Langsung ke konten utama

IKUT ACARA MILITER DI KOTA ANGERS-MENGENANG PD I



Waktu masih duduk di bangku SMP dan SMA dalam pelajaran sejarah, saya sering diajarkan mengenai perang dunia pertama dan perang dunia kedua (PD I dan PD II). Setiap tanggal 11 November warga Perancis merayakan berakhirnya PD I, yakni pada tahun 1918. Perang yang berlangsung selama 4 tahun tersebut akhirnya toh selesai. Banyak korban tewas dalam pertempuran tersebut. Di kota-kota dan desa-desa dan bahkan di gereja-gereja ada monument khusus untuk mengenanangkan jasa para pahlawan tersebut. Nama mereka tertera dengan sangat indah di monument-monumen tersebut. Secara keseluruhan mencapai 8 juta orang  Perancis meninggal dalam pertempuran melawan Jerman kala itu.
Ketika di belahan dunia lain, yakni di Amerika ada euphoria bagi yang pro serta penolakan bagi yang kontra atas terpilihnya Donal Trump sebagai presiden Amerika, pada hari ini di Perancis diadakan peringatan kenegaraan PD I. BMTV memuat berita bahwa Presiden Francois Holland memimpin upacara peringatan itu untuk terakhir kalinya dalam masa kepresidenannya pada hari ini di kota Paris. Yah maklum tahun depan akan ada pemilihan umum di Perancis untuk memilih presiden yang baru.
 Sejak tadi malam pastor paroki St. Joseph Angers (Pastor Gilles Crand) mengundang Sebastian dan saya agar bisa berpartisipasi dalam kegiatan peringatan berakhirnya PD I untuk tingkat kota Angers. Saya mengiyakannya, karena jaraknya hanya beberapa meter dari pastoran tempat kami tinggal.  Pada hari ini tepat pukul 11 siang, diadakan upacara kenegaraan di kota Angers. Ada banyak polisi dan tentara, para pegawai dan warga yang memadati “alun-alun” di mana terdapat monument untuk  mengenangkan para pahlawan yang telah gugur di medan pertempuran demi membela negara Perancis. Pastor Gilles Crand, Sebastian, MSC serta saya masuk dalam bagian tempat undangan. Tempat duduk cukup strategis alias di depan sehingga bisa menyaksikan semua acaara kenegaraan yang berlangsung selama kurang lebih 1,5 jam,
Saya sungguh menikmati acara hari ini, karena ini baru pertama kali saya bisa mengikuti acara seperti ini. Tidak semua orang bisa akses masuk ke dalam karena ada pagar besi yang dijaga oleh para polisi. Di luar pagar banyak yang juga ikut menonton. Syukurlah bahwa kami bisa masuk ke dalam tempat undangan khusus. Di sana-sani ada banyak fotografi yang siap sedia dengan kamera mereka.
Acara kenegaraan itu hampir sama dengan apel bendera, hanya tidak ada penaikan bendera seperti di Indonesia. Lagu nasional dinyanyikan oleh sekelompok anak sekolah di tribun khusus di belakang kami. Acara selama 1.5 jam itu  diantaranya ada pembacaan surat dari seorang prajurit kepada orang tuanya pada masa perang dunia pertama,…wah pasti sangat mengaruhkan karena berkisah tentang penderitaan selama perang..di samping itu ada peletakan karangan bunga di monument para pahlawan oleh walikota serta prefektur, penyematan medali untuk para pegawai yang dianggap berjasa demi negara sebagai bentuk apresiasi, penghormatan bendera,  pelepasan burung merpati sebagai symbol perdamaian.            Beberapa saat saat setelah pelepasan burung merpati, tiba-tiba terdengar bunyi pesawat melewati tempat upacara itu. Saya bertanya kepada pastor Gilles, “ada apa itu? Ternyata acara terjung payung juga masuk dalam bagian kegiatan peringatan itu. Ada  4 tentara yang dengan sangat lihai terjun dengan parasut mereka. Tentu ini menjadi tontonan yang sangat-sangat menanarik. Ketika pesawat lewat, prajurit itu satu-persatu keluar dari pesawat dan membentangkan parasut mereka yang berwarna putih. Mereka mengibarkan bendera Perancis selama di udara. Dan akhirnya mendarat satu-persatu persis di tempat upacara. Ketika semua sudah selesai mendarat walikota memberi selamat kepada mereka.
Sebelum upacara selesai ada penghoramatan bendera Perancis. Bendera tidak dinaikan sudah diikat pada tongkat khusus yang dipegang oleh seorang serdadu selama upacara berlangsung. Pada saat untuk memberi penghormatan kepada bendera para serdadu itu maju ke tengah-tengah lapangan upacara dengan gaya militer. Upacara diiringi oleh drum band kenegaraan yang persis berhadapan dengan barisan para undangan.
Setelah upacara tersebut, kami berjumpa dengan beberapa umat dan juga uskup serta vikaris general keuskupan Angers. Kami juga bertemu dengan beberapa tentara yang adalah umat paroki St. Joseph Angers yang masih mengenakan pakaian resmi kenegaraan. Pastor Gilles, yang adalah mantan dosen liturgy di seminari Nantes berkomentardan sedikit berguyon:”acara kenegaraan seperti itu adalah liturgy awam gaya baru” dalam negara yang sekular seperti ini. Seorang Kolonel yang masih mengenakan pakaian kebesarannya bertemu dengan kami dan bercakap-cakap sejenak. Dia akhirnya mengundang kami agar suatu waktu bisa makan malam di rumahnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug