Langsung ke konten utama

TEMPAT-TEMPAT NAPAK TILAS UNTUK KELUARGA CHEVALIER DI PERANCIS (BAGIAN 1-RICHELIEU)

 

Di depan Gereja Notre Dame Richelieu

Sejak tahun 2017, saya mendapat mandat dari Pater General MSC dan dewannya untuk menangani napak tilas di tempat-tempat bersejarah konggregasi MSC di Perancis. Dengan demikian sejak saat itu, saya mendampingi kelompok-kelompok peziarah luar negeri yang datang ke Perancis untuk napak tilas di tempat-tempat bersejarah « Keluarga Spiritual Chevalier. » Biasanya mereka datang pada musim panas, antara bulan Juni sampai Agustus. Tempat-tempat yang menjadi destinasi napak tilas kami yakni : Richelieu, Vatan, St. Gautiers, Bourges, Paray le Monial, Issoudun, dan Ars.

Para peziarah napak tilas ingin bermenung, melihat secara dekat suasana dan dinamika tempat-tempat itu saat ini serta membandingkan dengan masa lalu sesuai dengan data-data sejarah yang telah ditulis oleh para MSC sebelumnya.  Dalam tulisan ini saya menampilkan secara singkat masing-masing kota itu dan bagaimana kegiatan kami selama napak tilas di tempat-tempat itu.

 

RICHELIEU

Selain para peziarah negara-negara lain, saya pernah mengantar para konfrater dari Indonesia yang sempat datang ke Perancis. Tentu mereka datang dalam waktu yang berlainan, sehingga saya pun menjadi sering pergi ke tempat itu. Di antara para konfrater MSC Indonesia yang pernah ke Richelieu bersama saya antara lain: Mgr. Joseph Suwatan, MSC, P. Johny Luntungan, MSC, P. Poltje Pitoy, MSC, P. Berry Pareira, MSC, Br. Yoseph Manuel, MSC, P. Hermas Asumbi, MSC, P. Tarsis, MSC, P. Dony Srisadono, MSC.

Jarak dari Issoudun ke Richelieu adalah 156 km dan membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Pada awalnya saya meminta bantuan Br. Lionel, MSC (satu-satunya MSC asal daerah Richelieu) untuk mengemudi mobil. Sejak dua tahun ini saya bersyukur sudah bisa menyetir sendiri mobil di Perancis, sehingga lebih mudah untuk urusan napak tilas bagi kelompok kecil. Tidak heran ketika Mgr. Joseph Suwatan, MSC dan P. Johny Luntungan, MSC bernapak tilas ke Richelieu, saya sudah siap untuk mengantar, apalagi Br. Lionel yang biasa bantu nyetir sudah pindah ke keuskupan Orleans. Bagi kelompok yang agak besar, saya mereservasi bus tour. Tentu atas komunikasi dengan pihak yang akan napak tilas mengenai biaya dan lain-lain.

          Secara garis besar Richelie menjadi sangat penting untuk “Keluarga Chevalier” karena di situlah kehidupan pendiri MSC dan PBHK berawal. Data singkat dapat dibaca berikut ini:

 

·    22 Januari, 1811: Perkawinan Jean Charles Chevalier dan Louise Ory, orang tua Jules Chevalier, di Richelieu.

·    15 Maret, 1824 : Kelahiran Jules, di jalan Cygne no.1, (sekarang « Rue Jules Chevalier ») di Richelieu.

·    1841 bersama orang tuanya Jules pindah ke Vatan, dekat Issoudun, wilayah, Keuskupan Bourges.

·    Oktober 1841:  Jules masuk Seminari Menengah di St. Gaultier, wilayah Keuskupan Bourges.

·    1843 : orang tua Jules kembali ke Richelieu.

·    20 August 1848 : Kematian ayahnya pada umur 65 tahun di Richelieu.

·    1876 : Kematian ibunya pada umur 83 tahun di Richelieu.

 Chevalier ingat: Saya lahir di Richelieu (Indre-et-Loire), pada tanggal 15 Maret 1824, dan hari esoknya saya dibaptis dengan nama Jean Jules. Orang tua saya Katolik terhormat bertabiat baik. Mereka bukan orang kaya, namun mereka hidup berkecukupan dan sebenarnya keadaan ekonomi mereka masih dapat diperbaiki dengan bekerja keras, sistematis dan menghemat. Mereka mengadakan perencanaan menyangkut masa depan anak-anak mereka, tetapi, malangnya, penyakit dan kerugian tidak diperhitungkan… Ayahku bernama Jean Charles Chevalier. Salah seorang moyangnya kiranya pernah diangkat menjadi «ksatria» («Chevalier ») oleh Raja  Louis XIV, setelah bertempur dengan gemilang. Dia anak sulung dari empat anak. Ia orang yang baik dan tulus, suka beramal; seorang pencinta keadilan dan kebenaran. Dengan kecerdasan yang lebih dari kebanyakan orang dan pendidikan yang baik, ia bermaksud mengikuti sebuah karier professional, tetapi kemalangan keluarganya dan kematian ibunya menggagalkan rencananya. Ia menjadi seorang pedagang gandum dan tukang roti. Ia menikahi ibuku, Louise Ory, yang orang tuanya berdagang di bidang yang sama. Dia anak bungsu dari tiga belas anak. Biarpun pendidikannya terbatas, karena kondisi zaman yang tidak menentu, ia mempunyai sifat-sifat yang jarang ditemukan. Ia dianugerahi dengan daya penilaian yang sehat, tabiat yang cemerlang dan kokoh; kesalehan yang ikhlas; dan ia sangat pintar dan berani." (Personal Notes p. 1 ; Renungan Harian 30 November).

Perayaan Ekaristi di Richelieu

 

 

 

Makan siang di Richelieu
    yah…dalam napak tilas ke Richelieu, kami biasanya langsung misa di gereja “Notre Dame” Richelieu pada pukul 11h30. Oleh karena itu saya biasanya menghubungi beberapa umat yang sudah saya simpan nomor kontaknya bahwa tanggal sekian saya akan berada di Richelieu bersama rombongan. Syukurlah selama ini ada seorang ibu asli Polandia yang selalu siap sedia dan antusias ketika saya hubungi untuk membuka gereja dan menjadi kostor untuk misa kami. Dia tidak segan-segan mengeluarkan peralatan misa special, yakni piala dan patena yang biasa digunakan oleh St. Vincentius de Paul (Pendiri konggregasi CM) yang sering datang ke Richelieu pada masa lalu.

      Sampai saat ini biasaya misa dirayakan dalam bahasa Perancis, karena ada beberapa umat Richelieu yang juga hadir dalam perayaan misa. Setelah misa, kami melihat-lihat dan berkeliling di bangunan gereja yang megah itu. Sambil mengingat bahwa di tempat itu, di GEREJA PAROKI « Notre Dame » Di RICHELIEU, Jules Chevalier memulai kehidupannya sebagai orang katolik.

·       16 Maret, 1824 : Jules dipermandikan di Gereja « Notre Dame » di Richelieu .

·       29 Mei, 1836 : Komuni pertama dari Jules di Richelieu pada Hari Minggu Trinitas.

·       22 Mei, 1839 : Jules menerima Sakramen Penguatan di Richelieu.

Dalam Personal Notes-nya, Jules Chevalier menulis :

« Ibuku mempunyai tiga anak. Saya yang bungsu. Tidak lama sesudah dipermandikan, saya dibawa ke Gereja dan dibaktikan kepada Santa Perawan Maria dan Hati Kudus Yesus. Pada umur tuanya, ibu sering menceriterakan peristiwa yang mengharukan itu. Tentu diperindah oleh hati dan imajinasi….

 

Saya senang dengan hal-hal yang menyangkut Gereja dan suka membuat kapel-kapel kecil serta meniru imam di altar. Setelah mendengar khotbah pastor paroki atau pastor pembantunya, saya coba mengulangi khotbahnya di rumah. Saya naik sebuah kursi dan di hadapan keluarga, saya mengucapkan kalimat-kalimatnya, kurang lebih tepat, sambil meniru suara dan gerak-gerik sang pengkhotbah… Sering saya mengatakan bahwa saya hendak menjadi imam, tanpa sesungguhnya menyadari apa artinya… Sadar mengenai kelemahanku dan watak yang hidup-hidup, saya hati-hati dalam pergaulanku dengan anak-anak muda yang sebaya. Mereka makin kurang disiplin dan berusaha menarik saya ke arah yang sama. Selama beberapa waktu saya bergaul dengan mereka, tetapi ketika saya menyadari risiko-nya, saya meninggalkan mereka dan bergabung dengan sebuah kumpulan yang baru saja didirikan oleh pastor pembantu di paroki. Berkat pergaulan dalam lingkungan itu, tekad saya untuk menjadi imam malah bertambah kuat... (Pernah) seorang superior dari para Pater Vinsensian di Tours datang memberi sebuah retret di paroki.… Saya terutama tersentuh oleh salah satu khotbah. Sambil mendengarkannya, secara mendalam di dalam diriku saya mendengar suara yang berkata: "Betapa indah panggilan menjadi misionaris. Pasti saya sangat bahagia apabila pada salah satu hari kelak Tuhan memberi rahmat itu kepada saya juga" (Personal Notes p. 2-7).                                                                   

Refleksi

 

« Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya,

maka pada masa tuanya pun

ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu» (Amsal 22:6). 

Jadi, harapan Gereja yang utama

untuk kembali ke zaman yang lebih baik

terletak dalam pembinaan religius generasi muda. »

(Konstitusi MSC 1877, P. Chevalier).

 

Setelah misa dan keliling di dalam bangunan Gereja “Notre Dame”Richelieu, saya biasa mengajak para peziarah napak tilas untuk langsung makan siang di restaurant yang sudah direservasi sebelumnya. Di Richelieu ada beberapa restaurant sehingga ada banyak pilihan.  Kalau hanya dua tiga orang agak gampang alias tidak perlu reservasi. Untuk group yang agak besar, saya biasanya lebih dahulu reservasi untuk antisipasi.

Setelah makan siang saya mengajak para peziarah napak tilas untuk berkeliling di tempat yang “wajib” dikunjungi saat di Richelieu. Pada umumnya saya mulai dari tempat yang paling dekat dengan restaurant tempat makan siang kami. Karena selama ini kami makan siang hampir di restaurant yang sama, maka rutenya pun hampir sama setiap kali ada kelompok napak tilas.  Misalnya di mulai di Bekas Hotel-Restoran « Le Faisan » (Place du Marché).

Ini untuk mengingat jejak sejarahnya, mengapa keluarganya pindah ke Vatan. Dia menulis :

« Pada awal 1841, seorang pria bernama tuan Juste … datang ke Richelieu. Dia mandur hutan di sekitar Vatan… Ia sedang mencari seorang pria yang dapat diandalkan untuk mengganti dia bila ia sendiri berhalangan. Salah seorang sahabat menyebut nama ayahku. Ayahku dipanggil dan suatu kesepakatan tercapai. Kata tuan Juste : ‘Rupanya bapak mempunyai  anak yang hendak menjadi imam. Dengan senang hati saya akan berusaha supaya ia diberi tempat di Seminari Menengah. Kalau anda setuju, kita dapat mengaturnya…’ » (Personal Notes, p. 7).

 

Di sekitar Rumah tempat lahir Jules Chevalier, yang saat ini diberi nama Jalan Jules Chevalier

Kemudian kami langsung ke arah rumah tempat lahir Jules Chevalier yang letaknya tidak jauh dari Pasar Richelieu, yang sering disebut Pasar beratap “Les Halles. ” Ada pengalaman menarik di pasar itu pada masa kecilnya. Dia menulis:

“Pernah, ketika berumur empat tahun, ibu membawa saya ke pasar. Sambil ibu berbelanja, saya mengambil sebuah appel dari warung buah-buahan. Ketika ibu melihat hal itu, pantaslah saya ditegur dengan keras dan dihantar kembali ke warung itu dengan appel yang sudah setengah dimakan untuk minta maaf kepada pemilik warung itu. Tidak pernah saya lupa pelajaran itu.” (Personal Notes, p. 2).

 

Tempat di mana ibu biasanya menjual sayur-sayuran terdapat di perempatan di “Place du Marché” dan  di “La Grande Rue”, di sebelah kiri, di sudut suatu bangunan, di bawah sebuah patung Bunda Maria. Patung itu sekarang tidak ada lagi.

 


Pasar Richelieu

Setelah itu, kami menuju ke arah Toko sepatu di mana Jules magang tukang sepatu (“La Grande Rue”). Jules Chevalier menulis :

«Ketika pendidikan sekolah dasar selesai, saya menyampaikan keinginganku kepada orang tuaku untuk masuk Seminari Menengah, .. . Maksudku tidak disambut dengan baik. Ibuku menerangkan bahwa, karena segala kesulitan finansial yang sedang dialami, mereka tidak mampu mendukung rencanaku. Saya diajak untuk mencari suatu pekerjaan. Ibu menambahkan, jika Tuhan menghendaki saya menjadi seorang imam, pasti pada salah satu hari kelak, Ia akan membuka kemungkinan untuk itu… Saya memilih jadi tukang sepatu…. Allah mempunyai rencana-Nya sendiri… Saya ditempatkan pada seorang majikan katolik yang tulus dan selama waktu luang saya melanjutkan pelajaranku… (Personal Notes, 5-6).

 

Tempat kerja di toko Sepatu Richelieu


Refleksi

“Orang miskin mengenal

cintakasih dan kebaikan hati

P. Chevalier. Terus-menerus

mereka datang mengetuk

pintunya. Mereka tahu bahwa tidak pernah

akan ditolak… Berapa banyak keluarga… pernah ditolong oleh kemurahan hatinya  yang selalu rela membuka tangannya….Tak terhitung jumlah anak muda yang ia telah carikan pekerjaan.Sekarang ini orang miskin merasa sangat kehilangan akibat kematian Pater Chevalier.” (Claude Hériault MSC, Catatan-catatan mengenai Pater Chevalier; Renungan Harian Jules Chevalier, 14 September).   

    

Patung Kardinal Richelieu di sekitar tempat parkir dan taman yang luas

 Selanjutnya waktu pribadi kurang lebih 1 jam. Saya biasanya menganjurkan bagi mereka yang mau menghirup udara segar, bisa ke arah taman Richelieu yang besar tidak jauh dari tempat parkir. Saya yakin masing-masing punya kesan tersendiri mengenai Richelieu.

          Pada waktu yang ditentukan kami berkumpul lagi di tempat parkir, dan selanjutnya naik kendaraan untuk menuju tempat historis lainnya pada hari yang sama. Biasanya paket untuk hari ziarah ke Richelieu disatukan dengan St. Gautiers. Sehingga paling lama pukul 15h00 kami harus meninggalkan Richelieu ke arah St. Gautiers….(Bersambung…)

 

Refleksi

« Allah berkata kepadaku :

Aku mencintaimu dengan cinta yang tak terhingga!

Saya !

Pada khususnya « saya » yang demikian dicintai oleh Allah…

Saya yang tak tahu berterimakasih dan yang berdosa…

O Allah yang adalah KASIH,

Bantulah saya untuk memahami kata ini:

KASIH! »

(dari sebuah « Retret » yang diberikan oleh P. Chevalier).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug