Langsung ke konten utama

PENDIDIKAN IMAN ANAK DI PERANCIS




Selain rutinitas kuliah kalau cuaca cerah saya juga menjalankan kegiatan lainnya seperti jalan sore sebagaimana dianjurkan oleh para pastor di sini untuk menjaga kebugaran tubuh. Pada hari Senin lalu pada tanggal 3 Oktober saya jalan kaki menuju toko buku di dekat katedral Angers. Kira-kira 300 meter di depan katedral saya berbapasan dengan seorang ibu (kira-kira berumur 45 tahun- umat St. Joseph Angers) yang setiap hari tekun ikut misa harian. Dia berasal dari Mexico dan tinggal di Angers karena menikah dengan orang Angers. Suaminya adalah seorang dosen. Kami dua bercerita lama sekali secara khusus mengenai situasi Gereja katolik di Perancis dibandingkan dengan negara kami masing-masing. Maklum sama-sama sebagai orang asing di tanah Perancis. Memang ibu itu sangat devosional karena memang negaranya sangat kental dengan semangat kekatolikan Spanyol. Dia bercerita mengenai cara mendidik anaknya di negara yang sekular seperti di Perancis, dan juga mengajar anaknya bahasa Spanyol walaupun berada di Perancis. Syukurlah anak putri satu-satunya bisa tekun berdoa dan bisa bicara bahasa Spanyol dan Perancis dengan baik. Pada tanggal 9 Oktober, pada hari Jumat pertama, ketika saya pulang kuliah saya berpapasan lagi dengan ibu itu dan anak putrinya yang baru selesai mengadakan visitasi atau adorasi di depan sakremen maha kudus di kapela paroki St. Joseph. Dari seberang jalan dia memanggil saya. Dia dan putrinya datang menghampiri saya. Dia pun memperkenalkan anak satu-satunya itu.
Pada malam harinya, bersama dengan pastor paroki St.JOSEPH ANGERS serta dua imam MSC INDIA, kami pergi ke salah satu rumah keluarga di Angers untuk makan malam bersama. Kebetulan keluarga itu sangat mengenal India. Ibu dari keluarga itu adalah directrice salah satu perusahah Perancis yang punya cabangnya di India. Dua teman saya adalah orang India (Martin dan Sebastian). Maka bersama pastor paroki Angers, kami berempat pergi makan malam bersama dengan keluarga yang semangat kekatolikannya tampak kuat. Makan malam berakhir pukul 22.30. Selama di rumah keluarga itu kami banyak berbagi cerita. Satu hal yang menarik adalah bahwa anak-anak di rumah keluarga itu juga mengikuti semangat ayah dan ibu mereka. Bahkan lebih radikal lagi. Ada yang tertarik dengan cara doa dari komunitas St. Martin yang misanya dalam bahasa Latin. Sekarang ini komunitas St. Martin lebih terbuka lagi, yakni misa dalam bahasa Perancis tetapi lagu-lagu dalam bahasa Latin. Menarik sekali, ayah ibu dari keluarga itu mengikuti komunitas Emanuel yang kalau tidak salah ada juga di Manado. Mereka sering mengikuti kegiatan peziarahan komunitas Emanuel di Parey le Monial-Perancis. Salah satu putra keluarga itu ikut juga dalam kegiatan WYD (Hari Orang Muda Katoli Sedunia) baru-baru ini di Polandia bersama dengan komunitas St. Martin. Ibu dari keluarga itu berkata: “yahh…kami ikut semangat doa biasa, tetapi anak-anak mau ikut semangat yang lebih tradisional.” Saya kagum. Saya langsung berbisik kepada seorang putra mereka yang duduk persis di samping saya:”di Perancis, Gereja katolik tetap hidup walaupun di negara sekular, karena ada gerakan-gerakan keagamaan yang pantas disyukuri.” Dia langsung sambung:”seperti di Taize”….dst.
            Pagi ini, tanggal 10 Oktober setelah misa pagi saya berkenalan dengan ibu Martine Haumont. Dia begitu rajin misa harian. Dia mengatakan kepada saya bahwa setiap hari Sabtu adalah gilirannya sebagai kostor di kapela paroki St. Joseph Angers. Kapela itu diberi nama “la chapelle Noël Pinot”. Saya bertanya kepada pastor paroki yang memimpin misa pagi ini, tentang identitas nama itu. Dia menjelaskan itu adalah nama seorang pastor yang pada masa revolosi Perancis dibunuh karena menentang revolusi itu. Pastor itu oleh Gereja digelar sebagai martir.
Ketika saya hendak balik ke pastoran, ibu itu masih bertanya-tanya kepada saya. Cerita pun semakin mendalam. Dia banyak bercerita mengenai pendidikan iman dalam keluarganya, teristimewa kepada anak-anaknya. Dia mengatakan kalau di daerahnya (40 km di luar kota Angers) setiap hari ada kebiasaan mendasarkan doa Rosario bersama dengan anak-anak dan cucu-cucunya. Suaminya juga adalah seorang katolik, tetapi ke Gereja hanya pada setiap hari Minggu. Baginya kekuatan adalah Bunda Maria sang penolong. Setiap hari dia bermohon agar Bunda Maria selalu meminta kepada putra-Nya untuk kehidupan iman yang mendalam untuk keluarganya dan keluarga-keluarga lain. Sungguh luar biasa. Akhirnya saya pun memperkenalkan Bunda Hati Kudus Issoudun kepadanya, agar kalau ada waktu bisa datang untuk berpartisipasi dalam ziarah tahunan di Issoudun pada minggu pertama bulan September setiap tahun. Dia menyambut undangan itu dengan suka cita apalagi suaminya lahir di Bourges yang merupakan keuskupan dari daerah Issoudun. Dia memberi alamat dan nomor telepon dan meminta saya agar kalau lewat di rue Volney 32 –Angers agar bisa mampir ke rumahnya. Dan berpesan kepada saya agar jangan lupa mengunjungi EGLISE SAINTE MADELEINE-ANGERS  di mana kaca-kaca jendela gereja itu mengambarkan kisa santa itu.
Saya berkesimpulan bahwa walaupun negara Perancis begitu sekular alias orang tidak terlalu sibuk dengan urusan agama namun toh ada juga harapan. Ada juga orang tua yang sadar akan kehidupan spiritual anak-anak. Kalau di negera sekualar seperti di PERANCIS bisa…..BAGAIMANA dengan kita? Apakah ada semangat yang keluar dari kedalaman hati untuk mendidik iman anak kita lewat teladan hidup kita? Atau kah kita hanya biarkan anak-anak kita hidup liar dalam pergaulan bebas? 

Hal yang amat penting sehubungan dengan pendidikan anak adalah bahwa keluarga adalah tempat formasi religius. Orangtua yang mendidik anak tidak hanya mendidik anak-anaknya, tetapi juga “mendidik diri” mereka sendiri lewat tindakan tersebut. Orangtua yang mendidik anaknya dengan penuh cinta kasih (charity) dan kebijaksanaan (virtue of prudence) sebenarnya sedang menjalankan nilai kebajikan. Dalam arti ini sebenarnya orangtua sedang “bersekolah”. Boleh dikatakan bahwa keluarga adalah sekolah kebajikan (school of virtue). (YONGKI WAWO)
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug