Langsung ke konten utama

Pelecehan dalam Gereja: Perjalanan dari penghinaan ke Kerendahan Hati


Salah satu poin yang diangkat oleh Uskup Agung Bourges dalam rekoleksi sehari di Bourges di hadapan para imam dan diakon sebelum misa krisma, Selasa 16 April 2019 adalah mengenai pelecehan dalam gereja.  Dengan menyaksikann berbagai berita yang akhir-akhir ini ditayangkan di tv atau yang ditulis dalam surat kabar, tentu membuat semua agen pastoral, uskup, imam, diakon, dan umat awam merasa prihatin dengan situasi dramatis ini. Mereka merasakan penderitaan besar bagi para korban dan mereka yang menderita. "Ketika satu anggota sakit, seluruh tubuh menderita."
Dalam tv arte, pernah ditayangkan kasus abuse yang dilakukan oleh seorang pendiri konggregasi kepada para suster. Umat yang saya jumpai mengungkapkanperasaan sedih,terkejut, tidak berdaya, tidak mengerti, kehilangan kepercayaan, kelelahan, kaget, kecil hati,.. ... Para suster tua yang saya jumpai juga merasa prihatin dengan iklim kecurigaan yang ditimbulka. Kecurigaan yang agak umum sangat berat untuk ditanggung, terutama bagi para imam.Namun demikian, dengan adanya keterbukaan itu "Kebenaran akan membebaskan kita".
Masa yang sulit ini juga merupakan waktu penyucian bagi Gereja yang akan memungkinkan kita kembali kepada Kristus. Kita memasuki jalan pemurnian, pertobatan. Paus Fransiskus dalam surat kepada imam pada tanggal 4 Agustus 2019, pada kesempatan peringatan 150 tahun meninggalnya Santo Yohanes Maria Vianey menulis:"Janganlah menyerah...Inilah masa pemurnian gereja sehingga kita bisa hidup lebih bahagia dan sederhana, dan pada akhirnya bisa menghasilkan buah-buah yang berlimpah. Tuhan sedang membembaskan kita dari "spiritualitas kosmetik" atau "la spiritualite des apparences."

Sudah waktunya untuk beralih dari penghinaan ke kerendahan hati. "Untuk semua agen pastoral, masa-masa sulit yang melanda gereja Katolik adalah kesempatan untuk fokus kembali pada Kristus. Kita harus pergi ke akar dan menghadapi kelemahan kita. Berbagai peristiwa yang terjadi dan secara terang-terangan ditayangkan di tv mengundang kita untuk kembali ke Injil dan meninjau kembali konsepsi kita tentang Gereja ". Pertanyaan lain: apakah struktur kita dalam keaslian dengan Injil? Apakah institusi mengukur apa yang terjadi? "Kita harus mencoba memahami sistem yang memungkinkan tragedi semacam itu."

Jangan mengurangi pelecehan menjadi pelecehan seksual

Uskup agung Bourges juga mengingatkan bahwa pelecehan tidak boleh direduksi menjadi pelecehan seksual. Kita dapat mengeksploitasi orang dalam banyak hal: penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan bimbingan spiritual". Agen pastoral perlu selalu mencatat bahwa penyalahgunaan wewenang ada di semua bidang pelayanan pastoral dan tidak hanya dalam kaitannya dengan seksualitas, dan oleh semua aktor, dari sukarelawan hingga penasihat lingkungan. "Penyalahgunaan kekuasaan cukup luas di masyarakat. Setiap yang terlibat harus tetap waspada, karena begitu seseorang memiliki kekuatan, sangat mudah untuk tergelincir ke arah posisi pelaku ".
Pencegahan yang sedang dilakukan hari ini, baik dalam pelatihan awal dan dalam pelatihan berkelanjutan, memperhitungkan berbagai jenis pelecehan ini. Agar dapat dipercaya, harus ada kecocokan antara pesan dan tindakan, jika tidak ada risiko melihat pelayanan sebagai kekuatan."
Otoritas Injili harus tumbuh dan tidak memperbudak. Seperti yang pernah dikatakan Kardinal Journet: "Besarnya kekuasaan otoritas harus melayani kebesaran kekudusan".
Situasi yang kita alami saat ini pasti membuat beberapa orang melupakan semua yang telah Gereja lakukan di dunia. Orang-orang tidak lagi percaya pada institusi, namun Injil harus terus menarik kita untuk memberikan kesaksian mengenai kasih Kristus. Konversi kita belum berakhir. Ini adalah waktu yang sulit, tetapi juga waktu pertobatan dan harapan. AMIN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug