Seorang konfrater di tempat misiku pernah
berujar : » Gereja yang kita percayai, di mana kita adalah
anggotanya bagai wanita tua dengan wajah yang selalu muda. Melalui Gereja, kita
semua diperbaharui dalam persatuan dengan Allah secara khusus untuk persiapan
kita pada pernikahan Anak Domba, misteri besar "yang tersembunyi sejak
dasar dunia" (Mat 13,35).”
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
Bermisi di negara Perancis
yang nota bene sangat sekuler memang membutuhkan pemahaman dan semangat
misi yang kuat. Pertama-tama harus perlu “mencintai” kenyataan yang ada. Dengan semangat cinta untuk misi, seperti yang dikatakan
oleh Olivier Clément: "Orang Kristen dapat, dengan kekuatan yang rendah
hati, membangkitkan perasaan tertentu, api tertentu, cahaya tertentu. Jika
mereka tidak melakukannya, jika mereka tidak tahu bagaimana menemukan tempat
mereka dalam masyarakat sekuler, itu akan memberi jalan kepada agama palsu.”
[1] Semangat
yang sama juga bisa kita terapkan di negara kita, Indonesia, di mana agama
Kristiani adalah kaum minoritas.
Untuk itu perlulah kekuatan interior, atau
kualitas rohani sebagai pegangan utama dalam misi. Dengan menarik energinya
dari fokus Ekaristi, sebagai sumber utama misi, Gereja dapat melakukan
pekerjaan kesaksiannya dengan cara yang beragam, sesuai dengan situasi dan
karisma umat Allah. Hanya orang-orang dalam persekutuan dapat memancarkan, dan
kesaksian mereka akan mengambil bentuk kenabian dengan sebuah kata atau karya
pencerahan yang "membuat kebenaran", atau dengan tindakan konkret
yang membuat Injil menjadi nyata.
Seorang Filsuf agnostik Régis Debray, selama
pertemuan antaragama yang diselenggarakan oleh komunitas Sant'Egidio di Aix-la-Chapelle
pada tahun 2003 silam, berbicara kepada perwakilan agama-agama besar: "
Kita perlu membuka mata kita kepada dunia sebagaimana adanya: tidak adil,
berbahaya, dan tidak terlalu injili. [...] Kita memiliki
terlalu banyak manajer (bekerja di belakang layar) dan nabi yang tidak cukup.
[...] Kata-kata kebenaran mencari suaka. »[2] Oleh
karena itu, dalam konteks Perancis yang sangat sekular maupun dalam konteks Indonesia
di mana kita adalah kaum minoritas, kita perlu hadir sesuai spirit pater
Pendiri, Jules Chevalier yakni hadir dalam misi di « semua lini »
kehidupan, agar Hati Kudus Yesus dikasihi di mana-mana. Dalam hal ini kita bisa
hadir dalam bidang budaya dan media,
sastra, seni, bioskop, tetapi juga di forum ilmiah, universitas atau semua
ruang dialog. Kita orang-orang Kristen dipanggil untuk bersaksi dengan
kebijaksanaan, yaitu dalam bahasa yang dapat diakses dan dimengerti oleh
orang-orang sezaman kita.
Cara lain kehadiran Gereja di dunia, secara
khusus untuk konteks Indonesia adalah apa yang disadari oleh para anggotanya
ketika mereka berkomitmen untuk melayani sesama dengan bekerja sama dengan
semua orang yang berkemauan baik. Kita memang dipanggil,
sebagaimana dikatakan Mgr. George Khodr untuk menceburkan diri dengan kekuatan
cinta ke dalam keributan manusia, di tengah-tengah masalah dunia ini.
Keberhasilan kesaksian umat Kristen yakni ketika kita membuka batas-batas
Gereja ke cakrawala baru yang lebih luas kesaksian pengorbanan. Atau sebagaimana dikatakan oleh Mgr. Soegipranata
« pro ecclesia et patria. » Dengan demikian para anggota
Gereja dapat mewujudkan diakonia yang benar dengan bersaksi tentang Gereja dan
Kristus di mana pun kita berada. Salah satu yang paling nyata misalnya kelompok
Montgolfière di Paris, di mana kita menemukan, di antaranya, banyak
orang Kristen yang bekerja keras untuk menyambut dan membantu para pengungsi
politik, pria dan wanita, yang telah kehilangan segalanya dan berusaha untuk
memulai hidup baru. Di Indonesia, misalnya para MSC dalam Gerakan Mission
Office membantu warga masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses air bersih,
dll.
Akhir kata………..
Tantangan yang dihadapi Gereja, pada awal
milenium ketiga ketika kita melihat dunia terlibat dalam perubahan yang tidak
dapat dibalikkan, menjadi perhatian kita semua, baik secara kolektif maupun
pribadi. Pada dasarnya, setiap orang Kristen, di akhir Liturgi Ekaristi,
dipanggil untuk memancarkan Kristus melalui kegiatannya di dunia, yang
seharusnya merupakan "liturgi setelah Liturgi". Pertama-tama, untuk
menunjukkan sukacita dan kepercayaan di masa depan, karena Kristus telah
bangkit, kemudian menunjukkan minat yang nyata bagi semua orang di sekitar
kita. Ini adalah upaya terus-menerus untuk membantu manusia membebaskan diri
dari ketidakadilan, perbudakan, kesedihan dan kesepian dengan membina
persekutuan dengan sesama. Tidak boleh
dilupakan bahwa setiap orang beriman menerima pada saat pembaptisannya tiga
martabat Raja, imam dan nabi,
ditahbiskan dengan pengurapan penyucian - "meterai karunia Roh Kudus"
- dan Dia dipanggil untuk bersaksi tentang Kristus di lingkungannya.
Komentar
Posting Komentar