Langsung ke konten utama

BROCANTE DI PERANCIS



Tepat satu tahun saya tinggal di Perancis. Tahun lalu saya tiba di Paris dan dijemput oleh pater Provinsial MSC Pronvinsi Perancis-Swiss (P. Gerard Blatmann, MSC) di Aéroport de Paris-Charles-de-Gaulle. Selama satu tahun berada di Perancis, saya menjalankan masa inkulturasi di tiga tempat yang berbeda, yakni di Issoudun, Vichy dan Angers.
Saat ini saya berada di Angers untuk mendalami studi di UCO (Université catholique de l'Ouest).  Saya tiba di Angers pada tanggal 9 September 2016 setelah tinggal beberapa saat di Issoudun dan sebelumnya belajar bahasa Perancis di CAVILAM- (Centre d'approches vivantes des langues et des medias) kota Vichy. 
Mengenang usia keberadaanku selama satu tahun di Perancis, saya jalan-jalan sore di kota Angers sebagaimana layaknya orang Perancis yang suka menikmati jalan kaki pada sore hari, apalagi cuaca cerah. Ketika saya hendak ke arah Château d'Angers, mata saya terpanah pada sebuah bangunan yang tampak seperti gereja. Saya pun menghampiri bangunan itu. Di tempat itu saya berkenalan dengan seorang bapak. Kami dua lama bercerita di tempat sisa-sisa bangunan antik itu. Dia bercerita kepada saya mengenai sejarah pelataran di mana kami dua berdiri. Dahulu di situ ada bangunan gereja yang besar dan ada biara  St. Martin. Namun sayangnya pada suatu masa bangunan itu dihancurkan dan yang tertinggal adalah bagian menaranya saja. Sekarang di tempat itu dijadikan pelataran  Préfecture de Angers (49 Maine-et-Loire). 
Ohh yahh nama bapak itu adalah Mr. Bouvait. Dia mengatakan bahwa dia tinggal di sekitar gereja St. Joseph Angers. Ternyata dia adalah  umat paroki St. Joseph. Dia berkata kepada saya bahwa istrinya bertugas untuk menerima tamu setiap hari senin di pastoran St. Joseph Angers. Yah di pastoran St. Joseph ada umat yang setiap hari bergantian menjaga ruang tamu. Mereka bertugas secara suka rela. Memang tampak paroki yang hidup.  
Setelah berpamitan dengan Mr. Bouvait, saya menuju Château d'Angers,untuk sekedar jalan-jalan. Ehhh ternyata di situ diadakan brocante. Di negara Perancis ada kebiasaan brocante alias alias pasar murah barang-barang bekas. Bayangkan saja seperti di Manado ada tempat jual cabo atau orang Flores sebut barang rombengan. Namun di Perancis tidak sama persis seperti pasar cabo yang hanya jual pakain bekas tetapi juga segala macam barang bekas. Setiap daerah di Perancis ada hari khusus untuk brocante. Di Angers setiap hari minggu pertama dalam bulan diadakan brocante. Saya pun melihat-lihat barang-barang bekas. Ada yang menjual buku-buku bekas, pakaian bekas, perkakas rumah tangga, dll. Saya lebih tertarik melihat dan membaca buku-buku bekas tersebut. Saya hanya mengunjungi stand-stand buku-buku bekas.  Jumlahnya banyak.
Ketika saya hendak pulang, saya memilih jalan ke arah katedral Angers. Ternyata di situ juga sepanjang jalan ada stand brocante. Saya mampir ke salah tempat jual buku. Saya akhirnya lihat buku-buku yang menurut saya bagus dan berguna untuk saya apalagi harganya murah. Saya akhirnya melihat sebuah buku dengan judul: Prêtres: enquête sur le clergé d'aujourd'hui yang ditulis oleh Monique Hebrard. Di bagian belakang kulit buku tersebut tertulis dengan sangat bagus”Pada awal abad ke-19, di negara Prancis yang sekuler, para imam tidak lagi menjadi berita utama yang menarik. Namun di saat-saat penting kehidupan - kelahiran, perkawinan atau kematian – orang Perancis masih kembali kepada mereka.  Siapa mereka? Apa yang memotivasi mereka? Bagaimana mereka hidup? Apa keraguan mereka, pertanyaan-pertanyaan mereka, keyakinan mereka? Bagaimana mereka berhubungan dengan gereja dan juga masyarakat? Apa yang mereka pikirkan tentang "kembali ke Misa Latin"? Monique Hebrard telah mengadakan pertemuan panjang dengan lima puluh dari mereka untuk dialog tanpa tabu. Mereka berbicara sangat terbuka, baik dalam cara mereka menghidupi seksualitas mereka serta kegelisahan mereka tentang posisi Gereja terhadap mereka yang bercerai dan menikah lagi. Pada tahun 2006, Perancis memiliki 20.523 imam (5083 diantaranya adalah anggota konggregasi atau ordo religious).
Selain buku itu, saya juga melihat beberapa buku lainnya, seperti yang ditulis oleh Nathanaël Pujos yakni Pourquoi Dieu n'a-t-il pas répondu à ma prière? (Mengapa Allah tidak menjawab doaku?). Buku ini menjawab pertanyaan kontroversial "Mengapa Tuhan tidak menjawab doa kita? Dan mengundang pembaca untuk memahami doa sebagai tanggapan terhadap kasih Allah serta semakin beriman kepada-Nya. Penulis mengambil banyak kutipan dari "Lumen Fidei" Paus Fransiskus dan banyak doa  lainnya dari para kudus atau mistik.

Ada juga buku lain seperti Guide de la passion : 100 questions sur La Passion du Christ yang diedit oleh Pierre Tequi. Di samping itu Histoire des philosophes illustrée par les texts yang ditulis oleh D. Huisman, A. Vergez, S. Le Strat. Dan yang terakhir adalah La Population française aux XVIe, XVIIe et XVIIIe siècles yang ditulis Garnot.

Dari percakapan dengan penjual buku itu, dia bilang 5 buah buku harganya 10 euro. Kalau satu buku saja harga 3 euro. Saya akhirnya memutuskan untuk mengambil semua lima buku tersebut, yang tampak masih sangat baru dengan harga 10 euro. Lumayan bisa menghemat banyak, karena kalau di toko buku harganya sangat mahal. Satu buku ada yang 14 euro, 20 euro dst. Semoga buku itu atas salah satu cara membantu saya dalam proses inkulutarasi dalam gereja dan masyarakat Perancis. 



Yang bekas bukan berarti tidak berguna ……….
Yang baru kalau tidak dipakai pasti tidak berguna kan! heheheheh



Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug