Langsung ke konten utama

Seks Bebas dalam Kalangan Remaja/ Premarital Sex


Afficher l'image d'origine



          Sikap yang tidak bijkasana dalam menggunakan alat-alat teknologi, seperti HP dan internet akan  memberi dampak negatif bagi mereka yang menggunakannya, terutama kepada para remaja. Lingkungan dan media dibanjiri dengan banyak hal yang menggoda dan sangat berefek pada penyimpangan seks. Melalui alat-alat canggih itu mereka dengan mudah mengakses hal-hal yang berbau porno. Usia remaja adalah masa pubertas. Dalam masa demikian para remaja sudah mulai memiliki rasa ketertarikan kepada lawan jenis. Mereka mulai “jatuh cinta” kepada lawan jenis. Pada umumnya cinta dalam kalangan remaja didasarkan atas daya tarik fisik semata. Atas dasar daya tarik itulah mereka mulai mendekat, menyapa, menyentuh sampai akhirnya “ingin bersetubuh dengan orang yang menurutnya memiliki daya tarik fisik.” Hal ini didorong oleh naluri seksual yang sering juga disebut “gairah” atau “birahi”. Dorongan seksual demikian terjadi secara alamiah. Anak-anak remaja yang belum bisa mengendalikan diri bisa terjebak dalam kegiatan seks bebas dengan pacar atau teman-teman sebaya lawan jenis. Apalagi dorongan alamiah itu didukung oleh situasi eksternal, misalnya dengan adanya kemajuan teknologi dalam bentuk internet yang menyajikan hal-hal berbau porno. Keseringan menonton film-film porno melalui media internet berdampak pada penyalahgunaan seks dengan mempraktekan adegan-adegan yang dilihat dalam media internet kepada pacar atau kepada teman-teman sebayanya. Dengan demikian timbul seks bebas dalam kalangan remaja. Seks bebas sudah menjadi hal yang sangat biasa bagi anak-anak muda, terlebih mereka yang tinggal di kota-kota besar. 
Gaya pacaran ke arah yang negatif seperti kissing, petting dan intercourse menjadi beberapa gaya pacaran sekarang ini. Sebagian remaja tidak tahu tentang efek yang dilakukan karena minimnya pendidikan seksualitas sesuai dengan kultur budaya dan religius.  Mereka cenderung menerapkan gaya pacaran tidak sehat. Hal ini tentu banyak membawa banyak efek negatif. Antara lain yang bisa disebutkan adalah sebagai berikut:
1.    Meningkatnya tingkat aborsi.
Bila seorang remaja putri pacaran dan dia terlanjur hamil akan tetapi kekasihnya tidak mau bertanggung jawab maka jalan yang ia tempuh adalah aborsi (menggugurkan kandungan). Tindakan seks di luar nikah saja termasuk ke dalam  dosa besar. Lewat tindakan aborsi mereka menambah dosa baru yakni membunuh nyawa yang tidak berdosa.
2.   Meningkatnya tingkat kematian wanita.
Hasil dari gaya pacaran yang tidak sehat salah satunya adalah kematian. Karena aborsi yang dilakukan oleh para remaja biasanya dijalankan dengan meminta bantuan dukun yang tidak mempunyai pengetahuan medis.
3.    Menyebarnya penyakit  serta meningkatnya penggunaan narkoba dan tingkat kriminalitas. Usia remaja adalah saat dimana seseorang mencari jati diri. Pada usia tersebut anak-anak sangat rentan terhadap berbagai pengaruh negatif dari luar rumah. Pacar adalah salah satunya. Bila pacarnya adalah pengguna narkoba maka kemungkinan besar dia juga akan terseret. Di samping itu, adanya gaya pacaran yang tidak sehat berdampak pada semakin meningkatnya kriminalitas.
          Kami melihat bahwa kekurangan informasi yang benar tentang masalah seks akan memperkuat kemungkinan para remaja untuk mencari informasi yang salah pada media massa dan teman sebaya. Akibatnya, kaum remaja masuk dalam kalangan kaum yang beresiko melakukan perilaku berbahaya untuk kesehatan dan moralitasnya melalui tindakan seks bebas.

Premarital Sex Ditinjau dari TEOLOGI TUBUH Yohanes Paulus  II
          Hubungan seks pranikah (premarital-sex), baik dalam kasus kumpul kebo maupun seks bebas  dalam kalangan remaja  hanya didasarkan pada pencarian akan kesenangan pribadi. Slogan yang  mereka anut adalah “no love, just for sex.” Hubungan seks dalam kondisi demikian tidak didasarkan pada sikap penyerahan diri seutuhnya bagi pasangan (self-surrender). Dalam hubungan seks pranikah ada kecenderung untuk mengobyektivir tubuh orang lain. Dengan demikian juga mengobyektivir  pribadi lain. Dalam hubungan seperti itu hanya ada self-centeredness  atau sikap ingat diri (egois).
Hubungan seks semestinya terjadi hanya bagi mereka yang sudah resmi menerima sakramen perkawinan di hadapan para saksi resmi Gereja. Hal tersebut penting untuk menggarisbawahi sikap saling menyerahkan diri seutuhnya (total surrender). Karena perkawinan adalah sebuah tindakan saling memberikan diri seutuhnya (reciprocal self-donation). Sangat sulit diterima bahwa seks pranikah sungguh-sungguh dijiwai oleh cinta altruis. Pada umumnya relasi demikian hanya didorong oleh keinginan untuk menikmati kepuasan seks itu sendiri dan bukan demi kebahagiaan  orang lain,  karena kemauan untuk membagiaan pasangannya belum mendalam dan menetap. Walaupun secara badani mereka memberikan diri satu sama lain, tetapi dalam hati belum sungguh-sungguh memberikan diri kepada pasangan itu.  Mereka belum sungguh-sungguh memiliki kemurnian hati dalam relasi seperti itu. Padahal hal inilah yang sangat penting bagi terwujudnya pemberian diri bagi pasangan. Dalam bahasa Yan van Paassen, tindakan seks di luar nikah hanyalah sebuah permainan sandiwara.[1] Perjanjian nikah yang disaksikan oleh pihak resmi Gereja dan umat atas salah satu cara menjamin kekuatan aspek kesatuan di antara mereka.
Melalui kesaksian publik, kedua mempelai diajak untuk secara serius menyadari komitmen untuk hidup bersama. Melalui sakramen perkawinan mereka tidak hanya membentuk persekutuan antarpribadi mereka sendiri tetapi juga disatukan dengan Kristus. Dialah yang menyemangati cinta dan pemberian diri mereka. Dia juga menyatukan pasangan suami-istri dengan diri-Nya. Kristuslah yang mengangkat persekutuan pribadi-pribadi yang menikah dalam persekutuan Trinitaris.[2]
          Mereka yang terlibat dalam hubungan seks di luar nikah sebenarnya melecehkan hakikat martabat manusia sendiri. Mengapa? Karena dalam tindakan seks di luar nikah, mereka yang terlibat di dalamnya menodai martabat mereka sebagai citra Allah.      Dalam hubungan seks semestinya terjadi pemberian diri secara total kepada pasangan atas dasar cinta dan mengarah kepada perpaduan sempurna antara dua pribadi dari masing-masing jenis seks. Dengan demikian hubungan seksual merupakan ekspresi penyerahan diri secara total kepada pasangan yang didasarkan atas semangat cinta dan komitmen.
Dalam salah satu bagian TOB kita telah telusuri bersama bahwa pengalaman kesendirian (solitude experience) mengantar manusia pada pengalaman kesatuan (experience of unity). Dalam kesendirian asali manusia tidak menemukan relasi yang sepadan. Walaupun ada binatang, tetapi manusia pertama mengalami bahwa dia sendiri dan tidak merasa bahagia. Ketika Allah menciptakan perempuan maka terjadilah kemungkinan adanya persekutuan antarpribadi.
Penjelasan di atas menggarisbawahi bahwa hubungan seks bukan hanya sekedar masalah fisik atau biologis semata.  Hubungan seks perlu dilihat dalam bingkai simbol dan  cinta. Hubungan seks bukanlah barang mainan. Tidak juga dilihat sebagai sebuah aktivitas eksperimental, sebagaimana latihan mengemudi. Tetapi lewat hubungan seks pasangan suami istri saling memberi atau menyatakan cinta murni. Oleh karena itu, hubungan seks perlu dilindungi dan membutuhkan komitmen dari pasangan suami-istri. [3]
Dalam level yang lebih dalam hubungan seks dalam perkawinan menuntun pada pengalaman kesatuan yang mendalam. Hubungan seks harus dilihat sebagai sarana untuk membahasakan cinta demi kebahagiaan bersama. Untuk maksud ungkapan cinta, maka hubungan seks hanya dibenarkan dalam relasi suami-istri yang sah yang dikukuhkan dalam sakramen perkawinan. Dengan kata lain, keluarga adalah sarana pengungkapan cinta antara dua  pribadi. Dalam keluarga kedua pribadi yang berbeda jenis kelamin mengungkapkan cinta bukan untuk kepentingan satu pihak tetapi untuk kepentingan bersama. Di dalamnya mereka membentuk persekutuan pribadi yang tak terpisahkan (communio personarum) karena semangat cinta yang mempersatukan. Di dalamnya mereka yang mengikatkan diri dalam perkawinan saling memberi, menyempurnakan, belajar, dan memperkaya. Di dalamnya mereka belajar untuk keluar dari egonya dan tetap berusaha keras untuk memberikan diri dalam semangat cinta kepada pasangannya.
Hubungan seks dalam konteks seks bebas dan kumpul kebo merupakan contoh ekspresi hubungan seks atas dasar nafsu dan mementingkan diri sendiri.  Mereka sebenarnya bukan dalam situasi saling mencintai, tetapi berada dalam nafsu. Tidak heran mereka yang mengadakan hubungan seks pranikah tidak menemukan kebahagiaan karena hubungan mereka tidak didasarkan atas kasih. Hubungan seks pranikah merupakan hubungan yang bersifat sementara. Dalam hubungan seks pranikah yang ada adalah kecenderungan memanfaatkan atau mengeksploitasi pribadi lain. Tambahan pula, dalam relasi demikian mereka tidak menghidupi pengendalian diri (self-mastery). Padahal inilah  unsur yang sangat penting (indispensable) agar manusia mampu memberikan dirinya sendiri secara tulus.



[1]Bdk. Yan van Paassen, Membangun Budaya Cinta. Himpunan Ceramah dan Permenungan (Tangerang: Yayasan Gapura, 1997),  hlm. 150.
[2]Bdk. Richard M. Hogan & John M. Levoir, Covenant of Love. Pope John Paul II on Sexuality, Marriage, and Family  in the Modern World (USA: Ignatius Press, 1985), hlm. 87-88.
[3]Bdk. Percy, The Theology of The Body Made Simple. Discover John Paul II’s Radical Teaching on Sex, Love, and the Meaning of Life, hlm. 69.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA KEHADIRAN ALLAH DALAM HIDUP: SEBUAH PERMENUNGAN!

Saya yakin bahwa tidak seorang pun dari kita yang pernah melihat Tuhan. Ketika seseorang berkata, " Saya percaya kepada Tuhan ," dia tidak mengatakan bahwa dia memiliki bukti keberadaan Tuhan, tetapi bahwa dia memiliki iman kepadaNya. Kata " iman " berarti "percaya." Orang-orang yang percaya adalah orang-orang yang bersatu dengan Tuhan. Mereka mengalami kehadiranNya dalam hidup mereka. Mereka tidak percaya pada transendensi sederhana, atau energi, kekuatan yang tak terlihat ... tetapi mereka percaya kepada SESEORANG yang berbicara kepada mereka secara pribadi, melalui peristiwa-peristiwa hidup mereka, dalam pengalaman batin mereka. Tuhan sering dilambangkan dengan cahaya. Seperti matahari, yang tidak bisa saya tatap secara langsung, tetapi yang menerangi apa yang mengelilingi saya, Tuhan, yang tidak saya lihat, menerangi keberadaan saya dengan memberi saya "tanda-tanda" kehadiran-Nya.  Sejak awal, Tuhan berbicara kepada manusia

MENGENAL TAREKAT RGS-ANGERS

Pada hari ini, 15 Desember 2016, kami makan siang di rumah biara tempat lahirnya tarekat Kongregasi Bunda Pengasih Gembala Baik ( juga dikenal sebagai Good Shepherd Sisters – RGS ). Letaknya tidak jauh dari pastoran Santo Yoseph Angers. Pastor Gilles Crand, Pr mengantar P. Sebastian, P. Martin dan saya untuk makan siang di rumah biara yang besar itu . Komunitas itu hanya dihuni oleh 12 orang suster dari berbagai negara, yakni: India, Irlandia, Swiss, Peru, Costarika, Colombia, dan Perancis. Walaupun di biara pusatnya itu hanya dihuni oleh 12 suster, namun tarekat yang lahir di kota Angers itu, sudah menyebar di berbagai negara di dunia. Saya bertanya kepada salah satu suster asal India yang bertugas di situ mengenai jumlah anggota di seluruh dunia.   Dia mengatakan bahwa   kongregasi internasional dalam Gereja Katolik Roma itu, dulu anggotanya hampir 10,000 orang di dunia. Saat ini kira-kira hampir 4.000 hadir di 72 negara di lima benua, termasuk di Indonesia. Kongregasi

SEORANG DUDA BISA MENJADI IMAM?

P. de Vaugelas adalah seorang pastor projo keuskupan agung Bourges-Perancis Tengah.   Dia sebelumnya adalah seorang bapa keluarga yang memiliki pekerjaan top di salah satu bank Amerika di Paris. Selama masa kerja dia sudah berkeliling dunia, termasuk Indonesia. Waktu luang pun dia pernah habiskan untuk masuk dalam sekolah special di Chateroux untuk menjadi pilot. Dia jalankan itu dengan baik, dan mampu menjadi pilot dalam masa belajar hanya dalam satu tahun saja. “Saya kalau mengemudi mobil, tangan selalu siap sedia di bagiaan rem tangan, dll. Itu semua karena saya terbiasa menjadi pilot,” katanya kepadaku saat kami kembali dari l’abbey Fontgombault pada awal bulan April 2017. Yang menarik buat saya adalah sejak istrinya meninggal dia banyak berefleksi untuk menjadi imam. Dalam usianya yang tidak lagi muda (69 tahun), dia tetap rendah hati untuk meminta bimbingan rohani, termasuk meminta bimbingan rohani kepada salah satu konfrater MSC di Issoudun, Alfred Bours, MSC. Dia jug