Langsung ke konten utama

Misa di Abbaye Saint-Pierre de Solesmes bersama Kardinal Robert Sarah

Pada hari Minggu tanggal 13 November 2016, pagi-pagi sekitar pukul 08.15 pagi kami (P, Gilles Crand, Sebastian, Martin, dan saya) berangkat ke Solesmes.  Dinginnya pagi musim gugur tidak mematahkan semangat kami untuk bangun pagi-pagi.  Jarak dari Angers ke Solesmes yang  cukup jauh (80 km) tidak terasa karena pastor Gilles sambil mengemudikan mobil, dia mengisahkan pengalaman masa kecilnya di mana orang tuanya sering mengajaknya ke sebuah biara benedikitin di Solesmes yang dibangun pada tahun 1010 yakni : Abbaye Saint-Pierre de Solesmes untuk menghadiri misa). Pengalaman itu sangat membekas baginya. Tidak heran sampai saat ini
 dia hafal lagu-lagu Gregorian yang dihidupkan lagi oleh biara itu. Sesekali dia juga menjelaskan nama kota dan desa yang kami lewati. Sambil mendengar ceritanya, saya menikmati pemandangan pagi musim gugur yang sangat indah. Di sana sini ada hamparan pohon-pohon yang daunnya menguning kemerah- merahan yang berguguran satu persatu. 

Hari ini kami beruntung. Tanpa kami mengetahui sebelumnya. Ternyata di tempat itu ada cardinal yang datang dari Roma karena memberikan retret untuk para rahib di tempat itu. Kardinal itu mempunyai jabatan yang sangat penting dalam Gereja Katolik di Roma. Nama kardinal itu adalah ROBERT SARAH. Pada tanggal 23 November 2014, Paus Francis mengangkatnya sebagai prefek Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen. ketika masih menjadi frater di Skolastikat MSC Pineleng, saya mengikuti kegiatan pendalaman mengenai liturgi dari KWI, secara khusus dalam moment 50 SC di Makassar dan juga pendalaman lanjutan di Lotta oleh para pakar liturgi KWI. Salah satunya oleh alm. Rm. Bosco da Cunha, O,Carm. Kini lewat pertemuan  dengan bos liturgi kepausan, saya mengikuti secara langsung cara memimpin misanya. Benar-benar mengikuti aturan yang tertulis dalam rubrik Misale Romanum. Cara mengangakat piala dan roti dan menunurukannya saat konsekrasi benar-benar merupakan gerakan sangat-sangat lambat. Gerekan naik dan turun diikuti dengan gerakan memandang.....

ohh yahh....kami berempat boleh berkonselebrasi dengan para rahib serta cardinal Robert Sarah di dalam gereja biara yang sangat terkenal dengan lagu-lagu gregorian dan misa bahasa latinnya itu. Sudah pasit misa pada hari Minggu 13 November 2016 di tempat itu semuanya dalam bahasa Latin, kecuali bacaan kitab suci dan Khotbah yang dibawakan oleh Kardinal Robert dalam bahasa Perancis. Misa berlangsung kira-kira 1, 5 jam. Dari antara para rahib banyak juga yang ditahbiskan menjadi imam. Tidak heran mereka juga mengenakan stola dan kasula. Pada saat doa syukur agung kami semua maju ke altar mengapati kardinal Robert Sarah sampai saat komuni. 

Setelah misa kami berempat istirahat sejenak di luar biara itu. Selanjutnya masuk lagi ke dalam gereja biara itu untuk ikut kegiatan doa siang bersama para rahib. Setelah itu saat jam makan siang. Seorang rahib tanpa berkata memberi kode agar mengikutinya (kepada kami berempat dan beberapa umat lainnya yang sudah pesan untuk makan siang bersama dengan para rahib). Kami semua tiba di sebuah lorong biara dan berdiri berjejer. “Seorang novis rahib” datang membawa serbet dan air dalam kendi. Saya mengira itu adalah sisa air dalam misa untuk ditumpahkan di tempat tertentu. Ternyata itu digunakan untuk membasuh tangan kami para tamu.  Tidak lama berselang datanglah abas atau pemimpin biara itu. Sebelum masuk ke refter, abas atau pemimpin para rahim membasuh tangan kami satu persatu tanpa kata. Kami melap kembali tangan kami di serbet yang dipegang oleh “novis rahib” tadi. 

Semua serba Silentium Magnum 
                Suasana hening memang sangat terasa di tempat itu. Kami makan siang di ruang makan para rahib itu dalam suasana silentium magnum/ hening total. Yang ada hanyalah bunyi garpu dan pisau yang bersentuhan dengan piring. Selama jam makan, ada seorang rahib yang melagukan bacaan. Pada hari ini rahib itu melagukan tulisan  paus Benediktus XVI. Ada yang lucu di mana dalam bagian tertentu dari buku itu tertulis” saya (waktu itu Cardinal Ratzinger) butuh sofa….” Dan saya melihat beberapa rahib senyum-senyum sedikit ehehhehehheh.

Beberapa rahib muda melayani makanan. Mereka sigap berdiri tanpa kata untuk memberi tambahan makanan dan air atau anggur kepada yang ingin menambahkan jatah makan. Meja makan para rahib diatur keliling dan memberikan space kosong di tengah ruangan antik itu. Di bagian tengah itulah ditata meja untuk para tamu. Dengan demikian kami makan di tengah-tengah ruangan yang diapiti oleh para rahib.   


Setelah makan dilanjutkan dengan doa sore. Para rahib bangun dari tempat duduknya masing-masing, serta baris berdua-dua sambil bernyanyi masuk ke dalam gereja. Kami pun masuk ke dalam gereja itu untuk mengikuti doa sore yang semaunya dinyanyikan. Yah begitulah kehidupan monastic. Biara yang mengikuti ordo St. Benediktus ini tentu meninggalkan segala kemegahan dunia dan berfokus pada Yesus dengan mempraktekan pesan-pesan injili (the practice of the evangelical counsels) yakni ketaatan, tobat berkelanjutan (on-going conversion), kehidupan menetap (stability) dengan mengikrarkan kaul khas benediktin yang benar-benar melihat bahwa yang lain adalah keluarganya (his monastic family) dan kepala biara (abbot) menjabat sebagai peran ayah.   

Mereka mencari Tuhan dan mengkotemplasikannya dalam banyak cara, yaknin: dalam liturgy, doa pribadi, bacaan Kitab Suci, dan secara umum lewat belajar dan bekerja. Mereka mengakui kehadiran Kristus dalam diri kepala biara (abbot), sesama rahib yang lain, para tamu dan pengunjung yang datang ke biara itu untuk mencari bimbingan dan pengakuan dosa.


PENJELASAN DARI SEORANG RAHIB
 
Setelah doa sore, seorang rahib yang masuk biara
itu pada tahun 1985 mengatar kami ke beberapa tempat. Dia menjelaskan dengan
sangat baik patung-patung yang berada di dalam gereja, setelah itu kami masuk
ke ruang di bawah tanah yang merupakan kubur-kubur para pendahulu. Kemudian
kami masuk ke ruangan konferensi biara. Selanjutnya ke perpustakaan lagu-lagu
gregorian dari yang sangat kuno sebelum manusia mengenal notasi balok sampai
dengan saat ini. Akhirnya kami masuk ke dalam salah satu bagian taman yang
ditata dengan sangat indah dengan pohon-pohon berjejer teratur yang
daun-daunnya sudah menguning kemerah-merahan dan gugur satu persatu dalam
indahhnya musim gugur. Yang menarik bagi
saya adalah rahib itu menjelaskan dengan sangat baik, dan merasa bahwa para
tamu adalah penting, padahal saat itu dia agak flu. Wah ada totalitas dalam
pelayanan. 

Hari sudah mulai sore. Kami pun berpamitan
dengan rahib itu untuk kembali ke Angers. Terima kasih pastor Gilles yang sudah
mengantar kami dan memperkenalkan kepada kami salah satu kekayaan gereja
Katolik di PERANCIS, yakni Abbaye Saint-Pierre de Solesmes............



Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug