Hari
ini, Donald Trump akhirnya resmi menjadi presiden ke-45 Amerika Serikat.
Menjadi presiden di negara super power seperti Amerika adalah hal yang luar
biasa. Saya yakin perhatian banyak orang pada hari ini tertuju ke negara
Amerika Serikat. Setidaknya lewat media massa dan internet, kita bisa mengikuti
apa yang terjadi di Amerika pada hari ini.
Dalam
beberapa siaran tv di Perancis, tayangan gambar Donald Trump dan istrinya
begitu jelas. Demikian juga para mantan presiden yang sempat hadir dalam acara
pelantikan presiden yang 45 Amerika tersebut. Yang menarik hati saya
adalah: soal sumpa jabatan. Tampak
jelas seorang pendeta membacakan kata-kata yang diikuti oleh Donald Trump. Hal
itu sangat biasa di Indonesia. Berbeda dengan negara Perancis. Negara tour eifel itu begitu sekular dan sangat sensitive ketika
seorang politisi berbicara mengenai agama. Ada pemisahan antara ruang public
dan ruang privat. Agama termasuk dalam masalah privat. Seorang pejabat public
sama sekali dilarang menggunakan atribut apa pun mengenai agama dan tidak
boleh menyebut identitas agamanya di hadapan publik. Dalam debat politik tentang imigran atau kemiskinan,
suara gereja memang menonjol, namun di daerah lain gereja sangat hati-hati
karena hirarki tahu bahwa banyak orang percaya tidak setuju dengan sikap
politik mereka. Pada tahun ini negara Perancis akan mengadakan pemilihan umum
memilih presiden yang baru. Untuk generasi tua Katolik, François Fillon ada dalam hati mereka. Baru-baru ini gaya
kekatolikan Fillon telah digunakan oleh lawan-lawan politiknya sebagai sarana
untuk menyerangnya. Mantan Perdana Menteri Manuel Valls, saat berkampanye untuk
menjadi kandidat Sosialis, mengatakan: 'Untuk
pertama kalinya politisi telah mendefinisikan proyek sebagai seorang Katolik
... kita adalah negara dengan akar Kristen, dengan salah satu komunitas Yahudi
tertua dan di mana Islam adalah agama kedua, tapi kita juga adalah negara
sekuler. Untuk memenuhi syarat proyek sebagai seorang Katolik bertentangan
dengan identitas negara kita dan dengan demikian itu akan meningkatkan
sektarianisme.” Keyakinan Fillon dalam pentingnya nilai-nilai konservatif
sebenarnya mungkin untuk menarik pemilih dari Yahudi dan Muslim masyarakat,
pria dan wanita yang memiliki pandangan yang sama. Terlebih lagi, mereka lebih
cenderung untuk menghormati dan karenanya memilih seorang pria yang beriman, apapun agamanya.
Hal
lain yang menarik hati saya adalah soal kata-kata pidato Donald Trump. Dia
menggunakan kata-kata inti:”America the
First”. Yah memang benar bahwa negara itu memang super power. Mungkin kita
masih ingat kata-kata Donald Trump saat berbicara kepada pendukungnya pada
perayaan kemenangannya
sebagai presiden di New York
Hilton Midtown, New York City
pada 9 November 2016. Kata-kata kuncinya adalah:” We
expect to have great relationships. No
dream is too big. No challenge is too great. “ Saat itu dengan sangat
optimist dia berkata :”kita akan memperbaiki pusat
kota kita dan membangun kembali kami jalan
raya, jembatan, terowongan, bandara, sekolah, rumah sakit. Kita akan membangun
kembali infrastruktur serta menempatkan jutaan orang untuk bekerja”. Di samping itu katanya: “kita memiliki rencana ekonomi yang besar. Kita akan
melipatgandakan pertumbuhan ekonomi dan menjadikannya sebagai yang terkuat di
dunia. Pada saat yang sama membangun relasi dengan negara-negara lain.”
Kita lihat saja ke depan apa yang terjadi dengan Amerika
yang akhirnya toh dipimpin oleh Trump yang tanpa latar belakang politik dan
juga memilih para “pembantunya” yang juga “awam” politik, tetapi kuat secara financial.
Kita tentu masih ingat juga kata-katanya saat kampanye mengenai dinding atau tembok perbatasan Selatan,
larangan sementara imigran Muslim, dan oposisi yang kuat untuk trade deals, di antara poin-poin
bombastis lainnya. Seorang warga Amerika tampak tertangkap
kamera video salah satu tv Perancis. Di belakang pundak orang itu tertulis “REALLY?” Mungkin dia mempertanyakan,
apakah segala yang dikampanyekan dan janji-janji politisnya benar terlaksana?
Paus Fransiskus memberikan selamat
kepada Donald Trump
Paus Francis telah mengirim selamat
dan harapan kepada Presiden
Amerika Serikat Donald Trump, yang diresmikan dalam sebuah upacara di US
Capitol Building. Beberapa poin penting yang diutarakan oleh paus Fransiskus "Pada
saat ini
umat manusia dilanda krisis
kemanusiaan yang parah yang menuntut pandangan yang jauh dan tanggapan-tanggapan integrative politis.
Saya
berdoa bahwa keputusan Anda akan dipandu oleh kekayaan nilai-nilai spiritual
dan etis yang telah membentuk sejarah orang-orang Amerika dan komitmen bangsa
Anda untuk kemajuan martabat manusia dan kebebasan di seluruh dunia, "-
Pesan yang dibacakan -" di bawah kepemimpinan Anda, semoga Amerika terus menjadi
tolak ukur atas semua kepedulian terhadap orang miskin, terbuang dan mereka
yang membutuhkan, seperti Lazarus, berdiri balik pintu kita. "
Itulah doa Paus Fransiskus untuk Donal Trump. Pada masa kampanye PHILIP PULLELLA, Reuters, pernah mewawancari Paus Fransiskus, katanya "Salah satu kandidat untuk Gedung Putih, Republik Donald Trump, menyatakan dalam sebuah wawancara baru-baru ini bahwa paus adalah politikus dan bahkan mungkin pion, alat bagi pemerintah Meksiko untuk kebijakan imigrasi. Dia mengatakan bahwa jika terpilih, ia ingin membangun dinding lebih dari 1.550 mil panjang di sepanjang perbatasan. Dia ingin mendeportasi 11 juta imigran ilegal, memisahkan keluarga, dll. Kemudian saya pertama kali akan menanyakan apa yang Anda pikirkan tentang tuduhan ini terhadap dirinya dan jika orang Katolik Amerika dapat memilih orang seperti itu?'"
Yah, mari kita berdoa bersama dengan Paus Fransiskus agar pemimpin baru Amerika Serikat bisa menahkodai negara super power itu dengan keputusan-keputusan yang dipandu oleh kekayaan nilai-nilai spiritual
dan etis, teristimewa memperhatikan kaum miskin dan orang-orang yang tebuang. AMIN
Komentar
Posting Komentar