Langsung ke konten utama

SEJAM BERBINCANG DENGAN BRUDER FRANCESCO DI TAIZE-PERANCIS


Ohh yah hampir lupa! Yang ikut napak tilas di Perancis bersama para suster MSC Korea adalah pastor Bern Tethol, MSC. Pastor Hans Kwakman, MSC dan saya menawarkan agar pastor Bern ikut serta dalam tour napak tilas itu, agar hari-hari selanjutnya dia bisa dengan tenang mengadakan retret pribadi di Issoudun. APALAGI para suster MSC Korea tidak berkeberatan kalau Pastor Bern ikut serta dalam tour napak tilas itu. Oleh karena itu, sejak tour ke Bourges, Richelieu, dll yang berakhir di ARS selalu diikuti oleh pastor Bern, misionaris MSC di Jepang yang luar biasa itu. 

Dalam perjalanan ke Ars pada tanggal 9 Agustus 2018 lalu, kami singgah di Taize, sebuah kampung kecil di daerah Perancis begitu terkenal di seluruh dunia. Sudah beberapa kali saya mampir ke Taize, tetapi saya selalu ingin untuk mampir ke tempat itu untuk mengalami rupa-rupa pelajaran hidup sekaligus memperkenalkan kepada para anggota “Keluarga Chevalier” yang sempat datang ke Perancis.  Ribuan anak muda datang silih berganti pada musim panas ke desa kecil itu. Seorang bruder Taize asal India yang menerima kami dengan begitu ramah ketika kami sampai di tempat yang indah itu. Ketika mengetahui bahwa ada dua orang Indonesia, dia memanggil bruder Fransesco  (wong Yogyakarta) untuk datang menemui kami.
Para suster MSC dan Roland Dourchin pergi menonton video mengenai Taize dalam bahasa Korea. Sedangkan P. Bern dan saya bercerita santai selama kurang lebih satu jam bersama dengan bruder Fransceso. Dia banyak bercerita mengenai pengalaman hidupnya sebagai bruder Taize selama 26 tahun. Dia juga bercerita mengenai berbagai program yang ditawarkan kepada anak-anak muda yang datang ke Taize. Tak lupa bruder yang murah senyum itu sering menyebut nama-nama para MSC yang dia kenal, seperti Mgr. Joseph Suwatan, MSC, dll. Dia juga meminta agar kalau ada kesempatan libur, saya bisa tinggal lebih lama kehidupan di Taize (seminggu atau dua minggu) untuk mengalami langsung semangat hidup anak-anak muda serta memberikan pengakuan dosa kepada anak-anak yang datang ke Taize.
Pada kunjungan ke Taize hari itu, kami sempat ikut doa siang bersama dengan ribuan anak-anak muda serta para anggota komunitas Taize. Lagu-lagu meditatif nan merdu dinyanyikan dengan penuh penghayatan oleh semua yang hadir dalam doa. Yang menarik adalah bahwa ada ratusan tenaga sukarelawan, yang menghidupi semangat dan spiritualitas Taize. Mereka yang datang ke Taize pasti sangat akrab dengan kata “silence”…yahhh kata itu dipegang oleh para tenaga sukarelawan untuk mengingatkan kepada semua orang, bahwa kalau masuk ke gereja harus diam dan tidak ngobrol.

Di samping itu ada sprit lain yang begitu hidup di Taize yakni » kesederhanaan dan persaudaraan ». Yahh..sederhana. Mereka yang ikut sesi selama satu dua minggu atau sebulan di Taize mengalami sekolah kehidupan yang luar biasa itu. Mereka dilatih untuk hidup sederhana. Mereka makan makananan yang sama. Mereka tidur
di tenda-tenda ala pramuka. Mereka juga dilatih untuk peka dengan orang lain. Mereka juga semakin mudah untuk manyapa orang lain. Mereka tidak acuh tak acuh satu sama lain. Tampak sekali warna keramahtamahan di antara peserta yang bahkan berbeda bahasa, warna kulit dan benua. Yahh pengalaman yang indah.
Anak-anak muda datang ke Taizé untuk mencari persekutuan dengan Tuhan melalui doa komunitas, lagu, diam, refleksi pribadi dan semangat berbagi. Saya terkesima melihat banyak anak muda yang serius menulis renungan pribadi mereka dalam keheningan di kapela dekat kubur Br. Roger, pendiri komunitas Taize. Yahhh…tinggal di Taizé tidak lain adalah rehat sejenak dari hiruk-pikuk duniawi untuk bertemu dengan berbagai macam orang dan mempertimbangkan komitmen seseorang bagi  Gereja dan bagi masyarakat. Selama kunjungan  semua peserta bergabung dalam kehidupan komunitas dan program harian. “Ada perayaan kehidupan ketika melihat begitu banyak orang dewasa muda bersama dalam semua keragaman mereka. Ini memberi kita harapan besar bahwa adalah mungkin bagi semua umat manusia untuk hidup dalam damai,” kata bruder Fransesco sembari pamit untuk melanjutkan pekerjaannya. Terima kasih bruder atas sharing dan pengalaman doa serta melihat secara langsung semangat anak-anak muda dari Eropa dan dari belahan dunia lainnya yang datang ke Taize.

Yongki Wawo, MSC
Issoudun-France, 14 Agustus 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug