Langsung ke konten utama

Menjadi Pribadi yang Apresiatif




Menjadi Pribadi yang Apresiatif
Pribadi yang apresitif berawal dari cara pikir yang positif terhadap orang lain. Dengan berpikir positif terhadap orang lain, Sahabat Muda pasti mampu menjalin relasi dengan baik dengan orang-orang lain. Ada istilah “Pygmalion Effect” yang menggambarkan bahwa apa yang kita pikirkan mengenai orang lain, itulah yang jadi buat kita. Terhadap kenyataan yang sama bisa dilihat secara berbeda oleh dua orang Sahabat Muda. Misalnya Sahabat Muda A berkomentar:” Si guru C itu orangnya suka marah-marah.” Si Sahabat Muda B berkomentar:” Si guru C itu orangnya sangat mendidik. Dia tidak membiarkan para siswa-siswi bertindak semaunya. Dia sangat prinsipil dan benar-benar mau jadi guru yang sejati.” Tampak sekali cara berpikir Sahabat Muda B begitu apresiatif sehingga ketika menghadapi guru C, dia begitu nyaman dan tidak menghindar. Beda sekali dengan Sahabat Muda A yang selalu berusaha menghindar dan takut berjumpa dengan si guru C. Begitulah Sahabat Muda, ternyata cara pandang atau cara berpkir kita, sangat menentukan bagaimana kita bertindak.
Agar kita bisa menjadi pribadi yang apresiatif seperti Sahabat Muda B dalam contoh di atas, ada beberapa langkah yang perlu kita perhatikan:
  • Menerima perbedaan
Mengapa kita tidak bisa berelasi dengan baik dengan orang lain? Salah satunya adalah karena  kita tidak mampu menerima perbedaan. Sahabat Muda A dalam contoh di atas mungkin tidak menerima cara mendidik guru C yang mengucapkan kata-kata tertentu yang dilihatnya sebagai marah.  Sahabat Muda jangan memaksa agar orang lain sama seperti yang Sahabat Muda mau. Masing-masing orang unik. Bayangkan kalau semua orang di dunia sama karakternya, maka dunia ini menjadi tidak indah. Bunga menjadi indah karena ada warna-warni, iya kan? Jika dalam relasi kita menjumpai ada sahabat kita yang sama sekali beda dalam karakternya, jangalah memaksa dia untuk mengikuti apa yang kita mau. Sikap open-minded menjadi penting. Dengan perbedaan itu kita diajak untuk mengenal orang lain secara lebih dalam. Nah sikap demikian tidak lain adalah wujud sikap apresitf terhadap perbedaan yang ada dalam diri sahabt-sahabat kita. Jangan sampai kita hanya memilih-milih teman. Mereka yang beda dengan kita, kita tolak. Sikap memilih-milih teman adalah bentuk cinta ekslusif, padahal semua agama mengajarkan untuk menghidupi cinta universal.
  • Memberi label positif
Kesadaran bahwa setiap manusia di dunia ini adalah unik, memampukan kita untuk menggaris bawahi karekter positif yang  ada dalam diri seseorang. Walaupun toh ada kekurangan-kekurangan dalam diri orang lain, perlulah kita melihat kebaikan-kebaikan yang orang tunjukkan. Memberi label positif, itulah yang diharapkan Sahabat Muda praktekan dalam kehidupan sehari-hari. Entah kepada teman, bapa dan mama, adik dan kakak, atau paun kepada para guru dan kepada siapa saja.
  • Memberi dukungan
Label positif bisa kita ucapkan secara langsung kepada orang yang bersangkutan atau pun hanya dalam bingkai lensa pikiran positif. Intinya dengan label positif membuat kita bisa berelasi secara luwes tanpa prasangka negatif tentang orang lain. Jika Sahabat Muda dengan tulus mengungkapkan apresiasi positif kepada orang lain secara spontan dan tulus, pada saat yang sama sebenarnya Sahabat Muda sedang memberi dukungan kepada dia untuk lebih maju.
Akhirnya semoga Tuhan selalu melimpahi kita dengan energy positif untuk tetap menjadi pribadi yang apresiatif di mana  pun kita berada. Ingatlah bahwa sikap apresiatif sangat berarti bagi kita sendiri maupun bagi orang yang mendapat apresiasi dari kita. Bagi kita sendiri, kita akan menjadi pribadi yang tidak mengeluh dan tau bersyukur serta mampu menjalin relasi dengan siapa pun. Dengan demikian membuat kita menjadi pribadi yang bahagia. Bagi orang lain, apresiasi yang kita berikan memacu dia untuk menjadi lebih baik dan juga memberikan suka cita baginya. Selamat membangun diri menjadi pribadi yang apresiatif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug