Langsung ke konten utama

JULES CHEVALIER : Ideal Sublime (Cita-Cita Luhur)


Kita sering mendengar ungkapan: “every great dream begins with a dreamer.” Ada banyak tokoh di dunia yang mampu “mempengaruhi dunia” karena mimpi-mimpi mereka. Berbicara mengenai mimpi atau cita-cita luhur, kita pasti langsung teringat tokoh yang terkenal:  Martin Luther King. Dia terkenal dengan pidatonya yang berjudul “I have a dream” yang diberikan pada 28 Agustus 1963 di depan Lincoln Memorial, di Washington, DC, selama Pawai Washington untuk Pekerjaan dan Kebebasan. Di depan lebih dari 250.000 demonstran, King dengan sungguh-sungguh menyerukan diakhirinya rasisme di Amerika Serikat dan menuntut hak-hak sipil dan ekonomi yang setara antara orang kulit putih dan Afrika-Amerika. Titik tertinggi dari Gerakan Hak-Hak Sipil, pidato ini umumnya dianggap sebagai salah satu yang paling penting dari abad ke-20.
Masih ada banyak contoh tokoh lain di dunia ini yang memiliki cita-cita mulia untuk kebaikan bersama dalam berbagai dimensi kehidupan. Dalam ranah rohani misalnya, kita bisa mengatakan bahwa P. Jules Chevalier adalah seorang « dreamer sejati.” Imam yang lahir di Richelieu, di Touraine, Perancis  pada 15 Maret 1824 ini memahami bahwa ia dipanggil untuk misi khusus, yaitu memberi tahu orang-orang sezamannya bahwa Tuhan mencintai mereka. Tidak heran pada tanggal 8 Desember 1854, ia mendirikan di Issoudun, Perancis, Kongregasi Misionaris Hati Kudus (MSC). Kemudian untuk menghormati Bunda Maria yang sangat ia kagumi, Jules Chevalier mendirikan konggregasi suster PBHK. Motto missionarisnya: "Dikasihilah Hati Kudus Yesus di mana-mana. »

Itulah cita-cita mulianya. Dalam perjalanan hidupnya « cita-cita ideal » ini kadang sulit dipahami oleh para sahabat-sahabatnya. Ketika « ambulasi » pada saat masih  di Seminari Tinggi Bourges, Jules Chevalier muda sering berbicara mengenai Issoudun yang dalam konteks kehidupan rohani pada zamannya adalah tempat yang paling gersang secara iman. Dia berkata:” beberapa tahun yang tidak lama lagi, di Issoudun akan ada sebuah rumah bagi para misionaris.” Cara bicaranya pun meyakinkan walau dia masih berstatus sebagai seorang calon imam.  Mimpi-mimpinya ini kadang-kadang dipandang oleh sahabat-sahabatnya sebagai lelucon. Namun satu kata yang keluar dari mulut Jules Chevalier muda adalah « vous le verrez » alias « nanti kamu lihat ! Bahkan seakan-akan dia mau mengatakan:” yah..apa yang saya katakan adalah sebuah kebenaran. » [1] Kebenaran itu bukan lahir dari arogansi diri, tetapi dari kepercayaan bahwa apa yang tampaknya tidak mungkin bisa terjadi berkat penyertaan Tuhan. Tidak heran ada kata-kata terkenal yang selalu diingat oleh para pengikutnya hingga saat ini adalah ” Quand Dieu veut une œuvre, les obstacles sont pour Lui des moyens. “-Ketika Allah menghendaki suatu karya, hambatan-hambatan bagi-Nya adalah sarana. »
Tantangan atau hambatan pada zaman Jules Chevalier tidaklah mudah. Dia mau menjadi sarana atau alat di tangan Tuhan berhadapan dengan kenyataan sulit. Dia tidak menyerah, ketika melihat manusia-manusia pada zamannya semakin menjauhkan diri dari Tuhan dan sesama. Berhadapan dengan konteks penyakit-penyakit zaman (egoisme dan indiferentisme), ada sebuah « cita-cita mulia » dari P. Jules Chevalier yakni untuk membentuk para rasul Hati Kudus yang berkobar-kobar dengan keinginan untuk memperkenalkan harta karun cinta dan belaskasihan yang tak terlukiskan, yang terkandung dalam hati ilahi Yesus.[2] Itulah obat penyembuh penyakit zaman.
Cita-cita mulia ini memberi inspirasi bagi cara hidup dan cara kerjanya secara khusus untuk menjawab kehendak Tuhan dalam mewartakan kepada dunia yang sedang « sakit » sebuah devosi kepada Hati Kudus Yesus. Cita-cita yang luhur itu tentu butuh usaha dan kerja keras.   Karena toh “A dream doesn't become reality through magic; it takes sweat, determination and hard work. ...” Kita bisa melihat proses perkembangan hidupnya dalam keluarga dan juga dalam masa pembinaan sebagai seorang calon imam. Pada awalnya dia tidak bisa masuk seminari karena kondisi ekonomi keluarga yang miskin. Ibunya hanyalah seorang penjual sayur di pasar Richelieu-Perancis. Itu pun sayur yang tidak dipanen dari kebun sendiri, tetapi dengan cara membeli dari orang lain dan menjual lagi di pasar di dekat rumahnya. Dia pun diminta oleh pastor parokinya, P. Baurbon untuk bekerja sebagai tukang sepatu di sebuah toko sepatu kenalannya selama 4 tahun sebelum keluarganya pindah ke Vatan. Kita tahu bahwa Jules Chevalier baru bisa masuk seminari kecil pada usia 17 tahun dan harus bergabung dengan para seminarist lain yang baru umur 12-13 tahun. Apa yang pernah dia pelajari, tentu ada banyak dia lupa, karena toh setelah menyelesaikan Pendidikan dasar, dia harus bekerja. Ini adalah tantangan baginya untuk belajar di seminari menengah. Namun puji Tuhan, berkat ketekunan dan kerja keras akhirnya dia menjadi salah seorang seminarist yang diperhitungkan. Hal yang sama berlanjut sampai di seminari tinggi Bourges.


Untuk cita-cita yang mulia, Jules Chevaler tidak setengah-setengah dalam bekerja dan belajar. Dia benar-benar menampakan integritas dalam banyak bidang kehidupan. P. Piperon mencatat bagaimana keyakinan yang begitu kuat tertanam dalam diri Jules Chevalier: « kebajikan-kebajikan tidaklah cukup bagi seorang imam. Harus ada pengetahuan yang matang. Tanpanya kita akan meruntuhkan hidup kita dan orang lain. Tuhan Yesus secara jelas mengatakan jika seorang buta menuntun orang buta maka dua-duanya akan jatuh.[3] 
Untuk cita-cita mulia Pater Jules Chevalier sungguh-sunguh mempraktekan apa yang diketahui. [4] Bagi Pater Jules Chevalier, betapa sayangnya ketika pengetahuan tidak terjelma dalam panggilan untuk mencintai ! Teladan dalam cinta adalah Allah sendiri. Ada ikatan cinta dalam Trinitas. Cinta tanpa pengetahuan itu tidak mungkin. Pengetahuna tanpa cinta, adalah sebuah ketidakteraturan. Ketika pengetahuan tidak terjelma dalam cinta, maka pengetahuan itu gagal. Itu semacam bunga tanpa buah, tidak teratur bahkan lebih parah karena ia menyentuh sisi bagian paling intim dari keberadaan kita, dalam ciri paling esensial dari kemiripan atau keserupaan kita dengan Tuhan.
Atau lebih tepatnya, Cinta kepada Tuhanlah yang seharusnya menjadi hasil nyata dari sebuah pengetahuan. Yang dimaksudnkan dengan pengetahuan oleh P. Jules Chevalier adalah semua pengetahuan yang ada di muka bumi ini, bahkan yang paling asing sekalipun. Karena toh, pengetahuan tidak lain adalah pengenalan akan penyebab dari segalanya, iya kan? Dalam iman kita percaya bahwa « Tuhanlah penyebab dari semuanya yang ada di alam semesta ini (la cause par excelence). » Siapa yang menciptakan semuanya ? Jawabannya adalah Tuhan.

Penutup :
Dalam tulisan ini tampak bahwa untuk cita-cita mulia, P. Jules Chevaliar mau benar-benar menuntun orang lain dengan mata hati yang terbuka lebar, dalam cahaya yang terang benderang, bukan dalam remang-remang ketidakpastian. Dia mau benar-benar menuntun orang lain melihat “Sang Terang » yang Hati-Nya dipenuhi oleh rahmat dan belaskasihan. Sebelum mewartakan kepada orang lain, Jules Chevalier mengolah secara pribadi dalam meditasi dan tulisan-tulisan, bahkan hampir tidak ada waktu luang baginya. Ruang kerjanya dipenuhi dengan tulisan-tulisan yang dia isi dalam karton-karton yang terbungkus rapi baik untuk pribadi maupun untuk konggregasi yang dia dirikan. [5] 
Hasil kerja kerja keras, meditasi, kontemplasi serta pengetahuan dibagikan kepada orang lain. Baginya, pengetahuan yang didapat harus dibagikan kepada orang lain dalam semangat cinta. Tanpa cinta, pengetahuan kita tidak berkontribusi pada kebahagiaan kita. Apa gunanya memiliki pengetahuan yang hebat jika itu tidak berkontribusi untuk kebahagiaan kita sendiri atau orang-orang di sekitar kita? Kebahagiaan sejati terletak pada kemauan dan kemampuan kita untuk mencintai. Tentu saja, membaca  buku sungguh sangat berguna, yakni untuk menambah pengetahuan kita. Ada ungkapan “Buku adalah jendela dunia.” Tetapi tetaplah sadar bahwa pengetahuan yang ada harus membawa kita untuk semakin dekat dengan Tuhan dan sesama.
Last but not the least, saudaraku, mari kita sebagaimana P. Jules Chevalier marilah kita menjadi  rasul-rasul Hati Kudus yang memiliki cita-cita yang luhur yakni mewartakan kekayaan yang terkandung dalam Hati Kudus. Kita semua adalah para missionaris Hati Kudus-Nya. Kita perlu mengolah hidup kita dalam berbagai dimensi kehidupan, agar tidak pincang. Jangan sampai kita unggul dalam satu bidang dan pincang dalam bidang-bidang lain. Kita diingatkan oleh pendiri MSC dan PBHK untuk tidak menjadi orang buta, tetapi menjadi seorang yang memiliki keyakinan yang pasti dalam memberi kesaksian hidup sebagai orang-orang kristiani yang Bahagia, karena kita percaya bahwa “Tuhan mencintai kita semua”-Credidimus caritati.







[1] Bdk. R. P Charles Piperon, « Le T. R. P Jules Chevalier Fondateur et premier Superior général des Missionnaires du Sacre-Cœur-Simple Notice Biographique », (Lille-Bruges :  Société Saint-Augustin, Desclée, De Brouwer et Cie), hlm. 15
[2]Ibid, hlm. 7
[3]Ibid, hlm. 13
[4] Dalam buku Daily Readings Jules Chevalier, 9 November, kita bisa merenungkan sebuah penggalan renungan yang berasal dari tulisan P. Jules Chevalier “Sacré-Cœur de Jésus” halaman 330 mengenai « Point de connaissance sans amour » atau mengenai pengatahuan tanpa cinta.
[5] R. P Charles Piperon, « Le T. R. P Jules Chevalier Fondateur et premier Superior général des Missionnaires du Sacre-Cœur-Simple Notice Biographique »,. hlm. 14.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug