak sejarah ini, Chevalier menyimpulkan bahwa spiritualitas Hati Kudus adalah kesinambungan alami dari iman para Bapa Gereja.
Mereka berbicara tentang luka, air, dan darah; ia berbicara tentang Hati. Namun, substansinya satu: kasih yang memancar dari pusat diri Kristus.

Bagi Chevalier, Hati Yesus adalah simbol sekaligus realitas hidup Gereja.

“C’est le foyer de l’amour et de la vie, le centre de tout.”
(Itulah pusat kasih dan kehidupan, sumber segala sesuatu.)

Dari sinilah Gereja menerima hidup, para imam menimba semangat, dan para misionaris mendapat daya pengutusan. Dalam Hati Kristus, dunia menemukan kembali sumber rahmat dan kedamaian.

 

8. Inspirasi bagi Para Pengikut Jules Chevalier Hari Ini

Apa makna semua ini bagi para pengikut Hati Kudus zaman ini?

Pertama, kita diundang kembali ke sumber: kepada Hati Yesus yang tertusuk, sumber kasih dan kehidupan. Dalam dunia yang terpecah dan haus kasih, Chevalier mengingatkan bahwa karya kerasulan lahir dari kontemplasi Hati.

Kedua, kita diingatkan bahwa spiritualitas Hati Kudus bersifat Gerejawi. Sama seperti para Bapa Gereja melihat luka samping sebagai asal sakramen dan kelahiran Gereja, Chevalier mengajarkan bahwa setiap karya pelayanan harus berakar dalam Hati Kristus — bukan hanya perasaan, melainkan sumber perutusan.

Ketiga, bagi dunia modern yang mudah kehilangan makna penderitaan, Hati Yesus mengajarkan bahwa kasih sejati selalu terluka. Dari luka itu justru mengalir air hidup bagi dunia. Seperti kata Santo Agustinus, “O mors unde mortui reviviscunt!” — Wahai maut, dari sanalah para mati bangkit kembali!
Dalam luka-luka dunia, kita dipanggil menemukan Hati Tuhan yang terus berdenyut bagi manusia.

Il nous a aimés», l'encyclique du Pape sur le Sacré-Cœur de Jésus - Vatican  News 

9. Ajakan Doa: Menemukan Hati di Balik Luka

Mari kita dengarkan gema doa Bapa Gereja yang dikutip Chevalier:

“Inveni cor meum ut orem Deum meum… et ego inveni Cor Regis, fratris et amici benigni Jesu.”
(Aku telah menemukan hatiku untuk berdoa kepada Allahku… dan aku menemukan Hati Sang Raja, saudara dan sahabatku yang lembut, Yesus.)

Itulah jalan devosi Hati Kudus: menemukan hati kita di dalam Hati Yesus.
Dari sisi yang terbuka, kita diajak masuk — bukan sekadar memandang luka, tetapi tinggal di dalam kasih.
Dari Hati yang terluka, kita menerima rahmat untuk menjadi pembawa kasih di tengah dunia yang haus.

 

10. Penutup: Dari Para Bapa Gereja ke Zaman Baru Kasih

Bila kita menelusuri perjalanan dari Tertulianus hingga Agustinus, dari Ireneus hingga Ambrosius, kita melihat bahwa sepanjang berabad-abad, Hati Yesus selalu berdenyut di jantung Gereja.
Pater Jules Chevalier hanya meneruskan lagu  itu dalam nada baru — lagu kasih yang berawal di Kalvari dan terus bergema di Issoudun.

Bagi para pengikutnya hari ini, panggilan tetap sama:
Menemukan dunia yang baru lahir dari Hati yang tertusuk.
Menjadi murid-murid yang berani mencintai dengan hati yang terbuka, sebagaimana Yesus membiarkan Hati-Nya terbuka bagi kita semua.

“Que le Cœur de Jésus soit aimé partout!”
(Semoga Hati Yesus dikasihi di mana-mana!)

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia...

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia...

PESONA BUNDA HATI KUDUS MENARIK BANYAK PEZIARAH KE ISSOUDUN

"Issoudun tetap jadi tempat ziarah yang menarik perhatian umat Katolik Perancis" Sejak 8 September 1869, para peziarah datang ke Issoudun untuk berdoa kepada BUNDA HATI KUDUS.   Hari ini saya tergerak untuk menulis artikel mengenai “Bunda Hati Kudus”. Di Indonesia, gelar Bunda Hati Kudus mungkin sudah agak jamak, dan tidak asing lagi. Namun tak dapat dipungkiri bahwa mungkin belum banyak yang tahu sejarah dan makna di balik gelar itu. Gelar Maria Bunda Hati Kudus diberikan oleh P. Jules Chevalier, pendiri tarekat MSC dan suster PBHK. Dia d itahbiskan sebagai imam pada tanggal 14 Juni 1851 , di Bourges-Perancis. Setelah   berkarya di tiga tempat berbeda di keuskupan Bourges yang luas sebagai pastor rekan (Ivoy-le-Pré, Châtillon-sur-Indre dan Aubigny-sur-Nère), dia kemudia menerima nominasi untuk bekerja Issoudun-Perancis tengah Pada bulan September 1854. Dia tiba di Issoudun pada bulan Oktober 1854 dengan salah satu temannya, Emile Maugenes...