Langsung ke konten utama

BERMENUNG BERSAMA PAUS FRANSISKUS!




Kita mengenal sangat baik paus Fransiskus. Dia benar-benar seorang paus yang « sungguh dicintai oleh banyak orang,” bahkan oleh orang Atheis sekalipun. Saya melihat komentar-komentar sebuah halaman facebook katolik pada sebuah foto yang memperlihatkan kasih paus Fransikus kepada seorang anak berkebutuhan khusus. Anak itu maju ke hadapannya pada saat paus Fransiskus memberikan sebuah pidato. Dia berhenti sejenak dan mempersilahkan anak itu duduk di sampingnya. Kemudian dia melanjutkan pengajarannya, sambil memegang anak kecil itu. Sebagai paus, dia dikenal karena penekanannya pada kasih sayang Tuhan kepada semua orang, terlepas dari kepercayaan agama. Peristiwa itu membuat ribuan orang di dunia terkagum-kagum pada sosok yang sederhana ini.
Tentu masih banyak peristiwa sederhana yang menggetarkan dunia, yang pernah dan terus dia lakukan. Ajaran-ajarannya sangat praktis dan sungguh mengena hati semua orang. Kata-kata yang dipilih juga bisa dicernah oleh mereka yang tidak punya latar belakang pendidikan teologi sekalipun.
Sebagai paus, dia memiliki kebajikan harapan yang memungkinkan dia untuk membuka jalan baru, karisma untuk membedakan suara Roh dalam jeritan orang, kapasitas untuk bekerja dan ketabahan dalam menghadapi tantangan, kesulitan, hambatan. Dia melakukan reformasi gereja universal melalui proses sinode. Dia memiliki perasaan waktu dan tahu inilah saat yang diberikan Tuhan (Kairos) untuk melakukan reformasi ini. Dipenuhi dengan harapan, dia bergantung pada Tuhan dan menumbuhkan kebajikan yang melibatkan ketabahan: ketekunan, kesabaran, kemurahan hati, keberanian. Dia sangat bijaksana, dan yang terpenting, dia penuh belas kasihan, karena dia tahu bahwa kita hidup dari anugerah rahmat Tuhan.
Menarik sekali bahwa beberapa hari setelah pemilihannya sebagai paus, dia menawarkan alasan untuk memilih nama Fransiskus. Semuanya berkaitan dengan ajaran sosial Gereja. Dalam sebuah pidato kepada 6.000 wartawan yang meliput konklaf tersebut, Paus Fransiskus menjelaskan bahwa selama pemilihan di Kapel Sistina, temannya Kardinal Claudio Hummes, yang duduk di sampingnya, mendukungnya. "Dan ketika suara mencapai dua pertiga ... dia (kardinal Claudio) memeluk dan menciumku, dan berkata: 'Jangan lupakan orang miskin!' Kata-kata itu terus terngiang dalam batinnya saat penghitungan suara. Orang miskin, orang miskin! Kemudian, segera, memikirkan orang miskin, dia memikirkan Fransiskus Asisi. Dalam batinnya juga muncul mengenai perang di mana-mana. Santo Fransiskus juga man of peace. Begitulah nama itu masuk ke dalam hatinya: Fransiskus dari Assisi. Baginya, santo Fransiskus Asisi  adalah orang miskin dan sederhana, man of peace, serta seorang yang mencintai dan melindungi ciptaan. 
Tidak heran tema mengenai orang miskin, perdamaian, dan keutuhan ciptaan menjadi perhatiannya.
1.    Jauhkan 'throwaway culture' demi orang miskin
Sejak awal kepausannya, Paus Fransiskus telah berfokus pada banyak aspek berbeda dari perspektif yang menakjubkan ini, yang menantang umat Katolik dan dunia untuk memperhatikan orang miskin. Baginya tindakan kemurahan hati dan kebaikan hati kepada orang miskin tidak boleh terbatas pada pekerjaan sukarela sesekali, tapi juga harus berusaha menemukan asal mula ketidakadilan yang sebenarnya dan mengarah pada perjumpaan sejati dengan orang miskin. Agar bisa membantu orang miskin tentu kita perlu menghindari budaya pemborosan. Dalam audiensi umumnya pada tanggal 5 Juni 2013, Paus Fransiskus membahas konsep yang indah ini katanya : "Karena itu saya ingin kita semua membuat komitmen serius untuk menghormati dan merawat ciptaan, memperhatikan setiap orang, untuk memerangi budaya pemborosan dan membuangnya sehingga bisa mendorong budaya solidaritas dan perjumpaan. Panggilan Paus Fransiskus adalah untuk gereja yang miskin dan untuk orang miskin" atau preferensial orang miskin. Prinsip itu mengatakan bahwa orang-orang yang hidup dalam kemiskinan harus menerima perhatian khusus Gereja dan masyarakat. Perhatian khusus Paus Fransiskus untuk orang miskin tidak mengejutkan siapa pun yang mengenalnya. Sebagai uskup agung Buenos Aires, kemudian-Kardinal Jorge Mario Bergoglio mempelopori apa yang oleh seorang jurnalis Katolik sebut "revolusi pastoral" di daerah kumuh kota itu. Di bawah kepemimpinannya, paroki-paroki di daerah-daerah yang hilang harapan itu berkembang menjadi pusat kepercayaan dan layanan sosial yang bersemangat.

Minat pastoral yang sama ini diungkapkan segera setelah pemilihannya sebagai paus, ketika dia meminta rekan-rekannya dari Argentina untuk tidak pergi ke Roma untuk misa inauguration, namun untuk memberikan uang yang mereka habiskan untuk perjalanan ke orang miskin.

Ini juga tercermin dalam pemikirannya pada tingkat yang lebih teoritis. Kurang dari seminggu setelah pemilihannya, dalam sebuah pidato kepada perwakilan gereja dan agama lain, Paus Fransiskus mengidentifikasi apa yang dilihatnya sebagai "ancaman paling berbahaya di zaman kita." Ancaman apa yang menghasilkan kata-kata kuat semacam itu? Ini adalah, katanya, "visi manusia dengan dimensi tunggal untuk menang, yang menurutnya manusia direduksi menjadi apa yang dia hasilkan dan apa yang dia konsumsi."

2.    Hidupi budaya Perjumpaan
Saya sangat tersentuh dengan khotbahnya yang dia berikan pada suatu kesempatan misa pada tanggal 13 september 2016 di Kapela Santa Marta. Terinspirasi dari injil hari itu, dia berkata:” "Di keluarga kita, saat makan, kita lebih sering sambil menonton TV atau menulis pesan di ponsel. Masing-masing acuh tak acuh terhadap perjumpaan itu. Bahkan di dalam keluarga, yang merupakan sel masyarakat, tidak ada perjumpaan. Kita harus memperjuangkan budaya perjumpaan ini, sama seperti Yesus yang selalu mau berjumpa dengan setiap orang. Tidak hanya melihat sambil lalu (see) tapi lihat dengan penuh intensi (look). Tidak hanya mendengar tapi mendengarkan. Tidak hanya bertemu dan lewat tapi berhenti. Dan jangan hanya mengatakan 'sayang sekali, orang miskin', tapi biarkan diri kita tergerak oleh rasa kasihan. Dan kemudian mendekat, menyentuh dan mengatakan dalam bahasa hati: 'Jangan menangis,' dan sumbangkan setidak-tidaknya setetespun hidup. '

 
3.    Jauhkan sikap acuh tak acuh terhadap alam ciptaan!
Salah satu frase PALING provokatif saat wawancara dengan Calvo, paus Fransiskus mengatakan tentang "degradasi" lingkungan kita: "bukankah manusia melakukan bunuh diri dengan penggunaan alam semesta secara tidak bertanggung jawab/ sembarangan dan tirani ini?" Bagi dia, kita tidak boleh acuh tak acuh atau pasrah terhadap hilangnya keanekaragaman hayati dan penghancuran ekosistem, yang seringkali disebabkan oleh perilaku kita yang tidak bertanggung jawab dan egois. "Karena sikap kita, ribuan spesies tidak akan lagi memuliakan Tuhan karena keberadaan mereka ... kita tidak memiliki hak seperti itu." Dia meminta kita semua untuk merenungkan kenyataan bahwa masyarakat kita kebanyakan sudah tidak memiliki kepedulian terhadap alam. Tak heran kita meilihat di sana sini banyak terjadi penghancuran alam. Dia meminta kita untuk mengubah gaya hidup modern dengan terjun aktif dalam kegiatan menanam pohon, membuang  sampah pada tempatnya, dll.  Hindari godaan untuk berpikir bahwa usaha kita seperti tidak ada artinya. Walaupun kecil namun banyak manfaatnya, "katanya. "Kebajikan, termasuk kebajikan ekologis, bisa menular."


Kita telah melihat bersama beberapa ide penting yang disampaikan oleh paus Fransiskus di atas. Semuanya itu bermuara pada tujuan agar kita sebagai orang-orang Kristiani semakin solider dengan orang lain-terutama kepada mereka yang paling miskin, lebih aktif dalam menjaga keutuhan alam ciptaan, serta lebih menghidupkan kultur perjumpaan agar damai dan suka cita semakin dirasakan oleh segenap penghuni di bumi. Yahhh Sukacita dan kedamaian…itulah yang diharapkan. Dia menegaskan hal itu dalam tiga dokumen utamanya - "Evangelii Gaudium," "Laudato Si '" dan "Amoris Laetitia" - dan dalam ceramahnya dengan Kongregasi Umum para Yesuit ke-36. Desakan pada sukacita ini adalah tema yang mendasari ajaran Katolik kontemporer, yang dimulai dengan pidato Yohanes XXIII pada pembukaan Vatikan II dan dokumen dewan tentang gereja di dunia modern, "Gaudium et Spes." Santo Fransiskus Asisi, Doakanlah kami. AMIN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug