Langsung ke konten utama

KEMBALI KE TANAH MISI DALAM SUASANA CORONAVIRUS MELANDA DUNIA




Setelah mengikuti MUSPROV MSC Indonesia 2020 dan libur sejenak kurang lebih 1 bulan, saya kembali ke Issoudun-Perancis, pada tanggal 12 Maret 2020. SAYA tiba di sana pada keesokan harinya. Keputusan saya untuk segera kembali Perancis tentu sangat beralasan, karena saya mengingat para konfrater di Issoudun pasti bekerja keras. Satu orang personel tidak ada membuat “surcharge” bagi para konfrater. Mengapa? Karena misi di basilika Issoudun sungguh unik. Sebagai sebuah tempat ziarah, yakni “sanctuaire Notre Dame du Sacre-Cœur » maka selalu ada kegiatan rohani yang ditawarkan kepada para peziarah dan umat. Agenda-agenda harian dan tahunan sudah dirancang secara matang. Dalam agenda harian misalnya: ada pelayanan sakramen tobat atau mendengarkan sharing dari umat atau peziarah pada pagi dan sore hari, ada misa harian pada pukul 11h30, dan juga ada doa rosario dalam refleksi sesuai dengan bacaan-bacaan Kitab Suci hari yang bersangkutan serta dengan vesper harian. Oleh karena para pastor yang bermisi di tempat ziarah, mau tidak mau harus berada di tempat dan melayani para peziarah baik dalam jumlah banyak maupun hanya untuk beberapa orang saja. Utuk pelayanan-pelayanan itu harus dipersiapkan secara tertulis untuk juga dibagikan kepada para peziarah, misalnya untuk doa rosorio pada sore hari.
Saya sungguh sadar akan kenyataan ini, karena ketika para konfrater lain tidak berada di tempat saya hampir mengalami kelelahan dalam menjalankan misi itu. Menyadari kenyataan itu, saya “nekat” kembali ke Issoudun tanpa mencari-cari alasan untuk tetap tinggal di Indonesia. Kenekatan ini tidak berarti saya tidak takut terhadap coronavirus. Saya tetap waspada terhadap kenyataan wabah yang meluas di seluruh dunia ini.
Saya juga nekat kembali ke Perancis karena juga ingat akan surat izin di Perancis yang masa berlakunya hampir habis, yakni pada pertengahan April 2020 nanti. Dengan demikian dengan kembali ke Perancis saat ini saya masih bisa masuk ke daerah misi, dan masih ada waktu untuk proses perpanjangan. Jika saya berlama-lama di Indonesia maka sudah pasti untuk masuk ke Perancis saya harus membuat visa baru dengan proses yang lama (berbulan-bulan) dan berbelit-belit.
Di samping alasan di atas saya juga melihat bahwa pada tanggal 12 Maret dan 13 Maret, penerbangan ke dan dari luar negeri untuk Perancis belum di-lockdown. Jadi dalam pikiran saya, pasti masih aman. Ternyata ketika saya masih berada di udara antara Jakarta dan Doha, Presiden Perancis mengumumkan penutupan sekolah-sekolah dan universitan untuk batas waktu yang tidak ditentukan. Ketika saya sampai di Paris saya baru melihat berita itu. Saya pun bisa masuk ke Paris tanpa kendala. Pemeriksaan pun tidak ketat. Saya pun bisa naik kereta ke Issoudun tanpa kendala, walau tampak agak sepi karena masyarakat sudah agak enggan keluar rumah.
Ketika dalam perjalanan dari Paris ke Issoudun, saya mendapat telepon dari superior komunitas, P. Gerard Blattamann, MSC bahwa saya akan dikarantina di komunitas selama 14 hari. Konsekuensinya adalah bahwa saya tidak makan dan misa bersama anggota komunitas lainnya. P. Gerard menjemput saya di stasion kereta Issoudun dan menjelaskan kenyataan coronavirus di Perancis. Saya menerima keputusan itu dengan sukacita.
Setalah tiba pada sore hari, saya mandi bersih-bersih dan langsung tidur karena rasa kantuk yang tak terhankan. Maklum masih jetlag. Keesokan harinya P. Gerard memberikan kartu kredit untuk berbelanja bahan makanan selama masa karantina. Para konfarter lain makan bersama, sedangkan saya masak sendiri untuk mengurangi kontak dengan mereka. Pada Sabtu malam, setelah mendengar pidato dari perdana Menteri Perancis, Uskup Agung Bourges mengeluarkan kebijakan baru yakni: “gereja-gereja tetap dibuka, tetapi tidak ada misa sampai 4 minggu ke depan (atau mungkin lebih sesuai dengan keadaan).” Dengan demikian sejak Minggu, 15 Maret sampai setelah Paskah tidak ada kegiatan misa serta doa rosario rutin untuk para peziarah setiap hari di tempat ziarah kami. Bahkan agenda-agenda penting tempat ziarah untuk akhir bulan Maret dan juga bulan April dibatalkan, termasuk triduum di tempat ziarah untuk para peziarah.  P. Gerard memberitahukan kepada saya bahwa untuk sementara “Jika ada yang meminta pengakuan atau hanya sekedar bersharing, tetap dilayani.” Dengan demikian kecemasan saya di mana para konfrater akan mengalami “surcharge” tidak terjadi, karena coronavirus ini. Apalagi kebijakan-kebijakan geraja yang menjadi bagian dari warga negara harus mengikuti kebijakan negara.
Pada hari Senin sore, 16 Maret 2020, P. Gerard memberitahukan kepada saya agar menyediakan stock bahan makanan selama masa karantina, karea baginya kemungkian pada malam hari nanti aka nada kebijakan baru yang akan disampaikan oleh presiden Perancis. Oleh karena itu, pada sore hari kira-kira pukul 17h00 saya pergi ke salah supermarket. Saya menjumpai di sana begitu banyak orang yang antri membayar di kasir. Pada malam hari, ketika sedang makan malam sendiri pada pukul 20h00 di lantai 3 biara MSC Issoudun saya menonton siaran langsung pidato presiden Emanuel Macron yang mengumumkan secara tegas kepada warga negara Perancis hal-hal ini:
*      Kita berperang, dalam perang kesehatan, tentu saja: kita tidak berperang melawan tentara atau melawan Bangsa lain. Tetapi musuh ada di sana, tidak terlihat, sulit dipahami, tetapi semakin berkembang. Dan itu membutuhkan mobilisasi umum kita.
*      Tanpa tanda-tanda serius, mari kita hubungi dokter yang merawat kita. Jangan sampai kita hanya pergi ke rumah sakit ketika sudah demam tinggi, sulit bernafas.
*      Mulai Selasa  siang, 17 Maret  dan setidaknya 15 hari ke depan, perjalanan di luar rumah akan sangat berkurang. Ini berarti bahwa pertemuan di luar berupa pesta makan bersama dll tidak lagi diizinkan. Berjalan, bertemu teman-teman di taman, di jalan, tidak mungkin lagi dilakukan. Ini untuk membatasi sebanyak mungkin kontak ini di luar rumah.
*      Untuk berbelanja harus disiplin dan menempatkan jarak setidaknya satu meter, tidak berjabat tangan, tidak berciuman.
*      Semua perusahaan harus mengatur untuk memfasilitasi pekerjaan jarak jauh,
*      Mulai Selasa siang 17 Maret 2020, perbatasan di pintu masuk ke Uni Eropa dan wilayah Schengen akan ditutup. Konkritnya, semua perjalanan antara negara-negara non-Eropa dan Uni Eropa akan ditangguhkan selama 30 hari. Warga Prancis yang saat ini berada di luar negeri dan ingin kembali tentu saja dapat kembali ke Perancis dengan terlebih dahulu melapor kepada kedutaan Perancis di negara-negara di mana mereka berada.
Saudaraku, saat ini saya sudah berada di Perancis. Saya mengikuti semua kebijakan itu. Saya tidak bisa ke mana-mana. Saya tidak merayakan ekarsiti bersama umat. Namun satu hal yang pasti adalah bahwa saya bersyukur bahwa saya sudah tiba dengan kondisi yang sehat. Saya berusaha menjaga kondisi fisik saya saat ini dengan meminum suplemen serta ramuan-ramuan tradisional yang saya bawa dari jakarta. Saya yakin Tuhan bersama dengan saya dalam misi ini dan dalam kehendak baik ini. Saya berdoa dalam masa-masa sulit ini, agar wabah yang menakutkan umat manusia di muka bumi ini segera berakhir dan semoga para ilmuwan segera mendapat obat mujarab untuk menaklukan virus COVID-19 ini. Bunda Hati Kudus mendoakan kita semua. AMIN 

ISSOUDUN, 17 MARET 2020

Komentar

  1. terima kasih. bagus luar biasa. teruslah menulis dan sgt bermanfaat bagi sidang pembaca

    markus marlon

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug