Kisah ini berawal dari om saya di Kupang-Nusa Tenggara
Timur, yakni om Dion Saldju. Begini ceritanya. Suatu waktu dia menghubungi saya
via facebook dan mengatakan bahwa ada teman baiknya yang berasal Perancis.
Namanya Mr. Georges Plainecassagne. Mereka sering datang ke Kupang. Bersama
istrinya , Mr Georges datang ke Kupang bukan untuk tujuan berlibur,
melainkan menjalankan kegiatan kemanusiaan dan kerohanian. Om Dion memberi
nomor hp Mr. Georges kepada saya. Berkat kecanggihan teknologi, semuanya terasa
mudah, sehingga kami pun bisa saling kontak untuk berbagi pengalaman. “Sudah
bisa beradaptasi dengan kehidupan baru di Perancis?, demikian kata Mr.
Georges di balik telepon. Saya bercerita panjang lebar. Yang terutama adalah
dukungannya akan misi yang saya emban saat ini.
Mr. Georges tinggal tidak jauh di daerah Paris, dekat
Bandara Charles de Gaulles. Saya tinggal di komunitas internasional MSC
Issoudun yang lumayan jauh dari Paris, sehingga cukup sulit untuk bertemu secara
langsung dengan keluarga itu. Namun, keluarga itu bersemangat untuk bertemu
dengan saya. Mereka sempat menawarkan agar saya bisa berpartisipasi dalam
perayaan « la
fête des mille ans de Paix au Puits au Héron pada perayaan Hari Raya
Pentekosta selama 3 hari ( 3, 4, 5 Juni). Namun pada tanggal itu saya sudah
memiliki agenda lain untuk pembatisan empat orang anak di Gereja St. Cyr
Issoudun (Ambre, Elisa, Hugo, Matenzo).
Mereka akhirnya menawarkan waktu lain untuk pertemuan
kami. Pertemuan pertama kali kami terjadi pada, tanggal
22 mei 2017. Saat itu, pagi-pagi saya menerima pesan suara, yang mengatakan
bahwa Mr. Georges dan istrinya akan mampir di Issoudun dalam perjalanan mereka
ke arah Perancis selatan. Pada malam hari tanggal 22 mei 2017 akhirnya kami
bertemu. Kami bertemu pada pukul 08 malam. Walaupun sudah pukul 08 :00
malam namun masih tampak seperti pukul 04 :00 sore di Indonesia. Maklum pada
musim semi dan mendekati musim panas, siang semakin panjang. kami habiskan
waktu bersama di salah satu restoran di Issoudun. Mula-mula kami mencari
restoran asia, tetapi sayangnya tutup. Akhirnya kami makan di sebuah restoran
perancis.
Selama acara makan malam penuh persaudaraan di
restoran itu, kami banyak bercerita. Termasuk kisah mereka ketika mengadakan
kunjungan ke daerah Wekaseko-Flores. Saya sendiri belum pernah ke daerah itu,
walau sama-sama satu kabupaten dengan daerah saya, Maunori-Nagekeo-Flores. Hal
yang mengagumkan adalah mereka yang serba berkecukupan itu siap masuk keluar
kampung sederhana untuk bertemu dengan orang-orang kecil, membawa kabar suka
cita, serta “menghirup udara yang dihirup oleh kaum miskin”, sebagaimana
juga diharapkan oleh P. Jules Chevalier, pendiri tarekat MSC kepada segenap
sahabat-sahabatnya.
Kami berpisah pada pukul 10.30 malam. Terima kasih keluarga
Georges. Selamat melanjutkan perjalanan sampai ke kampung halaman. Hati-hati di
jalan. Terima kasih atas kesempatan mau bertemu
dengan saya. "Jangan sungkan telepon kami kalau hendak ke Paris", demikian pesan mereka sebelum kami berpisah. Semoga kita bisa bertemu lagi pada waktu yang akan datang. AMIN
Komentar
Posting Komentar