Langsung ke konten utama

Bahagia Kuterikat pada Yahwe








Ada sebuah refren mazmur yang indah yang bisa dijumpai dalam Puji Syukur nomor 840, yakni: Bahagia 'kuterikat pada Yahwe. Harapanku pada Allah Tuhanku.Itu adalah mazmur kesukaan suster Claudete. Dia adalah suster kongregasi santa Jeanne Delanoue. Umurnya sudah kira-kira 70-an tahun. Dia berkarya di Indonesi secara khusus daerah Jambi selama kurang lebih 28 tahun. Kini dia sudah berada di Perancis dan berkarya di keuskupan Moulins. Saya ketemu pertama kali dengannya pada salah satu misa di katedral keuskupan Moulins menjelang paskah. Seorang suster dari negara Madagaskar yang mempertemukan kami. Tentu suster Claudete sangat senang, karena dia boleh berbahasa Indonesia lagi. Dia memang berasal dari negara Perancis. Namun hatinya sudah menyatu dengan negara Indonesia. Begitulah misionaris.
Suster Claudete

Suatu waktu bersama dengan pastor Blaise, CM serta pastor Kornelis Anjarsi, Pr (Projo Keuksupan Tanjung Karang), saya berkunjung suster itu di komunitasnya. Dia juga sempat ke Issoudun dalam suatu ziarah tahunan pada bulan September lalu.  Saya mengundang dia untuk ikut serta dalam ziarah di Issoudun. Dia mengatakan bahwa ada beberapa suster lain di Saumur (tempat rumah induk tarekatnya) yang sudah pernah bekerja di Indonesia bertahun-tahun. Menurutnya, mereka sangat rindu ketemu dengan orang Indonesia.
Ketika saya mengatakan bahwa saya studi di Angers, dengan dengan senang hati suster Claudete mengajak saya untuk pergi Saumur. Ternyata Saumur berada dalam kawasan keuskupan Angers. Daerah itu tidak jauh dari Angers. Pada akhir pekan kemarin, 10-11 Desember 2016, suster Claudete berada di Saumur untuk ikut serta dalam suatu pertemuan. Dia datang dari Moulins dan dia pun mengundang saya agar kalau ada waktu bisa ke Saumur untuk kunjung para suster tua yang sangat rindu Indonesia itu. Saya pun pergi ke biara besar mereka pada hari Sabtu, 10 Desember sore dengan menggunakan bus. Saya turun di stasiun Saumur dan dijemput oleh suster Claudete dengan menggunakan mobilnya. Jarak dari Stasiun Saumur ke biara itu tidak jauh, hanya butuh waktu 10 menit. Malam minggu itu saya tidur di biara itu. 

Pada waktu mengunjungi suster Claudete di Montluçon



 Biara yang besar sekali dan indah itu, tidak ada lagi panggilan. Yang ada dalam rumah biara yang megah, besar, dan indah itu hanya suster-suster tua umur di atas 80 tahun. Saya bertemu dengan suster Maria yang pernah berkarya di Indonesia selama 35 tahun. Dia dikenal dengan sebutan “ibu dokter Jerman” di daerah Misi Jambi karena berkarya dalam bidang pengobatan. Suter “dokter” itu sekarng sudah tidak bisa lagi berjalan sendiri. Dia hanya duduk dikursi roda. Untuk tidur dan bangun tidur pun butuh bantuan orang lain. Dalam situasi demikian, dia masih tetap bercerita dengan baik, serta menebarkan pesona senyum. Saya menghabiskan waktu bersamanya untuk bercerita. Di kamarnya ada laptop. Dia mampu mengoperasikan laptop. Kebetulan saya membawa kaset misa pertama saya. Dia pun sangat senang melihat acara adat. Dia ingat lagi Indonesia.
Pada hari minggu, 11 desember saya berpartisapasi dalam misa bersama dengan para suster dan umat di kapela biara itu bersama dengan seorang pastor tua. Pada salam damai, salah satu suster perancis mengajak umat untuk menyanyi lagu salam damai ala Indonesia. Karena ada orang Indonesia, katanya. heheheh….Hampir semua suster tahu menyanyikan lagu salam damai itu, karena lagu itu rupanya pernah diajarkan oleh salah satu suster Indonesia yang pernah berkarya di tempat itu. Namun suster Indonesia itu sudah kembali ke tanah air.
Setelah misa saya mendorong kursi roda suster Maria. Saya mendorong ke arah kubur santa Jeanne Delanoue yang tidak jauh di altar kapela megah itu. Dia menjelaskan kepada saya santa itu. Biar sudah tua tapi tetap semangat menjelaskan santa pendiri tarekatnya itu. Selanjutnya saya mendorongnya ke arah lift agar dia bisa naik ke tingkat dua biara itu. Dia memesan kepada saya agar pada jam 12 datang ke depan pintu lift itu agar bisa menjemputnya untuk makan siang bersama di ruang makan komunitas. Dia biasanya makan di tingkat dua bersama dengan para suster tua lainnya. Namun karena ada saya, dia makan bersama dengan para suster lain yang masih agak muda (40-50 tahun) di ruang makan komunitas. Saat makan siang ada sekitar 10 orang. Ada dua imam lainnya, serta para bos tarekat alias pimpinan generalate tarekat itu.
Setelah makan, saya mendorong kursi roda dan mengantar lagi suster tua itu ke kamarnya. Kami bercerita lagi. Dia senang sekali. Suster Claudete kemudian bergabung bersama kami. Suster Claudete kemudian dengan mobilnya membawa saya ke beberapa tempat historis tarekatnya itu di kota Saumur. Kami berdua ke arah rumah tempat Jeanne Delanoue hidup dan wafat serta melaksanakan karyanya selama masih hidup. Ada satu suster lain yang saat itu ada di rumah di mana Jeanne Delanoue berkarya  pada abad ke-17. Dia menjelaskan dengan sangat baik kepada saya. Di tempat di mana Jeanne Delanoue mengadakan doa bersama para suster pertama, kami bernyanyi mazmur kesukaan suster Claudete dalam bahasa Indonesia. Dia senang. Dia berpesan kepada suster itu dan saya agar kalau dia meninggal, kami menyanyikan lagu kesukaannya itu. Terharu juga. Sebelum dia mengantar pulang saya ke arah stasiun Saumur, kami singgah berdoa di salah satu gereja yang sangat terkenal dan megah di Saumur, tidak jauh dari rumah Jeanne Delanoue. Setelah itu saya ke stasiun diantar oleh suster Claudete. Sampai jumpa…..Tuhan memberkati kita semua. AMIN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug