KAWASAN Champs Elysees PARIS |
Dari pastoran St. Yoseph Anger ke stasion Angers, kami diantar oleh pastor Charles, seorang pastor senior yang sudah pension, tetapi masih sangat aktif membantu pelayanan misa di gereja St. Yoseph Angers. Dia memang sangat gesit, maklum ayahnya adalah seorang tentara yang pernah bertugas di Syria. Dia pun lahir di negara ISIS itu. Ohh yah..letak pastoran paroki St. Yoseph Angers ke stasion kareta Angers tidak terlalu jauh, hanya kira-kira 800 meter saja. Namun pastor Gilles meminta pastor Charles untuk mengantar kami agar tidak ketinggalan kereta.
Perjalanan dari Angers-Paris (stasiun Montparnasse)
memakan waktu 1,5 jam. Maklum menggunakan kereta cepat “ Train à Grande Vitesse (disingkat TGV). Kareta yang dikembangkan oleh Alstom dan SNCF, dan dioperasikan oleh SNCF, Perusahaan Kereta Nasional
Perancis menghubungkan kota-kota di Perancis termasuk dari Angers menuju Paris, dan juga negara-negara tetangga, seperti Belgia, Jerman, dan Swiss. Belum banyak negara di dunia yang memiliki TGV. Kereta
semacarm itu beroperasi juga di Belanda, Spanyol, dan Britania Raya dan Amerika Serikat, Atau London. Di benua Asia hanya ada di Korea Selatan. Tentu TGV bukan kereta cepat
pertama. Jepang, negara misi konfrater Frits Ponomban dan Kiky Kuntag juga ada
kareta cepat jenis lain. Di jepang namanya Shinkansen. Kareta jenis itu menghubungkan Tokyo
dan Osaka dan telah dibuka sejak 1 Oktober 1964.
Kembali
ke inti cerita…heheh
Kami
tiba di stasiun Montparnasse kira-kira pukul 15:30. Kami langsung turun ke
dalam tanah menggunakan lift. Maklum metro adalah kareta bawah tanah di kota
Paris. Pastor Gilles bilang: “stasiun metro di bawah tanah” adalah kota di
bawah Paris. Memang benar.
Sangat ramai dan banyak sekali orang. Dari stasion Montparnasse kami menuju
line metro ke arah ligne metro Charles de Gaulle
– Étoile. Tidak butuh
waktu lama akhirnya kami sampai di stasiun yang terletak di bawah Place Charles de Gaulle dan terletak di
perbatasan arondisement ke -8, 16 dan ke-17 kota Paris itu.
Kami harus menuju tempat itu karena selama dua malam di
Paris kami menginap di Maison Eymard Pères du Saint-Sacrement 23
avenue de Friedland 75008 Paris – France. Letaknya sangat strategis. Rumah itu
tidak jauh dari The Arch of
Triomphe atau sering hanya
disebut Arc de Triomphe. Ketika tiba di rumah itu kami dibagi kunci kamar masing-masing oleh receptionist. Saya tidur di tingkat 4 bangunan unit B nomor 414. Kami memutuskan untuk istirihat sejenak di kamar kami masing-masing sebelum keluar melihat keindahan kota Paris.
Pada pukul 17:00 kami memutuskan untuk keluar bersama-sama ke arah Arc de Triomphe. Bangunan yang dibangun atas perintah Kaisar Napoleon I itu menjadi primadona para turist. Konstrusi bangunan yang sangat terkenal itu dimulai pada tahun 1806 dan berakhir pada tahun 1836 di bawah Louis Philippe. Bangunan itu berdiri di tengah Place Charles de Gaulle (sebelumnya disebut Place de l'Étoile) di pusat dan ujung barat Champs Elysees, 2,2 kilometer dari tempat Concorde. Tinggi bangunan itu mencapai 49.54 m, 44,82 m dan lebar 22,21. Ketinggian lengkungan besar adalah 29,19 m dan lebar 14,62 m. Total biaya konstruksi adalah 9.651.116 F2. Arc de Triomphe sekarang merupakan bagian dari monumen nasional dengan nilai sejarah yang sangat tinggi. Di kakinya adalah makam seorang tentara yang tak dikenal (Unknown Soldier) dari Perang Dunia II.
Pada pukul 17:00 kami memutuskan untuk keluar bersama-sama ke arah Arc de Triomphe. Bangunan yang dibangun atas perintah Kaisar Napoleon I itu menjadi primadona para turist. Konstrusi bangunan yang sangat terkenal itu dimulai pada tahun 1806 dan berakhir pada tahun 1836 di bawah Louis Philippe. Bangunan itu berdiri di tengah Place Charles de Gaulle (sebelumnya disebut Place de l'Étoile) di pusat dan ujung barat Champs Elysees, 2,2 kilometer dari tempat Concorde. Tinggi bangunan itu mencapai 49.54 m, 44,82 m dan lebar 22,21. Ketinggian lengkungan besar adalah 29,19 m dan lebar 14,62 m. Total biaya konstruksi adalah 9.651.116 F2. Arc de Triomphe sekarang merupakan bagian dari monumen nasional dengan nilai sejarah yang sangat tinggi. Di kakinya adalah makam seorang tentara yang tak dikenal (Unknown Soldier) dari Perang Dunia II.
Penginapan
kami juga tidak jauh dari Champs Elysees (atau hanya disebut Champs Elysees, bahkan Champs).
Hanya butuh waktu 5 menit untuk jalan kaki ke tempat itu. Oleh karena itu pada malam hari, setelah jalan-jalan di Arc de Triomphe, kami menuju Champs. Ada apa di situ? Tentu itu adalah sebuah jalan besar dan terkenal di Paris. Banyak
orang menganggapnya sebagai jalan paling indah di Paris, dan, menurut sebuah
ekspresi yang biasa digunakan di Prancis “sebagai jalan paling indah di dunia”
(la plus belle avenue du monde). Nama
jalan itu diambil dari nama Elysian Fields, tempat Hades di mana jiwa-jiwa yang
saleh tinggal dalam mitologi Yunani. Tempat itu juga menjadi salah satu atraksi wisata utama
ibukota. Jalan itu membentang dari Place de la
Concorde ke Place Charles de Gaulle
di distrik 8 dan merupakan bagian utama dari pusat bersejarah Paris.Lampu-lampu natal ada di mana-mana. Terdengar di mana-mana orang bercakap dalam berbagai bahasa. Maklum hampir semua yang lewat di situ adalah para turist. Saya jumpai juga para pengungsi dari negara Syria yang datang meminta-minta kepada para turist.
Setelah menikmati Champs Elysees, kami menuju museum Louvre. Di dalam museum itu terdapat banyak koleksi seni dan barang
antik. Ini adalah salah satu museum terbesar di dunia, dengan area pameran
sebesar 60.600 m, dan memiliki koleksi yang meliputi hampir 460 000 karya.
Museum itu merepresentasikan seni Barat
dari Abad Pertengahan ke 1848, juga karya seni peradaban kuno yang mendahului
(Oriental, Mesir, Yunani, Etruscan dan Romawi), dan karya seni orang-orang
Kristen awal dan Islam.
Malam itu kami tidak masuk ke dalam museum. Kami hanya
menikmati pemandangan malam hari di luar museum itu. Mata kami terpanah dengan taman besar yang terletak di jantung kota Paris itu yakni, Jardins du Carrousel et des Tuileries. Luasnya
mencapai 23 hektar, dan terletak antara Louvre dan Place de la Concorde, dan berbatasan
dengan sungai Seine dan rue de Rivoli. Tentu banyak penjunjung juga termasuk pada malam hari. Dari
tempat itu, kami menuju tempat penukaran uang yang juga tidak jauh dari museum
Louvre, karena pastor Sebastian hendak menukar uang India-nya. Ehh ternyata
tidak bisa. Mereka memberi saran untuk menukar di kedutaan INDIA DI Paris
hehehe..
Malam itu setelah menikmati beberapa tempat pada malam hari di kota Paris, kami makan malam di flunch (FLUNCH place de Clichy). Setelah itu kami kembali ke tempat penginapan dengan penuh suka cita.Ohh yahh....kemana-mana saya setia memakai syal adat Nagekeo di leherku. Sekalian promosi selendang adat Nagekeo di kota Paris. heheheh
Malam itu setelah menikmati beberapa tempat pada malam hari di kota Paris, kami makan malam di flunch (FLUNCH place de Clichy). Setelah itu kami kembali ke tempat penginapan dengan penuh suka cita.Ohh yahh....kemana-mana saya setia memakai syal adat Nagekeo di leherku. Sekalian promosi selendang adat Nagekeo di kota Paris. heheheh
Komentar
Posting Komentar