Langsung ke konten utama

NAPAK TILAS "PATER JULES CHEVALIER" KE SAINT GAULTIER-PERANCIS

P. Poltje, Br. Yos, dan P. Berry dengan latar belakang Seminari Menengah St. Gaultier

    Sebelumnya kita sudah melihat bagaimana napak tilas di Richelieu. Satu hal sebelum lupa, biasanya  dalam perjalanan dari Issoudun ke Richelieu ada satu tempat penting untuk napak tilas, yakni Gereja Châtillon-sur-Indre. Kita tahu dalam sejarah bahwa P. Chevalier pernah menjadi vikaris di tiga paroki berbeda sebelum tiba di Issoudun pada bulan Oktober 1854. Ketiga paroki ini terletak di tiga kota di Prancis:

- Ivoy-le-Pré Chevalier tiba di sana pada tanggal 17 Juni 1851, tiga hari setelah penahbisannya. Dia tinggal di sana selama tujuh bulan.

- Châtillon-sur-Indre Tiba pada tanggal 21 Januari 1852, ia tinggal di sana selama 21 bulan.

- Aubigny-sur-Nère Tiba pada tanggal 20 Oktober 1853, ia tetap di sana sampai pengangkatannya ke Issoudun, setahun kemudian, pada tanggal 14 Oktober 1854.

 

Foto di depan Gereja Notre-Dame Châtillon-sur-Indre

Dari tiga paroki yang disebutkan ini, hanya Châtillon-sur-Indre yang masuk dalam list napak tilas karena letaknya satu arah menuju Richelieu. Oleh karena itu, biasanya saya mengajak para peziarah untuk singgah di tempat itu kira-kira 30 menit, karena perjalanan ke arah Richelieu memang masih jauh. Gereja Paroki itu selalu buka tiap hari. Oleh karena itu kami bisa masuk di bagian interior bangunan. Bagian interior gereja « Notre Dame Châtillon-sur-Indre » memang sungguh indah dan kaya dengan nila seni religius. Bagi para peziarah napak tilas Jules Chevalier saya mengajak mereka untuk pergi ke arah kapela khusus di mana di situ ada patung Bunda Hati Kudus, Santo Yosep teladan dan pelindung para pencinta Hati Kudus Yesus, dan juga patung Hati Kudus Yesus. Bagi yang ingin melihat keindahan gereja itu bisa diakses di website ini: https://www.patrimoine-histoire.fr/Patrimoine/ChatillonIndre/Chatillon-sur-Indre-Notre-Dame.htm

 Pada masa Chevalier, penduduk di Châtillon-sur-Indre hanya berjumlah 3.500 orang. Memang tidak lama P. Chevalier bekerja sebagai pastor rekan di situ. Namun segala kegiatan pastoral dan misi praktis dilakukan olehnya karena pastor parokinya sudah sakit-sakitan. Di paroki itulah P. Chevalier membaktikan diri bagi anak-anak, orang misikin dan orang-orang sakit. Dia juga adalah inisiator untuk kegiatan adorasi harian di paroki itu, di mulai pada pukul 09h00 pagi sampai pukul 18h00 sore. Di sini pula dia menjadi anggota ordo ketiga St. Dominikus. Kualitas imannya ini mengundang banyak kekaguman dari pihak umat. Mereka toh yang pada akhirnya membantu juga secara finansial ketika P. Chevalier mendirikan konggregasi MSC di Issoudun.

  Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa napak tilas ke St. Gaultier juga satu paket dengan Richelieu dan juga Châtillon-sur-Indre. Oleh karena itu, pada sore hari kira-kira pukul 15h00 kami bergegas dari Richelieu ke arah  tempat Pendidikan Jules Chevalier jenjang Seminari Menengah yakni di St. Gaultier. Tentu jarak dari Richelieu menuju tempat itu masih jauh dan memakan waktu 1 h 37 min (109,9 km) melalui jalan nasional D749.  



 

Walau demikian kami tidak tergesah-gesah menuju St. Gaultier. Ada satu tempat penting sebelum sampai di St. Gaultier, yakni L'Abbaye Notre Dame de Fontgombault. Biara ini memang terkenal secara universal. Para biarawan Benediktin dari Kongregasi Saint Pierre de Solesmes tinggal di tempat itu saat ini. Di antara kegiatan lain, seperti berbagai kerajinan gerabah, periuk, enamel atau ikon otentik, para rahib juga bekerja dalam bidang peternakan, pertanian, arborikultur.

Oh yah…biara itu letak dalam wilayah keuskupan Agung Bourges, persis di paroki Le Blanc, tempat di mana saya selama 2 bulan belajar gaya pastoral Perancis. Dalam napak tilas, biasanya kami habiskan waktu kira-kira 30 menit di tempat itu. Saya biasanya menjelaskan secara singkat sejarah biara itu. Sejarah tempat itu memang sungguh kaya. Pada abad ke-12 dan ke-13, biara berkembang pesat dengan fondasi sekitar dua puluh biara. "Pada abad ke-15, kepala biara Fontgombault berkontribusi dengan Biara Saint-Cyran dan Méobecq untuk pengembangan budidaya ikan di Brenne dengan membuat banyak kolam. Dijarah dan dihancurkan oleh Calvinis pada tahun 1569, Biara tersebut dipulihkan pada akhir abad berikutnya oleh Imam Besar Dom Andrieu. Pada tahun 1741, komunitas Benediktin, dikurangi menjadi lima anggota, digantikan oleh Vinsensian, yang mendirikan seminari dan misionaris di wilayah tersebut. "

Pada 1791, selama Revolusi Prancis, Biara dijual sebagai "properti nasional". Lambang-lambang feodal dihancurkan, dan sampul paduan suara biara, yang baru diperbaiki pada saat itu, dibongkar dan dijual, sedangkan batu-batu nave, yang masih berupa reruntuhan, juga dikenakan harga. Biara kemudian akan menjadi milik beberapa keluarga sebelum dibeli oleh para biarawan Trappist pada tahun 1849. Mereka menetap di sana untuk menyelamatkan biara tua dari kehancuran. Dibantu oleh koloni pertanian, mereka membersihkan sebagian besar tanah biara yang mereka eksploitasi sendiri. Untuk meningkatkan keuangan, biara Trappists menciptakan penyulingan kirsch pada tahun 1899. Industri kecil ini, yang berkembang pesat pada awalnya, dijual ketika biara tutup.

Setelah lebih dari lima puluh tahun didedikasikan untuk rekonstruksi biara, dedikasi liturgi dilarang oleh pihak berwenang. Pada tahun 1904, undang-undang anti-kongregasi memaksa para biarawan Trappist pergi ke pengasingan di Amerika Serikat di mana mereka membangun sebuah biara. Par rahib Fontgombault yang tidak pergi dipindahkan di berbagai Trappes de France. 

Pada tahun 1905, Louis Bonjean, pengacara di Pengadilan Banding Paris, membeli rumah biara dan bangunan lainnya untuk menyelamatkannya dari kehancuran lebih lanjut. Dia menciptakan pabrik kancing, kota pekerja, koran dan sekolah ...

 

DI ST. GAULTIER

            Dari 1915 hingga 1918: bangunan diubah menjadi rumah sakit militer untuk tentara Belgia yang terluka. Dari tahun 1919 hingga 1948, sebuah seminari antar-keuskupan untuk panggilan akhir didirikan di sebagian gedung. Selama tiga puluh tahun, seminari Saint-Martin di Fontgombault mendidik para imam untuk beberapa keuskupan. Pengajaran yang intensif dan berkualitas membuatnya mendapatkan reputasi yang sangat baik. Namun, setelah Perang Dunia II, pendirian serupa didirikan, jumlah siswanya lambat laun berkurang dan seminari terpaksa ditutup.

Pada tahun 1948, Biara menjadi Benediktin lagi dengan penempatan 22 rahib dari Biara Solesmes. Biara mendapatkan kembali gelar biara pada tahun 1953. Seiring dengan berkembangnya komunitas monastik, beberapa biara baru didirikan: Notre-Dame de Randol dekat Clermont-Ferrand pada tahun 1971, Notre-Dame de Triors di Drôme pada tahun 1984, Notre-Dame de Gaussan (sekarang berlokasi di Donezan di Ariège) pada tahun 1994, Notre-Dame de Clear Creek di Oklahoma, di Amerika Serikat pada tahun 1999. Akhirnya pada tahun 2013, sekelompok rahib mendirikan Biara Saint-Paul dari Kebijaksanaan, di Pas-de-Calais, yang terancam tutup karena kurangnya perekrutan. Pekerjaan restorasi di Biara Notre-Dame de Fontgombault berlanjut: setelah pembangunan gedung hotel, restorasi sakristi dan ruang makan, penggantian jendela kaca patri di atap pelana barat biara dan akhirnya pembangunan organ besar.

Tak lupa saya menyampaikan kepada para peserta ziarah, bahwa P. Jules Chevalier pernah melewati masa-masa retret atau permenungan spiritual di tempat yang hening itu. Dia dan P. Piperon datang ke biara ini untuk retret setelah mengetahui bahwa Uskup Bourges ingin menunjuk Maugenest ke paroki Katedral Bourges pada tahun 1857.  Mereka sangat kecewa dengan berita ini. Dari data sejarah di atas kita dapat melihat bahwa ketika dia dan P. Piperon datang ke tempat itu, biara dipegang oleh para trappist, bukan oleh para benediktin seperti saat ini. Tentu ada perbedaan antara keduanya.

 

DI DEPAN BIARA FONTGOMBAULT

Para Trappist dan biarawati Trappistine termasuk dalam keluarga monastik yang mengikuti Kristus menurut Peraturan Santo Benediktus, sebuah dokumen yang ditulis pada abad ke-6 di Monte Cassino di Italia. Ordo religius para trappist atau yang sering disebut OSCO – « Ordre cistercien de la Stricte Observance » atau Ordo Cistercian dari Ketaatan Ketat - yang dihasilkan dari komunitas Benediktin. Gerakan La Trappe dicirikan pada abad kesembilan belas dan awal abad dua puluh, dengan penarikan yang jelas dari dunia, sebuah kehidupan kerja manual dan doa. Aturannya sangat keras: kehidupan komunitas yang ditandai dengan keheningan, atau dalam hal apa pun dengan pembatasan komunikasi verbal yang kuat, dibagi antara doa dan pekerjaan manual. Julukan "Trappist" berasal dari gerakan reformasi yang dimulai pada abad ke-17 dari biara Prancis, "La Trappe", di Normandia. Komunitas yang mengikuti reformasi ini sering disebut "Trappists". Di Indonesinesia kita kenal ada juga komunitas Trappist Rawaseneng-Jawa Tengah. 

Ohh yah…setelah menjelaskan secara singkat mengenai biara itu di luar bangunan biara, saya biasanya mengajak mereka untuk masuk ke dalam gereja yang hening. Semua doa dan misa di tempat itu diucapkan dalam bahasa latin. Di dalam bangunan gereja, tak lupa saya menunjuk patung unik Maria di tempat itu yang sering disebut Notre-Dame du Bien-Mourir, atau Bunda Maria untuk Meninggal dengan Baik. Tentu ada sejarahnya di balik nama itu.  Selama Revolusi, seorang pria malang berani menyerang patung mulia itu untuk menjatuhkannya. Itu buruk baginya: dia jatuh parah, dan dia meninggal tak lama kemudian. Itu diyakini sebagai keadilan tanpa menekan penderitaan, Bunda Maria tahu bagaimana mengubahnya menjadi cinta: Bunda Maria memperoleh pertobatannya. Juga, dia untuk selanjutnya dipanggil dengan gelar Notre-Dame du Bien-Mourir. Sangat sering, umat beriman dari paroki tetangga datang untuk berdoa  melalui perantaraannya bagi sanak saudara mereka yang sedang berada dalam sakrat maut. Banyak rahmat kematian Kristen diperoleh, serta penyembuhan yang dianggap ajaib.

            Setelah berdoa di dalam gereja itu, saya mengajak para peziarah  untuk segera naik ke arah bus atau mobil ke arah St. Gaultier. Yah perjalanan masih membutuhkan waktu kurang lebih 40 menit ke arah tempat itu dengan melewati jalan yang mulai berkelok-kelok mengikuti jalur sungai La Creuse. Di dalam bus, saya meminta mereka untuk melihat data-data mengenai kehidupan Chevalier Ketika dia berada di seminari menengah St. Gaultier sebagaimana berikut ini:

 



·              October 1841, pada umur 16 tahun,  Jules masuk Seminari Menengah Saint Gaultier di Keuskupan Bourges.

·        1846, pada waktu libur sebelum masuk Seminari Tinggi di Bourges, Jules mengunjungi keluarganya di Richelieu.

 

Pater Chevalier ingat :

Baruru dua minggu sesudah tiba di Saint Gaultier, terus menerus saya mengalami rasa bosan dan sedih yang mendalam. Saya sudah memutuskan untuk pulang ke rumah, entah bagaimanapun juga. Hampir setiap hari, sambil menangis, saya minta Pater Superior untuk mengizinkan saya meninggalkan Seminari. Syukurlah, P. Superior adalah orang bijaksana dan berpengalaman. Jadi, Beliau menganjurkan saya untuk menunggu sampai akhir retret, yang tidak lama lagi akan dibuka. … Retret itu … menjadi suatu masa rahmat bagi saya. Segala keragu-raguan hilang dan mulai saat itu saya menjadi bahagia dan gembira hati… “(Personal Notes p. 8).

 

Jules mengingat juga bagaimana waktu musim dingin ia bersama beberapa teman pergi jalan-jalan dekat sungai Creuse. Bukit-bukit dekat Seminari Saint Gaultier masih ditutupi salju. Bersama dua teman, Jules mendaki sebuah bukit batu untuk menikmati pemandangan indah. Mengganti turun lewat jalan yang biasa, ia mengajak kedua temannya untuk mengikuti sebuah tanjakan yang terjal dan licin. Tiba-tiba Jules tergelincir dan sambil berteriak "Ya Tuhan, kasihanilah aku," ia terjatuh beberapa meter, menabrak pagar hidup, dan akhirnya sampai pada kaki bukit batu itu dalam keadaan pingsang. Para guru dan teman-temannya menyangka bahwa ia sudah mati, sebab ia tidak bernafas lagi.  Tetapi Jules tetap mendengar teman-temannya berteriak: "Jules sudah mati..; ." Karena berulang kali dikatakan bahwa ia sudah mati, Jules sendiri mulai percaya bahwa ia betul-betul sudah mati, lalu bertanya dalam hatinya: "Kalau saya sudah mati, mengapa jiwa saya belum ketemu Tuhan?" … Ia dipikul ke sebuah rumah yang dekat dan dibaringkan di atas sebuah tempat tidur. Para guru dan teman mengelilingnya, sambil … mendoakan arwahnya. Sesudah hampir satu jam, tiba-tiba Jules menarik nafas panjang, membuka matanya dan terheran-heran memandang keliling. Semua yang hadir mulai berteriak: "Ia tidak mati! Ia masih hidup!" Tetapi sebelum "kebangkitannya", beberapa teman lain sudah lari pulang ke Seminari untuk memberitahu kepada Superior Seminari bahwa Jules telah meninggal. Sebuah kereta dikirim ke tempat kecelakaan itu untuk menjemput mayatnya. Karena tidak diketahui bahwa Jules sudah hidup kembali, Pastor Superior mengumpulkan seluruh keluarga Seminari di kapel untuk mendoakan arwahnya. Ketika mendengar kereta sedang masuk halaman Seminari, pastor Superior berkata sambil menangis tersedu-sedu: "Anak-anakku, teman anda dihantar pulang. Mari kita … menjemput jenazahnya." Melihat kereta itu, Pastor Superior lari mendekat, tetapi Jules melompat keluar dari kereta dan berseru: "Selamat sore, Pater Superior, saya tidak mati!" Begitu terkejutlah Pastor Superior, sehingga ia hampir jatuh pingsang. Kesehatan Pastor Superior baru pulih kembali sesudah satu minggu, sedangkan Jules tinggal hanya dua hari saja di kamar orang sakit dan kemudian mulai mengikuti program Seminari seperti biasa. (Personal Notes p. 8-9).

 

 

Bekas seminari St. Gaultier

Refleksi Saya harus mengatakan terang-terangan, bahwa jika menjadi imam, saya akan menjadi imam untuk mengabdi kepada Tuhan, bukan kepada keluargaku; untuk menghantar jiwa-jiwa kepada Yesus Kristus, bukan kekayaan kepada keluargaku.”

 Inilah kata-kata Jules, ketika bertemu dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan yang keduanya sudah berumah-tangga dan yang mengungkapkan harapan mereka agar supaya kemudian hari ia membantu mereka dan anak-anak mereka, sebagaimana sering dibuat oleh para pastor paroki yang memperkaya keluarga mereka dan mencari pangkat yang bagus untuk kemenakan-kemenakan mereka. 

Dalam napak tilas, ketika tiba di St. Gaultier, saya biasanya meminta para peziarah untuk melihat dari jauh bangunan-bangunan seminari menengah pada masa lalu. Saat ini bangunan itu sudah menjadi milik pribadi orang tertentu. Tampak di sana ada tulisan « dijual ». Rupanya agak sulit untuk laku, karena memang letaknya di sebuah desa kecil. Kami menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit di tempat itu. Kami harus bergegas kembali ke Issoudun, karena toh masih membutuhkan waktu 47 minut dengan jarak tempuh  (64,3 km) lewat jalan tol A20 dan Route Nationale 151/N15. Kami biasanya tiba di Issoudun persis sebelum makan malam, atau sebelum pukul 19h00. Demikian perjalanan napak tilas hari pertama yang melewati banyak tempat historis dan tentunya butuh waktu dari pagi sampai malam…. Bersambung….

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug