Langsung ke konten utama

BENDERA INDONESIA DI ISSOUDUN



Ziarah tahunan di Issoudun tahun ini agak beda dengan tahun-tahun sebelumnya. Rangkaian program ziarah diatur sedemikian rupa oleh team Issoudun yang dimotori oleh P. Daniel Augie, msc agar selalu menarik. Para peziarah datang dari mana-mana (dari negara Perancis). Ketika berkenalan dgn para peziarah, saya tahu bahwa para peziarah juga datang dari daerah perbatasan dengan negara Jerman dan juga dari daerah Tours serta satu orang dari Inggris.
Para imam pada hari Sabtu, 3 September 2016 melayani sakramen pengakuan dosa di taman belakang biara Issoudun. Saya juga dilibatkan. Syukurlah pada hari sebelumnya pastor Daniel sudah memberikan sepotong kertas tentang urutan atau tata cara memberi pengakuan dosa kepada umat dalam bahasa Perancis. Setelah pelayanan sakramen tobat dilanjutkan dengan misa untuk para peziarah yang dipimpin langsung oleh uskup Bourges dan yang berperan sebagai pengkhotbah adalah uskup Angers. Dihadiri pula oleh puluhah imam dan ratusan peziarah. Beberapa umat yang hadir merasa tersentuh dengan isi khotbah, termasuk guru bahasa Perancis saya yang datang jauh-jauh dari Vichy. Saya juga senang bisa berjumpa dengan konfrater terkasih, P. Herman Pongantung yang datang dari Orleans bersama umat Orleans.
Pada sore hari, setelah makan siang, diadakan doa Rosario sekaligus acara penerimaan secara resmi team basilica yang baru dan diperkenalkan kepada para peziarah. Pastor provincial MSC Perancis Swiss mengenakan stola kepada kami berempat (Martin, Sebastian, Gabriel dan saya). Kami memegang bendera masing-,masing (India, Kamerun, serta Indonesia dan juga gambar St. Theresia dari Kalkuta). Tampak umat begitu antusias menerima kami. Tepukan tangan menyertai setiap kata-kata yang kami ucapkan. Masing-masing kami sedikit mengucapkan beberapa kalimat inti untuk memperkenalkan diri dan negara kami masing-masing. Dengan bendera yang sama kami mengadakan perarakan doa Rosario mengitari taman yang jarak tempuh kelilingnya hampir 1 km. Uskup Bourges dalam kata sambutannya tampak begitu senang dengan kehadiran kami berempat. Baginya itu adalah kekayaan bagi gereja di keuskupan Bourges. Oleh karena itu ia meminta kepada umat yang hadir untuk menerima kami sebagaimana kami adanya. “Mereka sudah tinggalkan keluarga dan jauh-jauh dari benua lain untuk datang ke Perancis, oleh karena itu terimalah mereka. Mereka jauh dari keluarga mereka. Sekarang Anda adalah keluarga mereka. Keluarga rohani”, demikian katanya. Untuk mengakhiri sambutannya dia meminta agar para pendidik, orang tua serta semua orang yang bergerak dengan dunia kaum muda agar mengajak dan memperhatikan panggilan khusus bagi kaum muda, entah sebagai pastor, bruder, ataupun suster.”
Setelah doa Rosario, saya langsung ke komunitas pusat PBHK di Issoudun untuk memimpin misa pertama bersama dengan P. Daniel. Para suster begitu senang. Pada hari Minggu, 4 September para peziarah kembali ke daerahnya masing-masing setelah mengikuti misa pertama saya di basilica Issoudun. Misa berjalan dengan baik. Umat begitu senang. Kartu kenanangan tahbisan yang sudah disiapkan oleh P. Daniel dibagikan kepada umat dan para peziarah. Setelah misa (misa dimulai pukul 11 siang), umat memberi selamat kepada saya satu per satu di depan basilica. Beberapa umat ada yang meminta tanda tangan di kartu kenanangan tahbisan serta meminta berkat khusus. Dengan basa-basi saya meminta mereka agar jangan lupa datang lagi ke Issoudun tahun depan dalam rangkaian ziarah. Mereka tampak antusias menerima ajakan itu.
Setelah misa kami langsung makan siang. Komunitas serta beberapa umat juga hadir dalam makan siang bersama di ruangan makan komunitas. Para peziarah lainnya makan di ruangan restaurant dengan menu yang sama. Di ruang makan sudah ditempel beberapa foto tahbisan saya di Flores serta bendera Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug