Langsung ke konten utama

JERUK -KADO NATAL SPECIAL



Perayaan Ekaristi Hari Minggu Gaudete baru saja usai. Waktu di jam tanganku sudah menunjukkan pukul 12h10. Setelah menanggalkan jubah, saya bergegas ke arah ruang makan komunitas. Di sana sudah ada P. Daniel dan P. Martin yang sedang berdiri di sekitar botol-botol aperitif. Satu demi satu para konfrater yang lain datang ke ruang makan.
Setiap hari Minggu sebelum makan siang kami biasa minum minuman “pembuka” atau aperitif. Begitulah tradisi orang Perancis. Akhir-akhir ini saya memutuskan untuk tidak terlalu banyak minum minuman beralkhohol. Hari ini sebagai aperitif saya hanya menuangkan sedikit wisky. Yang lain minum apero sesuai dengan selera meraka masing-masing. Ada banyak pilihan. Siang ini kami berjumlah 8 orang. Minus satu orang, yakni P. Emerson asal Rep. Dominikan yang saat ini sedang menjalankan liburan di negaranya. 
 
Setelah “apero” saya duduk satu meja dengan P. Daniel, P. Gerard, dan P. Alfred. Sambil menikmati menu siang ini “Travers de porc mariné “ dan kentang goreng, kami banyak bercerita. « Yongki, di Perancis pada masa lalu, kira-kira tahun 1950-an, makan jeruk hanya pada waktu Natal. Sekali dalam setahun. Itu adalah kado istimewa dari orang tua kepada kami,” demikian kata P. Alfred kepadaku. Kata-kata P. Alfred ini diamini oleh P. Daniel dan P. Gerard. “Tidak hanya di Perancis, kami di Swiss juga begitu. Ada yang simpan jeruk natalnya sampai berminggu-minggu. Betapa senangnya lihat kado natal itu,“ P. Gerard menambahkan. “Banyak keluarga miskin pada masa lalu, apalagi Eropa belum lama pulih akibat Perang Dunia II,” demikian P. Alfred memberi alasan.
Setelah makan siang, saya kembali ke kantor saya. Saya coba “googling” mengenai kado natal pada masa lalu, secara khusus mengenai “Jeruk Natal.” Hingga pertengahan abad ke-20, jeruk adalah makanan lezat yang berasal dari negara-negara selatan, buah dengan warna keemasan, simbol matahari. Dominique Foufelle dalam bukunya « Petit livre de Noël » (Buku Kecil Mengenai Natal diterbitkan oleh Editions du Chêne pada tahun 2015) menunjukkan tentang jeruk Natal:
“Berbunga di musim dingin dan membutuhkan kehangatan, jeruk hanya diaklimatisasi [di Eropa] di Semenanjung Iberia dan Italia. Lebih jauh ke utara, jeruk hanya ditemukukan di rumah kaca berpemanas di taman kerajaan. Hanya bangsawan yang mengonsumsi jeruk. Orang biasa bahkan tidak tahu itu ada. Di penghujung abad ke-19, ketika kebiasaan memberi kado Natal mulai menyebar, jeruk tetap menjadi buah langka dan mahal. Itu dibeli oleh pedagang kaki lima, yang berasal dari Spanyol ... Juga, ini adalah hadiah Natal yang mewah untuk mereka yang kurang beruntung atau miskin, yang menyimpannya untuk anak-anak mereka. Ini akan tetap demikian sampai tahun 1950-an ketika buah impor ini menjadi lebih merakyat."
Marie-France Noël menegaskan hal ini dalam buku Noël, Sejarah dan Tradisi (Noël, histoire et traditions) :
“Busana hadiah Natal diluncurkan pada kuartal terakhir abad ke-19 di keluarga bangsawan dan borjuasi, di mana Hari Natal mulai diprioritaskan untuk memberikan hadiah kepada anak-anak…” (Halaman 78)
“Di lingkungan kelas pekerja, hadiah yang diterima oleh anak-anak tetap jauh lebih sederhana, permen, kue, dan roti jahe, dan terutama buah mewah yaitu jeruk Natal, terkadang mainan kecil buatan sendiri, dan lebih jarang hadiah mainan indah yang dijual dengan sangat mahal oleh para pedagang. ”(Halaman 81)
Penulis Michel Peyramaure membangkitkan kenangan indah akan hadiah ini dalam bukunya « L’Orange de Noël »(Laffont, 2011)
“Sebuah jeruk, aku tidak pernah menyangka akan menemukannya, seolah-olah itu telah jatuh dari tudung Sinterklas atau dari tangan tuanya yang besar. Dan sekarang Cécile baru saja meletakkan hadiah yang luar biasa ini di depan saya. Jeruk saya. Buah matahari dan es-ku. "
Yah demikianlah kisah siang ini. Walaupun Natal akan dirayakan 12 hari lagi, namun aroma natal sudah dibicarakan sejak saat ini apalagi kita sudah masuk dalam minggu Gaudete yaitu minggu yang memiliki suasana kegembiraan dan sukacita (joy, happiness, rejoice). 
 
 Mengenai Natal yang sudah semakin mendekat, tadi para MSC Perancis dan Swiss sudah bercerita mengenai kisah natal pada masa lalu, secara khusus kado natal mereka. Masing-masing kita mungkin pernah memiliki kado natal. Secara pribadi kado natal saya adalah “pakaian baru” setiap kali Natal. Ini adalah satu-satunya kesempatan dalam setahun pada masa lalu, di mana kami sebagai anak-anak memakai baju baru. Bagi anak-anak, natal identic dengan baju baru. 
 
Saat ini jeruk sudah tidak lagi menjadi kado istimewa natal istimewa di Eropa. Setiap hari orang bisa makan jeruk sesuai selera. Saat ini pula, baju baru tidak lagi hanya satu-satunya pada hari Natal. Seiring dengan daya beli masyarakat, orang bisa beli pakaian baru kapan saja. Yah demikian yang terjadi. 
 
Saudara-saudariku yang terkasih dalam Hati Kudus Yesus,
Zaman berubah. Mentalitas manusia berubah. Banyak hal telah berbuah. Satu hal yang diharapkan adalah semoga iman kita kepada Allah tetap lestari selamanya. Dialah sumber sukacita sejati bagi kita umat manusia, sebagaimana kita sama-sama dengungkan dalam minggu ke-3 masa Adven yang diambil dari Filipi 4:4-5: "Gaudete in Domino semper: iterum dico, gaudete: modestia vestra nota sit omnibus hominibus: Dominus prope est. Nihil solliciti sitis: sed in omni oratione petitiones vestræ innotescant apud Deum, -"Bersukacitalah selalu dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan bersukacitalah! Sebab Tuhan sudah dekat. " Amin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug