JALAN KE KAMPUNG NANGGE-KOBAR |
Ombo
dowo adalah bahasa keo untuk menunjuk realitas relief alam Keo-FLORES
yang bisa dikatakan extreme, yakni
adanya banyak lembah dan sungai kecil. Pasti bisa dibayangkan adanya
jurang-jurang dan hamparan bukit yang bagi saya “boleh-lah” untuk bertahan
hidup. Daerah dengan banyak lembah itu pada masa lalu hanya ditanami jagung,
ubi kayu, kacang-kacangan, ubi jalar, pisang, dan tentunya juga kelapa.
Dari
jenis tanaman-tanaman itu muncul berbagai jenis makanan. Dari ubi kayu misalnya, bisa dibuat:” uwi kaju
raka” (ubi kayu rebus), uwi kaju tapa
(ubi kayu bakar), uwi kaju se’o (ubi
kayu goreng) dan juga uwi kaju tu’u raka
(ubi kayu yang sudah dikeringkan dan kemudian direbus).
PASAR
MAUNORI
Uwi kaju tu’u
biasanya dipasarkan setiap hari Sabtu di pasar Maunori. Tak jarang orang Keo biasanya barter dengan para pedagang dari Pulau Ende. Pemandangan jalan kaki
setiap hari Sabtu para penduduk dari gunung memberi warna dan suasana ramai. Penduduk dari
Lewa Ngera, Puuwada, Kota Keo, Mundemi, Pautola, Wuji, Nangge, Ekowodo, dll
pasti melewati kampung kecilku Mbeku menuju Maunori. Pada masa kecilku, saya
menyaksikan keindahan dan riuh ramai orang di jalan. Kebetulan rumahku persis
di pertigaan Mbeku. Jadi bisa melihat orang dari seberang Puuwada dan dari Bheda-Bajo
dan sekitarnya. Sama sekali tidak ada
kendaraan. Yang ada hanyalah kuda-kuda, yang biasanya memuat kopra, dll.
MUSIM JAGUNG
Saya masih ingat, ketika musim tanam jagung
tiba, semua orang sibuk ke kebunnya masing-masing. Sebagai contoh, daerah MBEKU-PUUKODI. Kawasan yang paling
ramai saat musim jagung adalah daerah Wodo
Mbeku (Bukit Mbeku) sampai ke arah Kola
(daerah dekat Wuji) serta daerah Kedi Watuwea.
Tak jarang, para petani tinggal menetap di kebun mereka selama musim tanam
jagung untuk menjaga agar kebun tetap aman dari hama (biasanya babi hutan dan
burung nuri (Ngighi). Tidak heran ada
istilah keka (pondok) yang bagi saya
sangat asri. Di pondok-pondok biasa dijumpai senduk yang dibuat dari tempurung
kelapa (koi nio) dan perlengkapan
masak lainnya yang sederhana. Wahhh biar sederhana tetapi sungguh indah. Perlengkapan
masak yang ala kadarnya itu biasa disisipkan di atap yang terbuat dari daun
kelapa.
Ketika
jagung-jagung tumbuh (biasanya ditanami juga kacang), hamparan hijau tampak di
sana-sini memberi harapan serta senyuman kepada para petani bahwa “kita bisa
hidup” ,,,,muri ka kita (kita hidup…).
Ketika tanaman jagung mulai “mbewa”
alias sudah mulai tampak hasilnya, burung-burung pun bersorak-sorai. Kicauan burung nuri terdengar di sana-sini. Suara para
petani juga terdengar di lembah dan perbukitan. Gema para petani saling memanggil dari satu
bukit ke bukit lain terdengar memberi nuansa keakraban dan persaudaran yang
begitu kental. Tak jarang, selama musim jagung, biasanya mereka yang kebunnya
saling berdekatan saling memanggil untuk sekedar makan « ojawa te ‘a » ….apalagi campur
dengan lombok kelapa (kolosie nio). Pokoknya
enakkkkkkkkkkkkkk sekali….wowwwww…..
REALITAS
SUDAH BERUBAH
Realitas
sekarang sama sekali berbeda. Di
sana-sini sudah ditanami tanaman pertanian seperti cengkeh, kakao, vanili, dll.
Suasana seperti dulu tidak ada lagi. Pemandangan hamparan hijau musim jagung
hampir tidak ada lagi. Yang ada saat ini adalah bentangan pemandangan tanaman
cengkih yang memberi harapan besar kepada para petani. Desa Kotim dan Kobar
boleh dibilang menjadi daerah penghasil cengkih yang menjanjikan, selain daerah
Mundemi dan desa-desa lainnya di daerah KEO.
- Dengan tanaman cengkeh, masyarakat tidak lagi jalan kaki. Mereka mampu membeli motor. Apalagi akses jalan memang cukup lancar saat ini.
- Dengan
komoditi cengkeh mereka mampu membeli TV, sehingga mereka pun mengikuti
perkembangan berita alias tidak lagi “kurang
informasi” - Dengan cengkeh para orang tua mampu menyekolahkan anak-anak mereka hingga jenjang universitas. Tidak heran, dulu hampir tidak ada orang KEO yang mampu bersekolah hingga bangku kuliah. Di setiap desa palingan hanya ada satu dua orang. Sekarang sudah sangat banyak anak-anak disekolahkan hingga ke jenjang universitas. Pekerjaan anak-anak muda sekarang tidak lagi sebagai petani, tetapi sudah merambah ke dunia pekerjaan lainnya, seperti guru, perawat, pegawai kantor, dll.
- Dengan pengahasilan yang cukup mereka mampu membeli handphone, tidak hanya yang biasa tetapi yang cukup canggih, sehingga bisa ber-selfie ria dan memposting ke dunia maya. Tidak heran dunia maya sudah ramai dipakai oleh para kawula muda KEO.
- Dengan cengkih pula mereka mampu bertahan hidup dalam segala urusan adat-istiadat.
Komentar
Posting Komentar