Langsung ke konten utama

Dampak Negatif Modernisasi bagi Kehidupan Keluarga




          Di samping deretan panjang dampak-dampak positif, ternyata teknologi sebagai bagian dari proses modernisasi juga membawa dampak negatif bagi kehidupan keluarga. Di satu sisi, teknologi dan hasilnya-hasilnya memberikan efek positif yang luar biasa bagi manusia. Namun tak dapat dipungkiri bahwa sikap tidak bijakasana terhadap produk teknologi akan membawa dampak negatif bagi keluarga-keluarga.
          Alexandr I. Solzhenitsyn dalam tulisannya yang berjudul Ethics and Politics on the eve of twenty-first century merefleksikan bahwa salah satu dampak negatif yang ditimbulkan dalam era kemajuan teknologi seperti sekarang ini adalah kemandegan dalam perkembangan spiritual manusia. Kemajuan-kemajuan yang ada dalam bidang teknologi tidak serta merta membawa kebahagiaan kepada manusia. Pengejaran pada harta dan kekayaan membuat manusia lupa untuk memberi nutrisi pada aspek spiritual hidupnya.[1] Nyatanya, kemenangan peradaban teknologi (technological civilization) secara  berangsur-angsur membawa dampak pada ketidaktenangan spiritual di dalam diri manusia. Dengan kata lain, semakin memperbudak manusia yang menciptakannya.
          Selain itu, hasil teknologi seperti HP dan internet jika tidak digunakan secara bijaksana akan membentuk mentalitas instant  bagi anak-anak di dalam keluarga. Melalui internet mereka dengan mudah menemukan apa yang diinginkan.      Hal ini dipicu juga oleh kenyataan bahwa pada zaman ini mereka semakin mudah mendapatkan akses tersebut dengan harga yang relatif murah.[2] Dalam situasi demikian anak-anak sekarang lebih suka menggenggam erat spiritualitas baru. Mereka mendudukan teknologi sebagai impian, harapan, dan juga kepercayaaan. Hidup akan terasa hampa jika tidak memiliki alat-alat teknologi. Dengan demikian generasi ini boleh dikatakan sangat mendewakan teknologi. Teknologi seakan-akan adalah hal yang kudus (sacred techonology). [3] 
           Kurangnya kontrol orangtua terhadap anak-anak dalam menggunakan dunia maya, seperti internet menyebabkan mereka secara bebas menjelajah semua hal yang tersaji dalam media tersebut. Padahal kita tahu bahwa usia anak-anak [remaja] berada dalam situasi pencarian identitas diri. Salah satu cirinya adalah keingintahuan yang sangat  besar untuk mencoba hal-hal baru. Tak jarang mereka membuka situs-situs orang dewasa yang menyajikan aneka hidangan berbau porno. Apalagi pesan-pesan yang tersaji dalam internet sarat dengan muatan pornografi, karena  pemilik  kendali informasi global dewasa ini  adalah mereka yang oleh Asser Linberg disebut kaum penganut seksisme.[4] Anak-anak yang tidak memiliki karakter yang kuat tentu sangat rentan dalam situasi demikian, karena hanya mereka yang memiliki keteraturan dan kekuatan batin yang dapat mengolah informasi dan berperilaku secara bijaksana dan cerdas dalam menyikapi pornografi. Sayangnya anak-anak zaman ini berada dalam kerapuan dan kedangkalan serta kesadaran diri yang terbelah akibat budaya layar (the screen culture) yang mereka genggam. Dengan demikian, jelaslah bahwa sikap yang tidak cerdas dan bijaksana dalam mengolah berbagai informasi berbau porno melalui media internet mengantar mereka pada dekadensi moral, misalnya seks bebas (free sex) dalam kalangan remaja.
            Adanya pengaruh teknologi tersebut yang didukung oleh kekaburan pemahaman mengenai arti tubuh dan seksualits, membuat mereka terjebak dalam arus seks bebas. Kekaburan pemahaman mengenai arti tubuh manusia tidak hanya dialami oleh anak-anak. Orangtua pun mengalami hal yang sama. Hal ini tampak dalam perselingkuhan atau sering disebut hubungan seks di luar  nikah. Keadaan demikian menimbulkan perceraian. Tidak heran sekarang ini semakin banyak orangtua tunggal (single parent) dalam masyarakat.


[1]Yet it turns out that from this spasmodic pace of technocentic Progress, from the oceans of superficial information and cheap spectacles, the human souls does not grow, but instead grows more shallow, and spiritual life is only reduced,  Alexandr I. Solzhenitsyn,“Ethics and Politics on the eve of twenty-first century, dalam Communio International Catholic Review 20/4 (Winter 1993), hlm. 690-691.
[2]Dalam dunia internet dikenal istilah Triple-A Engine (Mesin Tiga-A), yakni affordability (murah), anonymity (identitas pribadi pengguna internet tidak dikenali atau rahasia), accessibility (mudah untuk masuk ke dalamnya, kapan, dan di manapun). Lih. Deshi Ramadhani, “Terbiasa Melintasi Gerbang Bisikan Kidung Agung untuk Pengguna Internet” dalam www.god.co.id . Naning (ed) (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm. 45.
[3]Bdk. St. Hari Suparwita, “Zaman Baru Teknologi, Gaya Hidup dan Spiritualitas yang baru. Ibid.,  hlm. 35.
[4]Bdk. Effendy, Pedagogi Kemanusiaan. Sebuah Refleksi Multidimensional, hlm. 43-44.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia...

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia...

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. K...