PEMIKIRAN YOHANES PAULUS II MENGENAI TEOLOGI TUBUH DAN SUMBANGANNYA BAGI KELUARGA DAN PERKAWINAN KRISTIANI
Para imam perlu mendukung panggilan
suami-istri dalam pelbagai pelayanan pastoral mereka. Itulah penegasan penting
yang disampaikan oleh Bapa-Bapa Konsili Vatikan II secara khusus yang tertuang
dalam Gaudium et Spes (selanjutnya
disingkat GS) art. 52. Secara implisit
penegasan tersebut mengajak para calon imam untuk mempersiapkan diri mereka
dengan sebaik-baiknya untuk pelayanan pastoral tersebut. Sebagai calon imam, kami juga merasa sangat
perlu untuk menggali ajaran-ajaran Gereja mengenai hidup berkeluarga dan
perkawinan Kristiani secara pribadi, selain yang telah diajarkan di Sekolah
Tinggi Filsafat Seminari Pineleng (STF-SP).
Kami merasa tertarik untuk mendalami
ajaran mengenai hidup berkeluarga dan perkawinan Kristiani yang diangkat oleh
mendiang Paus Yohanes Paulus II [selanjutnya disebut YP II] secara khusus
mengenai Teologi Tubuh atau The Theology of the Body (selanjutnya disingkat TOB). Dalam tulisan ini kami hanya mengangkat pemikiran YP II mengenai TOB bagian pertama yang merujuk pada
”The Words of Christ” (Kata-kata
Kristus).
Pertanyaan
dasar dalam karya tulis ini adalah: Bagaimana
isi ajaran TOB YP II, secara khusus pada bagian pertama yang mengacu pada
kata-kata Kristus? Apa sumbangan ajaran
TOB YP II yang mengacu pada kata-kata Kristus
bagi kehidupan keluarga dan perkawinan Kristiani dewasa ini? Berdasarkan pertanyaan dasar di atas, maka skripsi ini
dibagi dalam tiga bagian utama sebagai berikut.
BAB I YOHANES PAULUS II GURU BAGI KELUARGA DAN PERKAWINAN KRISTIANI
YP II begitu banyak menggunakan
kesempatan untuk menulis dan berbicara mengenai keluarga dan perkawinan
Kristiani. Paus yang berbicara banyak
mengenai hidup berkeluarga dan perkawinan Kristiani ini memiliki nama
asli Karol Józef Wojtyła. Dia dilahirkan
pada tanggal 18
Mei 1920 di Wadowice, Polandia Selatan dari pasangan Karol Wojtyła. dan Emilia Kaczoronowska. Pada masa kecil dia sering disapat Lolek. Pada tahun 1941, Lolek sudah
kehilangan semua anggota keluarganya. Dengan kata lain, sejak tahun 1941 dia sudah menjadi
anak yatim piatu.
Setelah
kematian semua orang yang disayanginya, pada tahun 1942 Lolek masuk seminari di
Krakow. Dia ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 1 November 1946 di
Katedral Wawel. Pada tanggal 4 Juli 1958 Wojtyła diangkat oleh Paus Pius XII menjadi uskup pembantu di Krakow dan uskup
tituler di Ombi. Selanjutnya pada tanggal 28 September 1958 Uskup Agung
Eugenisusz Baziak mentahbiskannya sebagai uskup di katedral Wawel (Krakow).
Pada tanggal 13 Januari 1964 Paus Paulus VI
mengangkat Wojtyła menjadi Uskup Agung Krakow. Pada tanggal 26 Juni 1967 Karol
Wojtyła diangkat menjadi Kardinal oleh
Paus Paulus VI di kapela Sistina, Vatikan. Selanjutnya pada tanggal 16
Oktober 1978 Kardinal Wojtyła. dipilih oleh 103 dari 109 kardinal untuk jabatan
Paus. Dia adalah Paus yang ke-264. YP
II meninggal pada tanggal 2 April
2005 dalam usia 84 tahun dan dimakamkan
pada tanggal 8 April
2005 di Basilika St. Petrus. Dia diangkat menjadi
seorang Beato
oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal 1 Mei
2011 lalu.
Sebagai
seorang Paus, YP II banyak menggunakan kesempatan untuk menulis dan berbicara
mengenai keluarga dan perkawinan Kristiani. Beberapa di antaranya adalah himbauan apostolik Familiaris Consortio, khotbah-khotbah tentang keluarga ketika
berkunjung ke berbagai negara di dunia, surat kepada keluarga-keluarga yang
dikeluarkan pada tahun 1994, TOB, dan
lain-lain. Dengan melihat banyaknya ajaran tentang hidup berkeluarga dan
perkawinan Kristiani yang disampaikan oleh YP II, tak diragukan lagi kalau kita
menyebutnya guru bagi keluarga dan
perkawinan Kristiani.
BAB II PEMIKIRAN YOHANES PAULUS II MENGENAI TEOLOGI TUBUH
TOB adalah nama yang diberikan pada
koleksi ajaran yang diperkenalkan oleh YP II dalam kesempatan audiensi umum setiap
hari Rabu pada lima tahun pertama masa kepausannya. Ajarannya ini menggunakan
pendekatan fenomenologi personalistik San Juanist. Ajaran pertamanya
dilaksanakan pada tanggal 5 September 1979 dan berakhir pada tanggal 28
November 1984. Jumlahnya mencapai 129 ceramah.
Dalam TOB, YP II menyebut tubuh manusia
sebagai sebuah teologi. Secara etimologis kata teologi berasal dari bahasa
Yunani, theos dan logos. Theos berarti Allah dan logos
berarti ilmu. Jadi secara etimologis teologi berarti ilmu tentang Allah. TOB
berarti tubuh dalam konteks pribadi
adalah sebuah studi atau ilmu tentang Allah. Tubuh manusia adalah tanda
primordial dari realitas akhir spiritual. Tubuh diciptakan untuk mentransfer
atau meneruskan kepada dunia indrawi, misteri tersembunyi Allah. Tubuh
memberikan pesan penting tentang rahasia terdalam Allah. Rahasia tersebut
adalah misteri cinta dan kehidupan Allah Trinitas (the mystery of Trinitarian Life and Love-of Trinitarian Communion).
Ulasan tersebut dibahas dalam
TOB YP II bagian pertama (elemen konstitutif TOB) yang terdiri atas tiga
bab yakni:
1.
Refleksi Yohanes
Paulus II atas Seruan Kristus untuk Kembali “ke Awal” (Christ Appeals to the “Beginning”)
JP II memulai ceramah TOB dengan mengangkat Injil
Matius 19: 3-8. Dalam perikop tersebut
dikisahkan mengenai orang-orang Farisi yang datang mendekati Yesus untuk
bertanya perihal boleh tidaknya menceraikan seorang istri. Yesus menyebut
ekspresi “sejak semula” sebanyak dua kali (ayat 4 dan 8) sebagai jawaban atas
pertanyaan orang Farisi. Dalam hal ini
Yesus mengingatkan orang-orang Farisi
dan juga kita semua untuk hidup sesuai dengan maksud Allah pada awal
mula penciptaan manusia sebagaimana tercatat dalam Kitab Kejadian bab 1 dan bab
2 (bdk. TOB 23: 2; 2 April 1980).
Dalam
ulasan Kitab Kejadian, YP II menemukan bahwa
manusia pertama dalam kesendiriannya (original solitude) menyadari bahwa tubuhnya unik. Ada kualitas
kesadaran diri (self-awareness) dalam
diri manusia yang membedakannya dengan binatang (animalia). Di samping
itu, manusia juga dalam kesendirian asalinya berelasi dengan Allah. Allah
memberikan perintah-Nya kepada manusia agar tidak memakan buah pohon
pengetahuan akan yang benar dan yang jahat. Lewat larangan itu manusia
menghidupi kualitas determinasi dirinya (self
determination) atau kebebasan dalam memilih (freedom of choice). Namun
demikian manusia pertama tetap mengalami kesendiriannya, karena dia tidak
menemukan relasi yang sepadan dalam tubuh-tubuh ciptaan Allah yang lainnya. Tanggapan Allah terhadap kekurangan yang
ada dalam diri manusia pertama itu adalah menciptakan manusia
perempuan yang sepadan dengan manusia laki-laki. Manusia laki-laki menyatakan
sukacita yang amat mendalam ketika menemukan manusia perempuan (original unity). Hanya dengan tubuh
perempuan, manusia laki-laki bisa
membentuk persekutuan pribadi (communion
of persons). Tubuh animalia tidak
bisa memungkinkan adanya persekutuan pribadi karena tidak memanifestasikan
pribadi.
Manusia
(laki-laki dan perempuan yang membentuk persekutuan) adalah citra Allah. Allah adalah
Kasih (Deus Caritas est) dalam
persekutuan Trinitas. Sebagai citra Allah, manusia dipanggil untuk mencintai
sebagaimana Allah adalah Kasih. Bagi YP II, manusia sebagai citra Allah bukan
hanya melalui kemanusiannya atau kesendiriannya melainkan juga melalui
persatuan pribadi-pribadi (bdk. TOB 9: 3; 14 November 1979). Persatuan pribadi dalam diri manusia pertama
memungkinkan mereka untuk saling memandang pasangannya sebagai subyek. Tidak
heran dalam situasi asali mereka tidak merasa malu walaupun telanjang (original nakedness).
Di
dalam persekutuan tersebut mereka menemukan kebahagiaan karena dibangun atas
dasar kasih. Dalam hal ini YP II menyebut tubuh memiliki “arti nupsial.” Dalam arti bahwa tubuh secara mendasar terarah pada
pemberian diri secara bebas dan penuh sebagaimana terjadi dalam
perkawinan.
2.
Refleksi Yohanes
Paulus II atas Seruan Kristus untuk Kembali ke Hati (Christ Appeals to the Human Heart)
Dalam ulasan bagian ini, YP II
menggaungkan kembali kata-kata Yesus pada Khotbah di Bukit (bdk. Mat. 5: 27-30).
Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa memiliki kecenderungan untuk melihat
tubuh pasangan (suami atau istrinya) sebagai objek pemuas kesenangan sendiri. Relasi
saling memberi diganti dengan relasi
saling mendominasi dan memanfaatkan. Mereka juga melihat Allah sebagai saingan.
Dengan demikian juga ada keretakan dalam relasi dengan Allah.
Bagi YP II, mereka (suami atau istri)
yang melihat dengan penuh nafsu kepada yang lain (suami atau istrinya sendiri)
sudah berzinah di dalam hati. Relasi demikian perlu dipulihkan dengan
memurnikan hati sebagai sumber atau pusat kesadaran manusia atau menghidupi ethos. Di samping itu, perlu juga hidup
dalam Roh. Hidup dalam Roh dan menjaga kemurnian hati perlu dihidupi dalam
semangat kedisplinan diri yang konstan dan kesadaran yang penuh mengenai arti
tubuh yang sebenarnya. Semakin seseorang mampu mengatasi nafsunya, semakin dia
mampu menjadi real gift bagi orang
lain.
3.
Refleksi Yohanes
Paulus II atas Seruan Kristus tentang Kebangkitan: Tubuh yang
Ditebus (Christ Appeals to the
Ressurection)
Bertolak
dari kata-kata Yesus dalam Injil Matius
22: 23-33, YP II berpendapat bahwa dalam kebangkitan, arti nupsial yang
melekat pada tubuh manusia tidak lagi diungkapkan dalam ”satu daging” tetapi
melalui ”peresapan dan perasukan atas apa yang secara mendasar bersifat insani
oleh apa yang secara mendasar bersifat ilahi.” Dengan demikian kita dapat mengerti bahwa urusan kawin dan
dikawinkan tidak mendapat tempat lagi dalam kebangkitan. Pada saat tersebut
manusia berhadapan muka
dengan Allah. Perhatian seluruhnya tidak lagi seputar masalah kawin dan
dikawinkan tetapi terpusat pada realitas baru yang lebih mengagumkan yakni
Allah sendiri yang kini berhadapan dengannya. Ini juga adalah momen persatuan
antarpribadi (communio personarum)
yakni manusia dengan Allah sendiri. Peresapan ilahi tersebut jauh lebih
memuaskan dari persatuan antarpribdi dalam momen ”satu daging”. Perjumpaan dengan Allah menjadi momen
yang paling membahagiakan, karena segala perhatian semuanya hanya tertuju kepada Allah.
Yesus
tidak saja mewahyukan makna yang mendalam dari tubuh manusia dalam rencana
Allah, melainkan di atas segalanya melalui penebusan-Nya maka mungkin sekali
bagi laki-laki dan perempuan untuk hidup secara benar dengan tubuh mereka
sesuai dengan rencana Allah sejak semula.
Kemenangan-Nya atas dosa dan atas kejahatan memulihkan seksualitas dan kuasanya
untuk mengekspresikan sekali lagi persekutuan yang mendalam dari
pribadi-pribadi yang Allah maksudkan sejak semula, ketika Dia menciptakan
laki-laki dan perempuan dalam citra-Nya.
BAB III
SUMBANGAN PEMIKIRAN YOHANES PAULUS II MENGENAI TEOLOGI TUBUH BAGI KELUARGA DAN
PERKAWINAN KRISTIANI
Masyarakat saat ini sedang dilanda
oleh proses modernisasi. Dampak proses modernisasi bersifat ambivalen. Di satu
sisi perkembangan teknologi sebagai bagian dari proses modernisasi memberi
pengaruh positif kepada keluarga-keluarga. Namun tak dapat dipungkiri teknologi
dan hasil-hasilnya sebagai akibat kemajuan teknologi memberi dampak negatif
yang tidak sedikit kepada keluarga-keluarga. Di antaranya semakin meningkatnya hubungan
seks pranikah (premarital sex) dan hubungan seks di luar nikah (extramarital sex) dalam
keluarga-keluarga, termasuk keluarga Krstiani.
Allah menciptakan manusia yang
bertubuh dengan maksud yang sangat mendalam. Tubuh manusia sendiri mampu
membuat kelihatan (visible) sesuatu
yang tidak kelihatan (invisble),
yakni hal-hal spritual dan ilahi. Tubuh diciptakan untuk mentransfer atau meneruskan kepada dunia indrawi, misteri yang
tersembunyi Allah,
yakni misteri cinta dan kehidupan Allah Trinitas
(the mystery of
Trinitarian Life and Love-of Trinitarian Communion). Oleh karena itu, seharusnya
manasia yang bertubuh itu mewujudkan kasih sebagaimana Allah adalah kasih.
Manusia dipanggil untuk mencintai (life
giving communion persons).
Mereka
yang terlibat dalam hubungan seks pranikah dan hubungan seks di luar nikah
tidak sedang berjalan menuju kepenuhan hidup. Mereka tidak dapat menemukan diri
sepenuhnya, karena tidak memberikan diri seutuhnya kepada pribadi lain
(bdk. GS art, 24). Mereka juga menodai diri mereka sebagai citra Allah. Padahal kita tahu bahwa manusia
adalah pribadi atau makhluk yang diciptakan untuk saling memberi (being-gift) dalam semangat kasih. Hal
ini didasarkan pada wahyu dan pengalaman kebertubuhan mereka.
Tampak jelas bahwa pandangan
YP II dalam TOB bagian pertama memberi sumbangan yang sangat berarti bagi keluarga-keluarga
Kristiani terlebih dalam mewujudkan tujuan perkawinan mereka, di antaranya
untuk menciptakan kesejahteraan hidup bersama suami-istri (bonum coniugum) serta terbuka untuk kelahiran dan pendidikan anak (bonum prolis). Di samping itu, TOB YP II
bagian pertama menuntun pasangan suami-istri untuk menegakan moralitas di dalam
keluarga. Dengannya pula pasangan suami-istri diajak untuk membangun budaya
cinta dan budaya kehidupan. Selain itu, sumbangan YP II dalam pemikirannya
tentang TOB bagian pertama adalah menuntun suami-istri untuk mewujudkan
kekudusan hidup. Sumbangan lainnya adalah TOB YP II memberi pemahaman yang
benar kepada keluarga Kristiani akan Allah yang diimani, yakni menggambarkan
Allah adalah Kasih.
Berhadapan dengan kekaburan pemahaman akan makna tubuh secara khusus yang berdampak
pada hubungan seks pranikah, maka mutlak perlu pendidikan seksualitas dan
pendidikan nilai. Untuk menangani dan mencegah adanya
hubungan seks di luar nikah (extramarital
sex), maka hal yang penting adalah menghidupi keluarga Kristiani dalam
semangat cinta kasih, komunikasi secara terbuka, jujur, dan mendalam kepada
pasangan, mengerti secara benar makna hubungan seks, serta meningkatkan
intimitas dengan Tuhan. Dengan tindakan demikian, keluarga-keluarga Kristiani
dapat hidup kembali sesuai dengan maksud dan kehendak Allah sendiri sejak
semula.
Komentar
Posting Komentar